Sebuah harapan

8.7K 428 76
                                    

Nailah berjalan menuju rumah mertuanya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya, ia juga membawa rantang di tangannya dan didalam rantang itu berisikan sayur sop. Pagi-pagi sekali Nailah telah bangun dan melakukan aktivitas seperti biasanya. Dirinya memang sengaja memasak sop pagi itu karena Nabil rindu katanya dengan sayur sop masakan kaka iparnya.

Selesai menyantap sarapan Ummi mengajak Nailah untuk berkunjung kerumah Umma Hafzah yang berarti rumah Afraz juga. Nailah ingin sekali menolak ajakan ibu mertuanya itu tetapi tidak enak juga pasalnya selama menjadi bagian keluarga dari suaminya ia belum pernah menginjakkan kakinya kerumah Hafzah.

Setibanya dirumah Umma, Nailah merasa gugup entah apa yang ia gugupkan padahal rumah ini adalah rumah keluarganya juga. Mungkin karena ia belum siap untuk ketemu dengan Afraz lagi setelah kejadian waktu itu, hingga kejadian Afraz meminta izin untuk tetap mencintainya mereka tidak pernah bertemu lagi. Mungkin ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.

“Assalamu’alaikum” salam ummi dari luar rumah berdesain jawa. Nabil dan Nailah hanya diam dan menunggu seseorang membukakan pintu dari dalam. Mereka mendengar suara langkah kaki dari dalam dan menuju pintu.

“Waalaikumsalam” jawab seseorang itu sebelum membuka pintu, ternyata yang membuka pintu adalah Hafzah. Nailah membuang nafas lega untung saja yang membuka ointu Hafzah bukan kakanya.

“Wahh... ada tamu jauh nih. Ayok masuk” canda Hafzah yang memang sudah di maklumi oleh mereka.

“Kok sepi sih” tanya Ummi ketika baru saja masuk kedalam rumah.

“Abah sama mas Afraz lagi keluar.. kalo umma ada di taman belakang” jelas Hafzah lalu mempersilahkan tamunya duduk.

Selang berapa lama datang Umma menghamipiri kaka iparnya yaitu Ummi, mereka saling berpelukan dan Nailah beserta Nabil juga melakukannya.

“Kamu habis menangis? Ada masalah?” tanya Ummi pada Umma

“Masalah yang berat tidak ada, ini hanya masalah Afraz” jawab Umma resah

“Ada apa dengan Afraz?” lanjut Ummi

“Baru saja aku berbicara dengan dia, aku memintanya untuk segera menikah karena ku rasa umurnya sudah cukup. Tetapi dia menolak, katanya dia menunggu bunga kecilnya dan akan menikah dengan bunga kecilnya” jelas Umma dan membuat kaget tak menyangka, ia tak menyangka dengan pemikiran Afraz. Kini lelaki itu membuat Nailah merasa bersalah dengan sikapnya.

“Bunga kecil siapa?” tanya Ummi penasaran

“Aku juga gak tau mba,, bunga kecil itu siapa? Karena Afraz tidak bercerita sama sekali tentang bunga kecil itu. Tetapi aku pernah ingat waktu jaman SMAnya Afraz ia pernah mengatakan jika ia memiliki teman spesial di sekolah dan aku gak tau bagaimana kelanjutan hubungan mereka?” jelas Umma semakin prustasi. Sedanglan Nailah hanya diam dan gugup, ia merasa kasihan kepada Umma karena keras kepalanya Afraz. Nailah rasa ia harus bertemu dengan Afraz dan menjelaskan lagi apa yang ia lakukan ini salah.

“Umma, Nay mau ketempat Nabil sama Hafzah dulu ya” pamit Nailah terus ia melangkahkan kakinya ke bagian taman belakang menghampiri Hafzah dan Nabil.
Nailah akan meminta nomor handphone Afraz dari adiknya.
Sesampainya di taman belakang Nailah langsung menghamipiri Hafzah. “Hafzah..” sapa Nailah ketika berada di samping Nabil dan Hafzah.

“Iyaa mba?”

“Mba minta nomer mas Afraz dong?”tanyanya dengan ragu.

NailahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang