Dewi berjalan memasuki keramaian di jalan pertokoan itu. Ia melirik Jonathan di sampingnya yang sibuk mengirim chat pada seseorang. Gadis jangkung itu agak canggung sebenarnya berjalan beriringan dengan pemuda ini di keramaian. Apalagi karena tubuh menjulang mereka berdua, jelas terlihat paling menonjol.
Dewi bisa merasakan beberapa anak remaja meliriki mereka, terutama pasukan cewek-cewek. Gadis itu merasa merona begitu saja. Menyadari kini jadi terlihat seperti pasangan dengan Jonathan.
Apalagi, pakaian mereka senada. Jonathan dengan jaket denim tak dikancing dan kaos hitam juga celana jeans panjang hitam. Dengan Dewi memakai hoodie jumper hitam dan celana ripped jeans denim.
"Dewiii!!!!"
Pekikan yang familiar membuat Dewi menoleh. Ia melebarkan mata, melambai riang pada Soraya yang berdiri tak jauh darinya. Jonathan melangkah ke arah mereka diikuti Dewi.
"Hai Edelwish ketemu lagi," sapa Alvine si lesung pipi itu, dengan Marten yang sibuk merunduk pada hape. Sementara juga ada Dafa yang kembali jadi potografer Cessa yang memegangi gelas plastik minuman belagak candid tak memandang kamera.
"Nath mau ikut nggak," ajak Soraya membuat Jonathan yang mendekad jadi mengernyit. "Si Marten nggak mau nih, padahal udah beli dua tiket."
"Ngapain?" tanya Jonathan bingung, apalagi menyadari mereka berdiri di depan antrian sesuatu.
"Virtual reality," jawab Soraya membuat Dewi jadi maju ingin tau juga. Melihat orang-orang di ujung sana duduk berderet di sebuah kursi bergoyang dengan VR Headset.
"Ih mau dong," serobot Dewi tiba-tiba, "gue udah lama pengen cobain. Itu sendiri-sendiri perkursi gitu?"
"Iya iya! Yes ada Dewi!" sorak Soraya menarik Dewi memeluk lengannya riang, "eh kalau gitu gue sama Dewi, Cessa sama Alvine ya."
"Tapi kita pilih yang zombie nggak papa?" tanya Alvine memastikan.
"Ha? Kok horror," protes Dewi begitu saja, "roller coaster aja."
"Udah biasa, makanya si Marten nggak ikut," kata Soraya membuat Marten yang namanya disebut-sebut hanya menggerutu, lalu kembali pada hape.
Dewi mengatupkan bibir, memajukan bibir bawah sedikit.
"Satu tiket buat dua kursi, Wi. Kita beli dua nih," kata Soraya membujuk. "Si Dafa nggak mau main."
Jonathan memandangi Dewi yang agak ragu, "nggak papa, virtual doang," katanya menenangkan.
"Ih entar serem," kata Dewi menciut.
"Ada gue entar," kata Alvine yang langsung ditoyor Cessa yang sudah mendekat ke sampingnya.
"Lo tuh ya. Semua disepikin," omel Cessa melotot kecil.
Alvine mencuatkan bibir, "abisnya si Marten sibuk chatan sama yang lain padahal ada gue di sini," katanya mulai drama.
Marten yang berdiri samping Soraya mendecak, "bentar, Nyet. Sama Dafa dulu, cewek gue lagi bawel nih," katanya menanggapi.
Cessa melengos melihat itu, lalu berpandangan dengan Dewi. "Gitu deh Wi anak kelas ini. Maho semua," katanya dengan wajah lelah. Dewi jadi tertawa.
"Udahan napa, nunduk mulu lo," protes Soraya pada Marten.
Marten melengos, mendongak dengan wajah lelah. "Biasa lah, anak-anak suka rewel kalau ditinggal," katanya dengan serius, "hubungan gue sama dia kan daddy-baby girl style."
Soraya langsung mendelik dan menjauhkan diri. Jonathan dan Cessa kompak mengumpat kasar dengan Alvine yang malah tertawa ngakak. Dafa di samping Cessa menoyor cowok kurus itu kesal. Juga Dewi yang ingin menghujat tapi dalam hati saja karena baru kenal dengan Marten.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Song ✔✔
Ficção AdolescenteSeru kali ya kalau kita punya seseorang yang minat dan cara berpikirnya sama persis kayak kita. Tapi, dimana letak serunya kalau apa-apa sama melulu? - Gara-gara sulit menemukan pasangan untuk sweater couple yang limited, mereka berkenalan. Sepakat...