Dewi berlari memasuki koridor, dengan wajah cerah lega dan perasaan ringan seakan melayang. Ia kemudian berbalik, memandang keempat pemuda yang mengekorinya membawa alat musik masing-masing setelah turun panggung tadi.
Gadis itu bersorak riang, mencicit seperti anak perempuan pada umumnya membuat Juan, Dafa, Alvine, juga Jeje ikut tersenyum lebar mendekat. Juan merentangkan kedua tangan membuat Dafa langsung menyambut merangkul, Dewi dengan riang maju, diikuti Alvine dan Jeje yang berangkulan bersama. Keempat pemuda itu jadi bersorak mengikuti Dewi saling berpelukan melompat riang.
"Aduh bentar bass lo kena gue!" celetuk Alvine merusak suasana, melepas pelukan mendorong kecil Dafa menjauh.
"Gitar lo juga ganggu," sahut Dafa menoyor gitar di tangan kanan Alvine menjauh darinya.
"Aduhhhh bisa nggak sih sesi haru dulu jangan baku hantam?!" marah Dewi melerai, "INI GUE BENERAN HARUUU!!!" katanya merengek.
"IYA IYA GUE JUGA!" kata Jeje mengikuti merengek.
"Gimana? Enak kan? Puas?" tanya Juan pada Dewi penuh arti dengan antusias.
"Ih apanya tuh enak dan puas," celetuk Alvine kembali merusak suasana.
"Alvine cemplungin aja anjir ke got depan, mumpung abis ujan biasanya banyak sampah nyangkut," kata Jeje dengan sebal. Alvine mencibir tak peduli.
"Hm! Puas!" jawab Dewi dengan riang pada Juan. "Sekarang gue yakin. Sangat yakin. Gue bakal yakinin Adam kalau gue mau ada di sini!" katanya dengan berapi-api.
"Nah gini dong semangat pejuang!" sambut Dafa dengan semangat, diikuti yang lain juga mengikuti.
"Sekarang kapan kita rekaman? Kita nggak bisa nunggu pensi buat nyanyiin lagu lo," kata Juan juga jadi tak sabar ingin bergerak.
Raut wajah Dewi jadi berubah, merengek kecil mengingat itu. Tentang rencana mereka menampilkan lagu ciptaan Dewi di depan Adam nanti.
"Tenang, sudah beres!"
Sebuah suara membuat mereka tersentak. Kompak menggerakkan badan berputar, menoleh pada Cessa yang berdiri tak jauh di belakang. Tersenyum riang mengangkat hapenya, yang kemudian disusul Jonathan memasuki area koridor berhenti di belakang Cessa.
"Apanya?" tanya Dafa bingung tak tau menahu.
"Udah gue sama Jonath rekam," kata Cessa dengan senyuman, kemudian menoleh pada Jonathan. "Dan Jonath udah send ke abangnya Dewi."
Dewi terkejut. Gadis itu melebarkan mata, dengan Juan juga yang lain terperangah memandang Cessa dan Jonathan seakan keduanya adalah pahlawan yang dinanti.
"NAH INI BARU MANAGER KITA!" sorak Jeje langsung heboh dan ramai.
"Serius? Elo? Sama Jonath?" tanya Dafa membelalak tak percaya menatap Cessa yang mengangguk meyakinkan.
"Makasih mamah papah," seru Alvine dengan nada haru. Yang kemudian mengerjap tersadar, "Eh bentar Wi, jangan salah paham tapi Jonath sama Cessa dianggap mama papa bukan berarti pasangan mereka Cuma single mom and single dad—"
"Nggak penting," potong Dewi mendorong Alvine menjauh, lalu berlari kecil menghampiri Cessa dan Jonathan diikuti yang lain.
"Terus? Terus? Gimana? Ada balasan? Udah dibaca?" tanya Juan langsung menyerbu ke depan Jonathan.
"Elo punya nomernya Adam? Darimana? Lo kirim kemana?" tanya Dewi juga menyerobot.
"Elo rekamnya gue keliatan nggak Nath gue belakang drum biasanya nggak masuk frame," kata Jeje malah mengeluh gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Song ✔✔
Fiksi RemajaSeru kali ya kalau kita punya seseorang yang minat dan cara berpikirnya sama persis kayak kita. Tapi, dimana letak serunya kalau apa-apa sama melulu? - Gara-gara sulit menemukan pasangan untuk sweater couple yang limited, mereka berkenalan. Sepakat...