LS: Anggota Baru

47.6K 7.8K 2K
                                    



Jonathan memasuki kafe kembali. Pemuda jangkung dengan kaos hitam oblong itu memasang wajah tenang, walau beberapa kali berdehem atau mengusap kecil hidungnya.

Pandangan yang membuat Cessa, Dafa, juga Marten diam-diam melirik. Dewi yang mengobrol dengan Alvine jadi mendongak, mengangkat alis melihat Jonathan kembali dan menarik kursinya duduk di sisi Cessa. Dewi sebenarnya tergelitik untuk bertanya kenapa cowok itu keluar cukup lama, tapi karena Alvine sedang menjelaskan sesuatu yang serius gadis itu mau tak mau harus tetap fokus penuh.

Dafa diam sejenak, tapi akhirnya menoleh pada Jonathan. "Aman?" tanya cowok itu mengerling penuh arti.

Jonathan tak langsung menjawab. Ia menarik nafas sejenak, kemudian mengangguk. "Udah beres," katanya dengan intonasi tenang.

Tapi membuat Cessa menoleh. Soraya dan Marten belagak tak paham, tiba-tiba jadi membahas Pak Jay.

Alvine juga belum peduli banyak, menjelaskan rinci pada Dewi dengan sungguh-sungguh. Membuat Dewi tak tega juga kalau harus memotong ucapan cowok berlesung pipi ini. Alvine itu walau kalau ngomong nyeblak nggak ada saring, tapi punya muka bayi yang ada kerlingan polosnya. Jadi kan kasihan kalau nggak ditanggapin.

Tapi Dewi bisa menangkap gerakan ketika tangan Cessa mendorong pelan mangkuk bingsoo di depan Jonathan lebih dekat ke depan Jonathan yang diam.

"Abisin tuh," kata Cessa datar. "Biar ilang bau rokok lo."

Jonathan mengangkat alis, menurut begitu saja meraih sendok. Walau memain-mainkannya pada ice cream yang sudah mencair.

Dewi mengerjap, mengalihkan wajah. Walau ia merapatkan bibir dan meneguk ludah. Merasa aneh tiba-tiba.

"Jadi gitu, Wi. Gampang aja kan? Bisa kan?" kata Alvine memastikan.

Dewi mengerjap-ngerjap. Agak mengerutkan kening.

Bentar.

Bisa apa nih?

Dewi nggak merhatiin kalimat-kalimat akhir Alvine.

"Iya deh," kata Dewi akhirnya. Apalagi jadi ingat si Ical ketua kelas yang terus menagihnya.

"Gue balik dulu ya," kata Dafa tiba-tiba, lalu menoleh pada Cessa. "Dah malam."

"Cessa sama gue aja," kata Soraya memerotes, "Marten bawa mobil kok."

"Nggak ah," tolak Marten membuat Soraya mendelik, "gue muter-muter dulu dong nganternya."

Soraya mendecak, "terus gue berdua sama lo aja???" protesnya mendelik.

"Kalau nggak mau dianter nggak usah bacot," balas Marten pedas. "Sono panggil pacar lu sono. Ha? Apa? Oh ya lagi sama pacar yang lain."

Soraya mengumpat, maju ingin menjambak Marten kalau Jonathan tidak menarik lengan gadis itu menahannya.

Jonathan menghela nafas. Ia agak ragu merasa tak enak. Tapi membasahi bibir bawah sesaat, "Wish," panggilnya membuat Dewi menoleh. "..... Mau balik bareng Marten nggak?"

"Hm?" Dewi mengernyit, jadi duduk menegak. Jelas sekali memerotes.

"Gue ada something urgent," kata Jonathan beralasan. Kemudian menoleh pada Marten, "bisa kan? Deket Taman Sari, setelah belokan."

"Ha?" Marten bengong sesaat, "taman lawang?"

"Bukan goblok," umpat Jonathan refleks. "Masih daerah taman sari."

"Ohh iya iya," Marten jadi mengangguk-angguk, menyadari mood Jonathan sedang berantakan.

"Yaudah kuy balik aja," kata Dafa bersiap, "udah kan Pin?" tanyanya pada Alvine, lalu menoleh pada Dewi. "Dewi, besok bisa kan?"

Love Song ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang