4. AM

728 69 57
                                    

Cukup Antartika saja yang jauh. Antarkita mah jangan.

🌠🌠🌠

"Maaf, Pak, saya habis dari toilet tadi. Saya masih boleh ikut pelajaran bapak kan, Pak?" tanya Fadli dengan sopan kepada guru matematika yang sedang mengajar di dalam kelas, sekitar beberapa menit yang lalu. Jelas saja ia berbohong, orang aslinya dia habis dari kantin.

"Baiklah," datar Pak Kurip, guru matematika itu.

Pak Kurip menggerakan dagunya sambil menatap datar Pinky, seolah ia menanyakan apa alasan gadis itu terlambat.

"Maaf, Pak. Saya habis dari kantin," jawab Pinky dengan jujur.

Penghuni kelas hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah temannya yang satu ini sangat jujur sekali. Padahal, Pak Kurip termasuk guru killer.

"Kantin? Apa kamu tidak mendengar saat bel masuk berbunyi?" tanya Pak Kurip dingin dan Pinky hanya menunduk diam. "Apa kamu tak tahu waktu?! Apa kamu tak pernah diajarkan tentang disiplin oleh orang tuamu?!" bentak Pak Kurip.

Mendengar kata yang keluar dari mulut Pak Kurip, Pinky melotot dan wajahnya memerah, hampir saja menangis. Alasannya, tidak semua anak suka jika mengungkit soal kelurga. Pinky salah satunya.

Tanpa Pak Kurip sadari, Yuki tengah menatapnya nyalang dengan tangan terkepal kuat di atas meja.

"Karena kamu telat dan alasan kamu yang membuat saya muak, lebih baik kamu jangan masuk pelajaran saya! Keluar kamu!" usir Pak Kurip pada Pinky.

Pinky tersenyum miris. "Gak usah nyuruh keluar kali, Pak. Saya belum masuk ke kelas kok, orang saya masih di luar. Tuh! Liat aja kaki saya masih di depan pintu," tutur Pinky yang berusaha untuk tetap biasa saja. Padahal, hatinya terasa sakit mendengar ucapan yang terlontar dari guru itu.

Ia pun pergi dari hadapan Pak Kurip. Pelajaran pun kemudian dimulai dengan serius, tak ada candaan sedikit pun karena insiden tadi. Suasana kelas kali ini terasa lebih mencekam.

"Harusnya gue tadi jujur juga." Batin Fadli sambil menunduk.

"Pak!" seru Yuki sambil mengangkat tangannya. Guru itu pun menoleh ke sumber suara.

"Ya, ada apa, Yuki?" tanya Pak Kurip.

"Izin dihukum, Pak." Celetuknya.

Jawaban dari Yuki membuat semua penghuni kelas menatapnya menganga seketika, begitu juga dengan Pak Kurip yang nampak kaget dengan pernyataan anak didiknya.

"Apa maksud kamu?" tanya Pak Kurip kemudian.

"Pak Kurip jelek, tua, perut buncit, mirip si Jayen temannya Nobita. Nama bapak juga aneh. Pak Kurip, kenapa gak kurap aja sekalian? Biar kayak penyakit." Ucap Yuki dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ayuki Sheria! Jaga ucapanmu!" bentak Pak Kurip yang lagi-lagi membuat anak didiknya terlonjak kaget.

"Lakukan hukuman seperti Pinky! Keluar kamu! KELUAR!!!"

"Memang itu yang saya mau," ujar Yuki dengan santai.

"AYUKI SHERIA!"

"Iya, Pak?"

Brakk!

Pak Kurip menggebrak papan tulis karena marah. Tatapannya yang tajam menatap Yuki yang kini sudah berdiri dan mulai beranjak dari kelas dengan santainya. Sementara para penghuni kelas, mereka terlihat ketakutan karena Pak Kurip murka. Randi, anak itu hanya diam menatap kepergian Yuki dengan tatapan cengo.

Setitik Cahaya Bintang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang