23. Pinky Kesurupan?

286 40 6
                                    

Terkadang, sesuatu yang kita rasakan cukup diri sendiri saja yang tahu.

🌠🌠🌠

Pagi ini Yuki berangkat bersama Pinky. Sudah menjadi rutinitas hariannya berangkat siang ke sekolah karena Pinky yang selalu saja ngaret. Sudah selalu kesiangan, lupa ini, lupa itu, dan sebagainya yang membuat Yuki setiap pagi harus memiliki kesabaran tinggi.

Di kelas, seperti setiap harinya Yuki membaca novel di dinding depan kelas. Tiba-tiba, Randi melengos dengan wajah datarnya. Namun ada sedikit keanehan, ada luka di sudut bibir kirinya yang terlihat masih baru. Yuki awalnya hanya melihat sekilas pemuda yang melintas tanpa menyapanya atau sekadar menoleh ke arahnya itu. Sampai akhirnya, Yuki ia khawatir dan memanggil Randi.

"Randi!"

Randi menghentikan langkahnya tanpa berbalik menatap Yuki. Tentu dengan segera Yuki menghampirinya. Tapi, sebelum itu benar-benar terjadi, Randi kembali berjalan ke mejanya. Melihat itu, Yuki heran. Ada apa dengan Randi? Padahal kemarin dia terasa baik-baik saja. Tapi, kenapa sekarang dia seolah menjauh? Apa alasannya? Pertanyaan itu muncul seketika di dalam otak Yuki.

Kriinnggg!

Bel masuk berbunyi. Dengan lemas, Pinky memasuki ruangan kelas seolah tak ada gairah hidup. Sungguh, ia benar-benar tak memiliki semangat untuk menjalani hari.

"Kenapa lo, Pengki?" tanya Fadli—heran.

"Galau dia!" seru Dio.

"Emang singa bisa galau juga ya?" tanya Aya sambil terkekeh.

"Hahahaa!" Menanggapi ucapan Aya, penghuni kelas pun tertawa.

Pinky tak merespon apa pun, dia tak peduli dengan apa yang mereka bicarakan tentang dirinya. Ketika ia sampai di mejanya, ia menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangan yang diletakkan di atas meja.

"Lo kenapa?" tanya Yuki.

Pinky hanya merespon dengan gelengan kepala.

Tak lama kemudian, seorang guru mata pelajaran datang dan pelajaran pun dimulai.

***

"Lo gak mau ke kantin?" tanya Yuki kepada Pinky. Pinky menggelengkan kepalanya.

Sedari pagi, Pinky tak buka suara. Ia tetap bungkam. Anehnya lagi, ia mendengarkan penjelasan guru dengan seksama. Bahkan, ia maju ke depan untuk menjawab pertanyaan matematika. Sungguh, ini bukan Pinky sekali. Lagi, ia seperti mayat hidup. Datar, pandangan kosong, dan tampak lunglay. Apa mungkin dia sakit? Atau ... kesurupan?

"Lo sakit?" tanya Yuki lagi.

Lagi-lagi Pinky menggelengkan kepalanya. Yuki pun keluar dari mejanya dan menuju kantin.

"Yuki! Mau ke kantin kan?" tanya Raka yang sedari tadi telah menunggu Yuki di depan pintu kelas XI A-2.

Yuki mengangguk.

Tak lama setelah itu, Randi ikut keluar. Randi menatap sekilas Yuki dan Raka sebelum akhirnya berlalu begitu saja, disusul oleh Fadli dan Dio. Yuki heran, benar-benar heran dengan sikap pemuda beku itu yang kini terasa ... berubah. Apa Yuki berbuat salah?

***

Kini Yuki telah berada di kelas kembali. Ia pamit kepada Raka untuk kembali ke kelas sebab ia membelikan makanan untuk Pinky—yang hari ini terlihat begitu murung entah karena apa. Namun, tanpa ia tahu Randi juga membelikan Pinky makanan. Alhasil, mereka tak sengaja memberikan sekantung kresek makanan itu kepada Pinky secara bersamaan.

"Eh?" Kompak Yuki dan Randi setelah menaruh sekantung kresek makanan di atas meja Pinky.

"Hm?" Dengan malas dan mata sayu, Pinky menengadahkan kepalanya. Ia mendapati Yuki dan Randi yang tengah bertatapan.

Melihat itu, Pinky jadi semakin malas. Ia kembali menelungkupkan kepalanya. Sementara itu, Yuki dan Randi memutuskan kontak mata mereka. Mereka menatap Pinky.

"Makan," ucap Yuki dan Randi kepada Pinky.

Mereka kembali bertatapan sebelum akhirnya saling membuang muka.

Pinky hanya merespon dengan sebuah anggukan malas tanpa menatap mereka. Randi pun berjalan ke kursinya, duduk tenang di sana. Bermain game. Sedangkan Yuki, ia duduk di sebelah Pinky karena tadi pagi ia bertukar tempat duduk dengan gadis tomboy itu. Yuki merogoh novelnya dari kolong bangku, lalu mulai membaca. Tapi sebelum itu, ia menatap Pinky yang tak merubah posisinya sedikit pun.

"Kenapa sih ini anak? Aneh banget," kata Yuki dalam hati.

Tiba-tiba, kehebohan terdengar mendekat ke arah kelas XI A-2. Yuki dan Randi menatap ke arah pintu kelas. Datanglah, Alfan, Fadli, Dio, dan Pak Ustadz dengan segerombolan murid di belakang mereka.

"Nah itu, Pak Ustadz, anaknya! Seharian dia kayak mayat hidup! Bahkan, dia bisa jawab pertanyaan matematika dari Pak Anton tadi! Aneh, Pak! Padahal biasanya dia yang paling telmi kalau soal itung-itungan!" seru Fadli kepada Pak Ustadz yang telah ia panggil bersama Dio dan Alfan.

"Waktu sama saya tadi pagi juga, tatapan dia kosong terus, Pak Ustadz! Saya takut kalau-kalau dia ketempelan! Tolonglah teman saya, Pak, kasihan dia," rengek Alfan.

"Benar sekali, Pak! Kelas XI A-2 jadi adem, tapi rasanya aneh, Pak Ustadz! Sungguh, saya lebih senang tingkah Pinky yang petakilan dan minta digorok daripada dia yang pendiam. Keluarkan jin atau setan-setan dari tubuh Pinky, Pak Ustadz!" sahut Dio.

Sontak, Yuki dan Randi kicep menatap mereka. Pinky pun kini mengangkat kepalanya, cengo. What the meaning?! Memangnya Pinky kesurupan, apa?!

"ANJIIRR GUE KAGAK KESURUPAN SIALAANN!!!" teriak Pinky. Sangat kesal.

Ocesan ana:

Bosenin ya? Maaf deh. Next chapter aku jamin seru deh. Aamiin-kan aja ya.

Jangan lupa vote and comment. ^^
Satu vote sangat berarti.
Satu read sangat berarti.
Satu krisar sangat berarti.
Intinya, kalian berarti. <3

See you💕
Salam sayang,
Adik satu-satunya Bang Uchiha Sasuke
@anakataa24

Setitik Cahaya Bintang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang