40. Aku Ikhlas

337 33 8
                                    

Sesuatu yang terlihat kuat mungkin saja sangat rapuh dan mudah patah.

🌠🌠🌠

Pagi ini, Yuki berangkat sekolah sendirian karena Pinky sudah di jemput Alfan tadi pagi. Pasangan itu benar-benar terlihat kompak dan serasi.

Di sini, di halte bus yang tak jauh dari rumah Pinky, Yuki duduk menunggu bus yang tak kunjung datang. Ia celingukan mencari angkutan umum yang ia harapkan ada yang lewat. Entah ke mana para angkutan itu pergi. Ah, menyebalkan sekali, pikir Yuki. Merasa bosan, ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Tiba-tiba, sebuah motor berhenti di depannya.

"Ayo naik! Udah hampir telat," ajak orang itu, Randi.

"Emang gapapa kalau gue numpang ke lo?" tanya Yuki dengan alis terangkat sebelah.

"Lo mau telat?" tanya Randi. Yuki menggelengkan kepalanya. "Ya udah ayo!" seru Randi

Tanpa basa-basi lagi, Yuki segera menaiki motor Randi. Dengan kecepatan di atas rata-rata, motor Randi melesat secepat kilat. Sontak, Yuki memegang tas Randi dengan erat karena takut terjatuh. Sebenarnya Yuki sudah biasa dibawa ngebut oleh Pinky. Namun, Yuki tetaplah Yuki. Dia tetap takut. Apa dayanya sekarang? Hanya bisa diam dan berpegangan juga berdoa supaya selamat sampai tujuan. Percuma ia bicara, Randi tak akan mendengarkannya. Lagi pula, jika tak ngebut maka mereka akan telat karena waktu yang sudah hampir menunjukkan pukul tujuh.

Akhirnya, mereka sampai sebelum Pak Juna mengomel. Ya, mereka datang tepat waktu. Sesegera mungkin Yuki turun dan bergumam mengucapkan syukur.

"Alhamdulillah, selamat sampai tujuan," ucap Yuki dengan posisi sedang aamiin.

Randi yang melihat itu hanya tersenyum tiy. Baginya, Yuki sekarang sedikit lucu sikapnya. Mungkin, humorisnya tertular dari Pinky.

"Kayak mau gue bawa mati aja lo. Udah, ayo masuk! Keburu ada Pak Jahe," ujar Randi seraya mengacak rambut Yuki yang baru saja telah Yuki rapikan.

Setelah itu, Randi pergi meninggalkan Yuki yang tengah cengo sambil memegang kepalanya.

"Dia ...." Gumam Yuki. "Eh? Oy, Beruang Kutub Selatan! Bukan Pak Jahe, tapi Pak Juhe!" teriak Yuki dengan nada datar seperti biasanya.

"Ada apa panggil-panggil nama saya?" tanya Pak Juhe yang tiba-tiba ada di belakang Yuki.

Sontak, Yuki pun menoleh dan mencium punggung tangan gurunya itu.

"Enggak, Pak. Kalau begitu, saya masuk kelas dulu. Udah mau bel. Permisi, Pak," ucap Yuki dengan sopan.

"Ya sudah."

***

Jam istirahat telah tiba, gadis berambut sebahu itu tengah berada di kelasnya sendirian. Karena perlakuan Randi tadi pagi, Yuki jadi teringat Raka dimana Rakalah orang pertama yang mengacak gemas rambutnya. Ia kini memegang kepalanya lagi.

"Gue kangen lo," gumam Yuki yang kemudian menelungkupkan wajahnya.

Yuki pun mengambil ponselnya dan mengirimkan sebuah email kepada Raka.

Yuki
Hai Raka! Apa kabar?

Send.

Setitik Cahaya Bintang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang