9. Rumpi Syantiks

412 56 21
                                    

Jangan baper sama sikap manis cowok. Percuma kalau awalnya manis kedepannya malah pahit. Ampas itu gak enak.

🌠🌠🌠


Yuki tengah duduk di dekat jendela. Suatu rutinitasnya setiap malam, menatap langit gelap yang cerah maupun pekat. Ia diliputi banyak pikiran.

"Apa gue salah ya gituin Alfan? Pinky sampai marah-marah gitu. Tapi, dilihat-lihat dari gerak-geriknya, Pinky kayak yang naksir Alfan. Apa mungkin begitu? Apa itu sebabnya dia marah sama gue?" tanya Yuki dalam hati.

"Terus, Ayah, kenapa Ayah kayak yang benci banget ya, sama gue? Terus juga, kenapa muka gue gak ada mirip-miripnya sama kak Raihan dan Reina? Apa benar dugaan gue selama ini bahwa gue ini bukan anak kandung Ayah dan Bunda? Tapi, kenapa kak Raihan dan Bunda kayak yang sayang banget sama gue? Seolah gue ini benar-benar bagian dari keluarga itu. Gue cuma heran, kenapa gue selalu salah di mata Ayah. Padahal gue selalu berusaha supaya Ayah mau perhatiin gue kayak kak Raihan sama Reina-dengan belajar giat dan menangin olimpiade-olimpiade yang gue ikuti. Tapi, tetap aja semua usaha gue gak ada artinya buat Ayah. Bahkan gue selalu salah di mata dia." Lanjut Yuki.

Kriyuutt!

Perut Yuki berbunyi, sontak wajahnya cengo. Yuki pun menatap jam dinding yang menunjukan pukul sepuluh malam. Padahal sepulang sekolah ia sudah makan bersama Raka di jalan.

Ia pun beranjak menuju ke kamar Raka. Dia ingin menanyakan lokasi dapur, karena tadi dia bilang kalau Yuki lapar ambil saja makanan di dalam kulkas. Hanya saja pria bermata biru itu tidak memberi tahu lokasi dapurnya di mana.

Yuki sudah berada di depan pintu kamar Raka, dia akan mengetuk pintu kamar itu. Tapi, tidak jadi.

"Dia udah tidur gak ya? Nanti gue ganggu lagi. Udah numpang, ganggu, kan gak enak," gumam Yuki. "Tapi, gue butuh makanan. Gue coba intip dulu aja ah," gumam Yuki lagi.

Ia pun mencoba membuka pintu itu sedikit, kali saja tidak dikunci. Dan benar saja, pintunya tak dikunci.

"Hm," gumam Yuki yang mengintip Raka di dalam kamarnya.

Yuki mendapati Raka sedang duduk di dekat jendela, menatap keluar sambil memangku gitar. Ia heran apa yang dilakukan oleh pemuda itu di sana. Yuki pun menutup kembali pintu kamar itu.

Tuk tuk tuk!

"Rak! Lo udah tidur belum?!" seru Yuki sambil mengetuk pintu kamar Raka.

Bodoh. Sudah tahu belum tidur masih tanya juga. Oh iya! Kan supaya tidak ketahuan kalau dia tadi sebelumnya mengintip. Dasar Yuki.

Raka membuka pintu kamarnya. "Kenapa?" tanyanya.

"Gue lapar." Datar Yuki.

"Kan gue udah bilang, kalau lo laper ambil aja makanan di kulkas. Dasar pikun. Pikun kronis lo ya?" Cibir Raka.

Wajah Yuki semakin datar. "Gue gak pikun. Dapurnya dimana? Kulkasnya dimana? Gue gak tahu." Ucap Yuki.

"Lo gak tahu?!" Raka membelalak.

"Kan gue baru aja bilang gue gak tahu. Amnesia kronis lo ya?" balas Yuki yang menirukan gaya ucapan Raka.

Setitik Cahaya Bintang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang