30.2 Last Day (Perpisahan)

290 33 5
                                    


Hal terindah dari sebuah persahabatan adalah memahami dan dipahami, tanpa ada rasa memaksa dan ingin menang sendiri.

🌠🌠🌠

Yuki tengah membantu Raka membawa kopernya ke dalam mobil. Selain itu, ada Nazwa juga yang ikut membantunya. Perjalanan dari desa ke bandara memang sangat jauh. Oleh karena itu, Raka berangkat dari pukul 10.00 pagi guna menghindari ketertinggalan maupun keterlambatan penerbangan.

"Rak, lo bakal balik lagi ke sini kan?" tanya Yuki kepada Raka yang tengah berdiri di samping mobil hitam miliknya.

"Kenapa?" tanya Raka yang kini menatap gadis berambut sebahu itu.

"Enggak. Cuma nanya aja," jawab Yuki.

Raka diam-diam tersenyum. Ia berpikir, sepertinya Yuki sudah mulai membuka hati untuknya. Hanya saja, waktunya tidak tepat. Kenapa harus saat mereka akan berpisah?

"Ki, gue mau tanya sekali lagi," ujar Raka dengan nada bicara serius.

"Hm?" Yuki bergumam dengan raut wajah bingung.

"Apa lo gak ngerasain apa yang gue rasain sedikit pun? Setitik pun itu?" tanya Raka.

Yuki diam. "Gue ngerasain." Ucapnya dalam hati.

"Apa lo gak ada rasa sedikit sama gue?" tanya Raka lagi.

Yuki diam. "Ada." Jawabnya dalam hati.

"Sebelum gue pergi. Gue pengen tahu isi hati lo sebenarnya buat siapa, Ki," ujar Raka.

"Lo. Ups!" Yuki membelalak dan menutup mulutnya. Sial! Ia keceplosan. Buru-buru ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Hah? Apa? Gue gak dengar!" seru Raka dengan raut bahagia dan berpura-pura tuli.

"Bagus," gumam Yuki.

"Lo mau kan nunggu gue sukses dulu di masa depan? Gue janji, gue bakal balik ke sini buat jemput lo," tutur Raka.

Yuki menatap ke arah Raka dengan wajah terkejut.

"Sial sial sial! Kenapa gue keceplosan sih?! Dia dengar kan!" Yuki merutuki dirinya dalam hati.

"Eh?" Yuki kaget ketika Raka tiba-tiba memeluknya.

"Makasih udah mau balas perasaan gue. Gue janji, gue bakal balik lagi setelah gue sukses," ucap Raka dalam pelukan Yuki. Yuki pun membalas pelukan Raka.

"Hm. Gue pegang janji lo," ucap Yuki. Sial, matanya terasa memanas. Ya, ia ingin menangis.

"Tuan Raden Bos, semuanya sudah siap! Mari—Eh?!" seru sang Supir yang datang dari arah belakang mobil.

"Ah, Bapak ganggu aja deh!" kesal Raka yang kini sudah melepaskan pelukannya.

"Ups! Maaf, Tuan Raden Bos. Hehee." Pak Supir hanya nyengir gaje kemudian ia memasuki mobil tersebut untuk mengantar Raka ke bandara.

"Aku berangkat ya? Jaga diri baik-baik. Tunggu aku kembali," ucap Raka kepada Yuki dengan lembut.

"Pfftt!" Yuki berusaha menahan tawa tapi sangat sulit hingga akhirnya ia terkekeh.

Setitik Cahaya Bintang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang