Chapter 3

3.9K 227 0
                                    

Setelah pertemuan 2 hari yang lalu,Yerin tak banyak bicara pada ibunya. Ia juga kerap kali melewatkan makan dan memilih berdiam diri di kamar. Entahlah ia hanya sedang mencoba menjernihkan pikirannya yang sedang kalut saat ini.

Tokk..tokk...tokk..

Tampak Ny. Kim membawa nampan berisi makan siang. Kemudian meletakkan di nakas samping tempat tidur Yerin.

"Mianhe..eomma tidak bisa berbuat banyak untukmu." Yerin tidak bergeming dan tetap fokus pada handphonenya. Ibunya membelai surai Yerin lembut.

"Eomma harap kau mengerti." Ibunya tersenyum samar,tersirat perasaan bersalah pada putrinya. Yerin mengarahkan obsidiannya menatap ibunya. Ada rasa sesak di hatinya ketika melihat ibunya sedih. Mungkin kali ini ia harus mengalahkan egonya dan bersikap lebih dewasa. Yerin menghela nafas kemudian tersenyum.

"Bukankah aku sudah berjanji." Yerin menjeda kalimatnya. Kini ibunya menatap sayu putrinya menunggu apa yang akan diucapkan selanjutnya.

"Aku benci pada orang yang ingkar janji." Yerin melanjutkan masih dengan senyuman tulusnya.

"Gomawo." Ucap ibunya sembari memeluk Yerin erat. Yerin hanya mengangguk kemudian melepas pelukan mereka.

"Pernikahan kalian akan dilangsungkan seminggu lagi. Kami sudah mengurus semuanya. Jadi bisakah kau pergi bersama Jimin untuk fitting baju hari ini?"
Yerin hanya mengangguk seraya tersenyum,walaupun dalam hatinya ia benar-benar malas melakukannya. Ia masih belum bisa menerima perjodohan ini. Ini terlalu tidak masuk akal baginya.

----

Terdengar helaan nafas berat dari pemuda yang kini sedang duduk meneliti setiap tumpukan berkas yang ada di atas mejanya.

"Yak! Jimin-ah! "

Jimin terperanjat mendengar teriakan pemuda yang tiba-tiba saja masuk ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kemudian menatap pemuda itu tajam.

"Hyung bisakah kau mengetuk pintu dulu. Dan jangan berteriak saat masuk kau mau membuat ku mati muda karena serangan jantung eoh?!"

Pemuda yang dimarahi hanya tersenyum lebar menampilkan deretan giginya. Kemudian pemuda itu mendekati meja Jimin. Ia adalah Jung Hoseok sahabat sekaligus orang kepercayaan Jimin.

"Ahaha mian."
"Aku hanya ingin bilang kalau kau disuruh ibumu untuk fitting baju hari ini."

"Ck pekerjaan ku banyak." Jawab Jimin kembali mengalihkan atensinya pada berkas di mejanya.

"Aku akan melakukannya. Pergilah!" Ucap Hoseok.

"Tidak." Jawab Jimin acuh.

Plakk!... Hoseok memukul punggung Jimin.
"Yak kau mau ibumu sendiri yang datang kesini?!"

"Akh.. Hyung appo!" Keluh Jimin sembari memegang punggungnya.

"Permisi tuan kau sangat tidak sopan terhadap atasanmu!" Ucap Jimin sembari memicingkan matanya menatap kesal Hoseok.

"Eomma mu mengizinkan ku memukulmu jika kau tidak menurut. Setelah ini pergilah dan kau akan menjadi atasanku kembali. Palli!" Jawab Hoseok santai. Yah mereka sudah seperti saudara. Jimin juga tidak serius dengan ucapannya. Hoseok benar-benar sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri.

"Oppaaaa..." terdengar teriakan melengking dan terkesan centil dari seorang gadis menggema dalam ruangan Jimin yang cukup luas itu.
Jimin hanya memutar bola matanya malas. Gadis itu mencoba menghambur ke pelukan Jimin tapi dengan sigap Jimin menghindari pelukan itu.

HURT [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang