: 4,5 Giga : Dua Mangkok Bakso

987 91 21
                                    

| Part 45 |

| Dua Mangkok Bakso |

Giga terus berlari memasuki gang kecil dan beberapa belokan yang jujur tak diingatnya. Tangannya masih bertautan dengan tangan Oryza yang menggandengnya erat. Hingga Giga memilih menyembunyikan diri di samping tong besar saat perutnya merasa nyeri luar biasa dan rasa perih saat rahang serta ujung bibirnya bercampur dengan keringat.

Oryza memegangi lututnya yang seakan akan lepas, mengatur napasnya dengan dada naik turun. Karena jujur, untuk pertama kalinya ia berlari secepat ini.

"Siapa mereka?" tanya Oryza pada Giga yang masih mengintip di samping tong sampah untuk memastikan suasana aman terkendali.

Giga masih asik mengintai. "Bukan siapa-siapa!" ujarnya dengan nada pelan.

"Tapi gue pengin tahu!" bisik Oryza.

Giga baru menatap Oryza. Belum menjawab dan masih memperhatikan wajah Oryza yang semakin cantik saat pucat berkeringat.

Giga menggeleng. Sebenarnya untuk mengingatkan dirinya agar tidak memikirkan Oryza dan mengalihkan pandangannya. "Bukan urusan lo!"

"Siapa wanita biadab itu!" tanya Oryza lagi. Kali ini nada bicaranya sedikit naik.

Giga yang berjongkok disampingnya menghadap Oryza, "Denger ya. Pertama, lo nggak harus ikut campur urusan gue. Dan kedua...." Giga mengambil sesuatu di kantongnya. "...ini duit buat ganti dua cup kopi yang udah menyelamatkan hidup gue."

Oryza menerima uang yang Giga berikan saat tangan Giga menyerahkan nya dengan paksa.

Giga beranjak lalu menoleh pada jalan sempit untuk memastikan agar dua orang yang sudah memberikan 'riasan' diwajahnya itu benar-benar telah pergi.

"Tunggu!" cegat Oryza.

Giga menoleh pada gadis yang tengah berdiri dan berjalan kearahnya.

"Ini kembaliannya! Lo ngasihnya kebanyakan!" Oryza menyodorkan satu lembar lima ribuan dan tiga lembar dua ribuan.

Giga menatap Oryza sejenak sebelum menerima uang itu dan memasukan dengan asal ke saku celananya. "Jiwa kasir minimarket banget lo!" lalu berlari meninggalkan Oryza yang melotot padanya.

°°°°°

"San, lo mau balik sekarang?" tanya Miguel saat keduanya tengah di tugaskan pergi ke perpustakaan.

"Emang lo mau balik kapan?"

"Gue maunya balikan sekarang."

Gerakan tangan Sandra terhenti. Matanya menatap Miguel alias sang mantan dua tahun lalu yang terperangkap dalam jadwal piket menyesatkan yang disusul Ahdiya atas rekomendasi Adam.

"Lo ngomong apa si?" Sandra menghitung buku Fisika yang telah ia ambil di rak perpustakaan. Pura-pura tak mendengar apa yang Miguel katakan.

"Maksudnya balik ke kelas. Kalo lo mau balik sekarang? Lo yang bawa buku presensinya aja. Nanti gue yang bawa buku paket Fisiknya."

Sandra mengangguk. Entahlah, hampir tiga tahun berlalu namun jika ia dihadapkan pada satu kondisi hanya bersama Miguel, itu jelas bukan ide baik saudara-saudara.

"Yaudah gue bantuin aja sini. Kasihan tangan lo kan baru terkilir kemaren." Sandra mengambil beberapa buku yang sudah Miguel tumpuk di lantai.

Miguel memperhatikan Sandra yang mulai berjalan pergi. Kemudian tak lama mengekor dibelakangnya, mengabaikan pertanyaan dalam kepalanya kenapa Sandra bisa mengkhawatirkan dirinya? Ah, emang gak boleh kalo temen khawatir gitu, El? Ah iya. Cuma temen coy! Nggak le--

Gue Giga [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang