| Part 21 |
| Lebih Menyakitkan |
Sudah hampir 23 menit Giga menghabiskan malam hari ini untuk mengobrol dengan ibunya melalui sambungan telepon. Namun sudah sekitar 15 menit ia habiskan untuk melamun dan memikirkan Oryza yang tidak mau pergi dari pikirannya. Bahkan berkali-kali Tiara menegurnya yang melamun. Giga juga beberapa kali harus bertanya ulang tentang apa yang ibunya katakan padanya.
"Kamu kenapa Giga? Mikirin apa si kamu?" mungkin ini yang dinamakan ikatan antara anak dan ibunya. Meski ibunya jauh di Bangkok. Tapi, ibunya pasti tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran sang putra.
"Hmm, nggak papa bu, Giga cuma kecapean aja, tadi Giga habis ngerjain tugas bu, tugas makalah Biologi, pokoknya pusing deh Bu," jawab Giga yang tidak sepenuhnya berbohong.
"Ibu tahu pasti kamu ada masalah," suara ibunya terdengar tenang.
Ada bu, masalah kalo ternyata Oryza masih mencintai Giga. Giga menggeleng mencoba puluhan kali untuk tidak memikirkan hal itu. "Giga kangen ibu."
"Ibu enggak tuh." Ada suara tawa di akhir kalimat ibunya.
Giga pura-pura merajuk. "Ah, ibu mah. Giga heran deh! Giga ini sebenarnya anak ibu atau anak tetangga sih!"
"Maksud ibu enggak salah lagi kalo ibu kangen Giga, makannya dengerin dulu." Tawa puas memenuhi pendengaran Giga sebelum ibunya kembali berujar, "oh iya? Ayah kamu sudah pulang?"
Giga mendongak menatap jam dinding di ruang tengah.
22:17 WIB.
"Belum bu, mungkin lagi ada acara di hotel." Giga mencoba berpikir sepositif mungkin, meski bayangan ayahnya dan si wanita lipstik cabe kini kembali diingatnya.
"Oh iya katanya Ayah akan menjemput ibu sekitar bulan depan untuk ke Jakarta, ayahmu yang meminta sendiri pada ibu, mungkin ayahmu memang sangat merindukan ibu."
Semoga saja seperti itu bu. Giga segera membenarkan posisi duduknya. "Ke Jakarta?"
"Iya, nggak lama palingan cuma dua hari. Selain karena ibu nggak bisa meninggalkan Bangkok untuk waktu terlalu lama, ibu juga mau lihat putra ibu satu-satunya yang sekarang udah sejelek apa?" Tiara tertawa lagi diujung telepon. Ya, omongan Giga yang selalu bercanda memang menurun dari ibunya.
Giga membalasnya dengan suara tak terima. "Sejelek-jeleknya Giga juga masih tetep ganteng kan, bu?"
Ibunya terkekeh.
"Oh iya ngomong-ngomong Bangkok? Gimana kondisinya kakek, bu? Nenek juga sekarang udah jarang sakit-sakitan kan? Terus Jay dan Jasmine gimana?"
"Bersyukurlah Giga, karena rejeki ayahmu lancar dan minggu ini ayahmu sudah mengirim uang yang lebih dari cukup untuk pengobatan kakek dan menunjang kehidupan ibu dan Om Mario beserta Jay dan Jasmine di sini, semuanya baik-baik saja." Ada nada bersyukur yang jelas saat ibunya selesai berbicara.
Giga terdiam. Apakah selancar itu gaji ayahnya padahal minggu lalu ayahnya juga memberikan uang untuknya?
"Ga?" panggil ibunya.
"Iya bu."
"Sudah dulu ya, kamu tidur sana gih udah malem, besok kan kamu harus sekolah."
"Giga belum ngantuk bu," padahal Giga sudah mengantuk setengah mati. Ia hanya ingin lebih lama berbicara dengan ibunya.
"Oh iya kamu kan beda tipis sama kalong sama kampret ya? Ibu lupa."
Kali ini Giga ikut tertawa dengan candaan ibunya. "Yaudah Bu, ibu tidur sana, anggap aja Giga udah ngantuk. Mimpiin Giga ya bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Giga [Completed]✔
Fiksi RemajaJika biasanya cerita dimulai dengan pertemuan manis memperjuangkan cinta. Maka cerita ini dimulai dari sebuah perpisahan dengan problematika yang ada. Giga Yudhistira Poldi. Hanya lelaki sederhana pencinta kuaci, mandiri, dan cerewetnya bikin pengin...