| Part 14 |
| Bungkam |
Sebenarnya ada dua alasan kenapa Zea meminta Giga untuk pulang kerumahnya. Pertama, bukannya memanfaatkan si kuaci ini, tapi Zea meminta Giga untuk membantu tugas resume salah satu mata kuliahnya. Kedua, Zea hanya ingin Giga bertemu Oryza. Ya, hanya bertemu. Syukur-syukur si keduanya bisa ngobrol-ngobrol manjah sembari bernostalgia lalu merencanakan untuk kembali bersama. ngarep.
"Masuk Ga, lo duduk dulu ya, gue mau ambil minum." Setibanya diruang tengah, Zea meminta sang tamu untuk duduk di sana.
"Iya bang." Si tamupun duduk manis sambil mulai memainkan ponselnya.
Satu tarikan pintu terdengar dan sebuah suara nyaring memenuhi rumah megah itu. Tanpa menolehpun Giga tahu jika itu suara milik si tuan putri.
Giga mendongak menatap lantai dua, tepat di pintu kamar Oryza. Menunggu seorang gadis cantik di balik daun pintu yang sudah terbuka dengan suaranya yang terdengar sedikit membentak.
"Ya kok lo jadi suruh gue si? Kan gue udah bilang Samuel yang input datanya? Kenapa dia bisa lepas dari tanggung jawab gitu!" Oryza menutup pintu kamarnya dan menenteng gelas kosong dengan tangan kanan yang masih menempelkan ponselnya pada telinga kanannya. Ia berjalan sedikit tergesa menuruni anak tangga, tanpa menyadari kehadiran sang mantan yang tengah menperhatikannya.
Giga yang sudah membuka mulutnya ingin menyapa Oryza mengurungkan niatnya dan cepat-cepat menunduk saat menyadari jika Oryza mengenakan kaos oblong dengan celana pendek yang memperlihatkan paha gadis itu.
Zea satu-satunya orang yang menyadari gelagat Giga. Ia tersenyum tipis melihatnya. Menurutnya, lelaki sebaik apapun belum tentu bisa menjaga mata dan kesopanannya seperti Giga.
"Ya lo ngomong ke Samuel Din, suruh dia yang ker--,"
"OZA!" panggil Zea yang baru saja mengeluarkan jus mangga dari dalam kulkas.
Oryza menoleh pada sang kakak dan matanya menangkap sosok Giga yang kini pura-pura sibuk dengan ponselnya.
Oryza yang hampir berjalan setengah tangga, buru-buru berlari menuju kamarnya dengan wajah memerah.
Zea menahan tawanya.
Sedangkan Giga hanya bersikap pura-pura tidak tahu apa-apa.
"Di minum Ga." Zea meletakan gelas esnya di atas meja.
"Nggak abang kasih racun kan?"
Zea duduk menepuk jidatnya dengan gerakan pura-pura lupa. "Yah, udah gue kasih dikit tadi, gimana dong?"
"Nggak papa bang udah biasa kok."
Zea hanya tertawa ringan.
Giga menatap aneh tiga gelas yang kini berada diatas meja. "Kok tiga bang gelasnya. Yang satu buat siapa?"
"Oryza."
Giga menengok sekelilingnya. "Mana? Orangnya kan lagi nggak ada disini?"
Zea beranjak dari duduknya. "Gue mau panggil dia bentar."
"Eh jangan bang!" cegat Giga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Giga [Completed]✔
Fiksi RemajaJika biasanya cerita dimulai dengan pertemuan manis memperjuangkan cinta. Maka cerita ini dimulai dari sebuah perpisahan dengan problematika yang ada. Giga Yudhistira Poldi. Hanya lelaki sederhana pencinta kuaci, mandiri, dan cerewetnya bikin pengin...