: 4,4 Giga : Benci

968 97 15
                                    

| Part 44 |

| Benci |

Dua hari sudah Giga lalui sejak ujian sekolah Bersamaan dengan ujian hidup yang tak kalah menguras pikirannya. Dan disinilah dia, Acara resepsi pernikahan Ayahnya.

"Ini Giga, anak saya."

Giga tersenyum senormal mungkin saat Luna memperkenalkan dirinya pada dua pria yang kini berdiri kearahnya. Entahlah, di acara resepsi pernikahan ayah dan ibu tiri iblisnya yang tidak pernah direncanakan itu dirinya harus berpura-pura ramah pada orang-orang berdasi elit yang entah menghadiri acara ini karena benar-benar ingin, atau sebagian besar hanya ingin mengadu kekayaan dan mungkin selebihnya hanya ingin bermuka dua saja.

Jika Giga punya ilmu mendeteksi isi kepala seseorang, maka ia akan lebih dulu mengetahui isi kepala Oryza. Apakah gadis itu masih mencintainya atau ti--

Tunggu.

Tidak seharusnya Giga memikirkan gadis itu bukan?

"Tampan seperti Tama," ujar salah satu pria dengan setelan tuxedo berwarna abu.

"Terimakasih." Giga hanya tersenyum. Tidak mengeluarkan guyonan atau kalimat receh seperti biasa, tidak mengatakan banyak hal yang sebenarnya tidak perlu, tidak cerewet seperti biasanya, dan terakhir tidak benar-benar berniat untuk mengeluarkan candaan dengan semua orang yang ditemuinya.

Luna melirik Giga sekilas, sorot matanya menatap Giga malas sebelum pandangannya jatuh pada dua pria disebelahnya. "Dion Wang sudah datang, mari kita datangi dia," ujarnya sebelum pergi menuju pria dengan mata sipit yang baru saja tertangkap indra penglihatannya.

Giga menatap ujung sepatu yang baru dibeli ayahnya kemarin malam.

"Lo ninggalin ponsel lo di kamar." Sean menyerahkan benda tipis di hadapan sang adik tirinya. Jangan lupakan juga wajah datarnya saat memberikan ponsel itu.

Giga mendongak dan hanya menatap ponsel itu tanpa menerimanya. "Sengaja gue tinggalin bang. Toh gak ada yang chat gue juga, gak penting gue bawa-bawa!" Giga mengedikan bahu.

Sean mengambil satu gelas minuman bening yang tergeletak entah milik siapa di sampingnya. "Yaudah, kalo gak penting gue masukin sini aja."

'PLUNG!'

Ponsel itu tercebur kedalam gelas begitu saja.

Shit. Giga buru-buru merebut gelas yang berada pada genggaman Sean dan mengambil ponsel itu.

Ponselnya masih menyala. Tapi...ini bukan ponselnya.

Giga menatap Sean yang masih bermuka datar. Lelaki yang lebih tua darinya itu menyodorkan ponsel milik Giga dari balik saku celananya.

"Aishhhh, abang! Bikin gue panik aja deh!" Giga merebut dan mengelus-ngelus ponselnya. Takut jika Sean akan melemparnya pada kolam buatan ditengah ballroom hotel itu.

Sean mengambil ponsel dalam gelas dengan warna hitam sama seperti milik Giga dengan pabrikan sama dan tipe yang berbeda. "Itu berarti ponsel lo masih penting buat lo. Mungkin di bagian bumi tertentu ada orang yang lagi nungguin pesan dari lo, atau ada sebagian orang lagi yang pengin punya ponsel kaya lo. Segala sesuatu yang menjadi milik lo, harus dijaga sebaik-baiknya." Setelah mengatakan kalimat yang cukup panjang bagi seorang Sean, ia kemudian pergi meninggalkan Giga.

Giga mendongak. Menatap punggung Sean dan ponsel yang ada di genggamannya bergantian. Yah, Sean menyadarkan dirinya pada sesuatu. Ia telah melepaskan Oryza yang sebelumnya merupakan kekasihnya. Ia gagal menjaganya. "Bang Sean, tunggu gue, mau dengerin curhatan gue nggak?"

Gue Giga [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang