Chapter 23 - Go public.

2.4K 203 2
                                        

Gue bangun pagi-pagi, karena bapak Kevin Sanjaya Sukamuljo sudah ngomelin gue dari 15 menit yang lalu karena gue yang gak bisa dibangunin.

"Iya pak bos, ini juga udah bangun," balas gue pada Kevin di telfon.

"Iya" jawab gue lesu.

Gue berjalan menuju kamar mandi, gue melihat Jorji yang masih bergulat dengan mimpinya, membuat gue iri melihatnya.

"Wangi banget dah Rin," protes Kevin saat gue masuk mobil kesayangannya.

"Jadi jadwalnya hari ini apa?" tanya gue begitu duduk disampingnya kursi kemudi.

"Nyari sarapan, terus cek tempat buat nikahan, nemenin kamu di salon, berangkat ke studio, abis itu wawancara pelatnas" terang Kevin panjang lebar, membuat gue gemas.

"Ruru tadi bangunin aku tau pas nelfon, dia buka kandangnya sendiri" cerita gue, kami berdua lagi makan mie ayam langganan anak-anak pelatnas.

"Besok udah mulai latihan lagi ya Vin, Indonesia master loh" sambung gue membuat Kevin menatap gue.

"Aku pengen jadi juara bareng kamu, nanti kita ketemu ya di podium" ucap Kevin, tangannya gak melepas genggaman tangan gue.

"Iya, kamu tungguin aku di podium ya," ucap gue dibalas anggukan dari Kevin.

Kevin lagi ngobrol sama pihak event organizer dan penyewa tempat acara pernikahan kita berdua, sedangkan gue asik main game di handphonenya Kevin.

'Ting'

Notif dari display massage Instagram atas nama,

denirawiraguna :
Hai vin, lagi kosong gak? Bisa temenin aku jalan gak hari ini? Kangen juga ternyata udah lama nggak ketemu.

Gue langsung otomatis diem waktu ngeliat notif dari Denira ini, bingung harus reaksi kaya gimana. Jadi, gue memutuskan untuk mengembalikan handphone milik Kevin ke hadapan orangnya yang lagi sibuk diskusi tema tempatnya.

Gue mencoba nutupin ketidaknyamanan yang gue rasain sekarang, gue bahkan dari tadi gak sadar kalo udah bergerak gak nyaman disampingnya, mau pulang aja, mau main sama Ruru sama Aries aja, tapi gak mau juga dibilang kekanak-kanakan karena ninggalin janji gitu aja, jadi pasrah deh disini juga.

Obrolan kita semua selesai, gue dan Kevin menuju ke salon langganan gue, Kevin yang heran dari tadi karena gue gak mencoba bicara sama dia melemparkan tatapan bingung.

"Kalo ada yang ganjil tuh cerita Karin, aku gak akan ngerti kalo kamunya juga gak ngomong," ucap Kevin pelan, sorot matanya kelihatan frustasi.

"Denira dm kamu tadi, gak sengaja aku baca, minta ditemenin, katanya kangen karena udah lama gak ketemu" jelas gue tanpa gugup, gue kan udah pernah bilang kalo gue gak mau nyembunyiin apa yang gue suka-tidak suka.

"Block aja Rin kalo kamu gak suka, aku gak akan protes kok" jawab Kevin sembari mengenggam tangan gue.

"Aku seneng kalo kamu jujur, aku juga seneng kamu cemburuin aku," lanjut Kevin sesekali mengusap lembut tangan gue.

"Aku mau tanya, kalo kamu gak yakin, gak usah jawab ya" tanya gue.

Pikiran gue terganggu sejak tadi malam dengan pertanyaan yang menguras energi, gak tau kenapa bisa-bisanya terlintas begitu aja di otak kecil gue.

"Gimana kalo aku pensiun?" tanya gue dengan satu helaan nafas, membuat Kevin tiba-tiba ngerem mendadak, mungkin kaget dengar pertanyaan gue.

"Maksud kamu?" tanya Kevin, memberhentikan mobil di pinggir jalan.

"Kevin, pikiranku, kalo kita menikah dan aku masih jadi atlit, aku ngerasa kalo aku mementingkan egoku dibandingkan kamu sebagai suami aku,"

"Maksudku, aku pengennya jadi istri yang bisa mengurus keluargaku dengan baik, aku pengen jadi ibu dari anak-anakku tanpa terpecah fikirannya, lagipula, badminton bukan satu-satunya hal yang menjadi tujuan hidupku" jelas gue, mencoba bicara lembut tentang keinginan pensiun dini gue.

"Ini beneran bukan karena pernikahan kita kan?" tanya Kevin cemas.

Gue mengenggam tangannya erat, seolah-olah meyakinkan bahwa pilihan ini memang atas kemauan diri gue sendiri.

"Nope, aku pengen buat restoran kalo aku udah pensiun, pengen fokus sama kamu sebagai ketua rumah tangga, pengen fokus seandainya nanti kita punya anak, boleh kan Vin?" tanya gue setelah dia beberapa kali menyelam ke mata gue, mencari tatapan bercanda seperti harapannya.

"Boleh, tapi kamu tetep bisa rubah pikiran kamu kapan aja kok, aku gak masalah harus menunda kehamilan beberapa tahun, aku beneran gapapa" jawabnya meyakinkan gue.

"Aku yang masalah Kevin, aku gak mau menunda itu, menurutku kehamilan adalah berkat dari Tuhan, aku tidak berhak menundanya," jelasku lagi, dihadiahi helaan nafas panjang Kevin.

"Kalo itu yang kamu pilih sebagai jalan kamu kedepannya, aku dukung terus" ucap Kevin mulai menjalankan mesin mobilnya lagi menuju salon.

Gue dan Kevin masuk ke studio, beberapa fans Kevin terlihat antusias, beberapa ada yang melempar gue dengan tatapan tajam, sebagian lagi ada yang terus senyum menatap gue.

"Gimana kabarnya Vin? Terakhir kesini beberapa bulan yang lalu ya?" tanya sang host yang diangguki kekehan dari Kevin.

"Halo Karin," sapa wanita disampingnya, membuat gue membalas ramah.

"Halo kak Fani," jawab gue.

"Gimana bro pertandingan terakhir?" tanya sang host pada Kevin.

"Puji Tuhan, kemarin menang, Minggu depan udah ada Indonesia master, jadi lagi siap-siap" jawab Kevin.

"Kalo Karin?" Tanya sang host.

"Kemarin cuma bisa sampe semi final aja, emang bukan rezeki akunya" jelasku sembari terkekeh.

"Denger-denger dari akun gosip itu, kalian pacaran ya?" Tanya kak Fani sebagai co-host.

"Aku sama dia udah lamaran kemarin di Bali, bulan depan udah official" terang Kevin seterang-terangnya, beberapa desahan kecewa terdengar nyaring mengisi studio.

"Awal kenal badminton umur berapa sih kalian?" tanya sang host.

"Aku dari umur 6 tahun udah mulai main buat lomba, tapi sukanya emang dari kecil, papaku badminton garis keras" jelas gue.

"Kalo Kevin?" tanya kak Fani.

"Kalo saya sih mulai dari umur 5 tahun, sama kaya Karin, ayah juga suka main badminton, terus mengarahkan saya yang akhirnya jadi suka juga sama badminton" jelas Kevin.

"Eh, main game yuk?" ajak kak Fani.

"Jadi, kalian harus jawab sama-sama di papan, tulis, nanti kalo aku udah bilang buka, kalian buka ya" ucap kak Fani, memberi gue dan Kevin masing-masing satu papan.

"Makanan kesukaan masing-masing?" tanya kak Fani.

Gue menulis durian di papan milik gue.

"Oke buka," suruh kak Fani.

Gue melihat tulisan di papan Kevin,
bubuk cabe.

Kami berdua baru selesai shooting, perjalanan menuju pulang ke pelatnas Cipayung untuk lanjut buat video baru sama Mbak Wid yang udah nunggu di pelatnas.

"Capek?" tanya Kevin sembari mengusap puncak kepala gue pelan.

"Ya menurut bapak?" tanya gue balik, kadang suka random abis pertanyaannya.

"Kangen Ruru sama Aries" ucap gue spontan.

"Iya ini juga bentar lagi sampe sayang," jawab Kevin.

"Ih apaan si, geli banget sayang-sayangan" jawab gue sewot, dihadiahi kekehan dari Kevin.

StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang