Di kamar gue dan Jorji, anak-anak pada lari-larian ke segala penjuru, membuat gue dan Jorji nangis sama-sama karena kelucuannya yang sudah gak bisa ditoleransi lagi.
Selama gue beres-beres beberapa barang bawaan, si Aries, anaknya Kevin dari tadi pengen dielus terus, gak kaya Ruru yang anteng di karpet bulu milik gue.
Gue, Kevin dan anjing-anjing langsung pergi ke petshop buat menyediakan berbagai kebutuhan anak-anak baru gue dan Kevin.
Kami membeli collar, kaos kaki, tempat tidur, baju, makanan, tempat makan, tempat minum, sisir, blower, cotton bud, pasir, dan berbagai kebutuhan untuk anjing puppies seperti susu formula, persis seperti persiapan orangtua waktu mau punya anak.
"Kemarin sebelum pulang, mama bilang ke aku," ucap Kevin saat gue asik gendong Aries, sedangkan Ruru asik tiduran di tengah-tengah kita berdua.
"Keluarga kamu udah setuju" lanjut Kevin.
"1 bulan lagi kita nikah," lanjut Kevin membuat suasana hening seketika.
"Jadi, Karin, ayo buat hubungan kita go public" ucap Kevin mengenggam erat tangan gue yang sedang tidak gue gunakan untuk mengelus Aries.
"Oke" jawab gue dengan senyuman mengembang, artinya Kevin mau dan bersedia berkomin sama gue.
"Vin berhenti" ucap gue saat melihat seorang kakek tua renta yang badannya membungkuk sedang mendorong sepeda berisi beberapa koran.
"Kenapa?" ucap Kevin terheran-heran melihat gue yang selalu tiba-tiba ada aja maunya.
Gue langsung turun tanpa menjawab pertanyaan Kevin, mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan di dompet hitam gue.
"Kek, jualan koran?" tanya gue saat melihat nafasnya tersengal-sengal.
"Iya neng, dari tadi orang gak mau beli, katanya udah bisa pake hp, gak usah beli koran sama Abah" ucapnya sembari mengusap peluh yang menetes.
"Tinggal sama siapa bah?," tanya gue sembari membantu Abah mendorong sepeda tuanya ke tempat teduh.
"Sama istri neng, anak Abah udah pada berkeluarga, jauh jauh," ucapnya sembari duduk.
"Bentar ya bah" ucap gue, si Abah mengangguk.
Sedangkan, Kevin yang berada di dalam mobil hanya bisa terdiam kagum melihat Karin sembari menepikan mobilnya. Kevin benar-benar membeku kagum dan kaget karena tingkah gadisnya satu itu.
Gue membeli air minum juga 2 bungkus nasi Padang yang berada disampingnya warung, pergi tergesa-gesa menuju Abah yang asik mengipasi dirinya dengan kopiah ditangannya.
"Abah, nama saya Karin, puji syukur lagi ada rezeki, dimakan ya bah, ini juga ada rezeki sedikit" ucap gue sembari memberinya bungkusan makanan juga beberapa lembar uang.
Abah terdiam, matanya berkaca-kaca, menerima uangnya dengan gemetar sembari berkata,
"Neng, ini banyak banget neng," ucap Abah sembari mengusap air matanya.
"Enggak bah, gak banyak, itu rezekinya Abah," jawab gue.
"Abah bisa beliin emas ibu neng setelah sekian lama mas kawin dijual buat makan," ujarnya senang, matanya berbinar-binar membuat hati gue menghangat mendengar ucapan Abah yang semangat.
"Abah boleh tau rumahnya dimana? Siapa tau Karin boleh ketemu ibu?" Ucap gue yang dijawab dengan alamat.
Gue pergi dari hadapan Abah ke Kevin yang markirin mobilnya dipinggir jalan. Gue tadi sempat ngobrol sebentar sama Abah, namanya Abah Cecep, umurnya 72 tahun, istrinya pernah kena stroke tapi sembuh beberapa tahun terakhir, membuat gue tersenyum senang mendengar kabar bahagia kalo istri Abah sembuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Story
Fanfiction𝐈𝐟 𝐢 𝐜𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐠𝐢𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐨𝐧𝐞 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐢𝐧 𝐥𝐢𝐟𝐞, 𝐢 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐠𝐢𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐡𝐞 𝐚𝐛𝐢𝐥𝐢𝐭𝐲 𝐭𝐨 𝐬𝐞𝐞 𝐲𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞𝐥𝐟 𝐭𝐡𝐫𝐨𝐮𝐠𝐡 𝐦𝐲 𝐞𝐲𝐞𝐬, 𝐨𝐧𝐥𝐲 𝐭𝐡𝐞𝐧 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐲𝐨𝐮 𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐳𝐞 𝐡𝐨𝐰 𝐬𝐩𝐞𝐜𝐢𝐚...