David Jung
Putra kedua mereka tumbuh dengan baik. Ia bertingkah seperti bayi kebanyakan. Menangis setidaknya sekali di setiap malam, memaksa Jiyeon atau Jaehyun terjaga untuk menemaninya bermain sebelum kembali terlelap, tidur hampir delapan belas jam dalam sehari, rewel, berceloteh dengan tidak jelas, merengek meminta ASI.
Rumah kecil yang Jaehyun persembahkan untuk Jiyeon terasa semakin riuh. Lami yang lembut dan pengertian selalu membantu Jiyeon mengurusi David semampunya. Seperti saat tengah berganti popok, Lami akan di sana untuk bermain dan mengalihkan perhatian adiknya agar tidak rewel.
Memasuki usia enam bulan, David mulai diberikan makanan pengganti ASI secara bertahap. Lami terkadang ikut menyuapi bubur buah lembek bercampur ASI pada adiknya. Atau terkadang mereka akan bermain saat Jiyeon sibuk memasak untuk makan malam. Lalu berakhir tertidur di sisi satu sama lainnya.
Di suatu malam saat bulan purnama penuh, Jiyeon terbangun karena isak tangis David. Mengurus bayi di tiga bulan pertama memang tahap yang paling sulit, tapi bukan berarti setelahnya akan menjadi lebih mudah.
David tipikal bayi aktif dan cukup banyak bergerak. Tidak seperti Lami yang tenang, mengurusi David seorang rasanya jauh lebih melelahkan.
Jiyeon menatap suaminya yang tampak terlelap nyenyak. Buru-buru bangun agar suara tangis David tidak mengganggu sang ayah. Bisnis Jaehyun belakangan berkembang pesat. Lelaki itu terlihat lebih sibuk meski sudah dapat mengatur waktu untuk keluarganya dengan baik.
Terkadang Jaehyun membawa pekerjaannya pulang, lalu mengerjakannya kembali usai Lami dan David tertidur. Jiyeon jadi merasa tidak tega padanya. Kantung mata lelaki itu mulai tampak mengerikan. Dia pasti sangat kelelahan.
Memasuki kamar David, Jiyeon segera menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukan. Memeriksa popoknya yang ternyata belum penuh, lalu mengayunkannya dalam dekapan hangat, memberikannya ASI agar terlelap lebih cepat.
“Bwa!” David meletakkan jemari kecilnya pada wajah Jiyeon.
“Bwabwawawaawaaa..”
Ocehan itu membuat Jiyeon terkekeh kecil. Diraihnya jemari David, ditatapnya bayi mungil itu dengan mata teduh meski terlihat lelah. Dikecupnya, lalu Jiyeon tersenyum puas saat David menggenggam jarinya dengan jemari kecil yang lucu.
“Adek jangan ribut ya, kasian ayah nanti bangun.”
David masih mengoceh. Sesekali berhenti saat Jiyeon mengecup pipinya gemas. Namun tiga puluh menit sudah berlalu dan matanya justru tampak semakin nyalang.
“Adek nggak mau tidur? Bunda ngantuk nih.”
Suara decitan pintu membuat Jiyeon menoleh. Jaehyun menatapnya dari ujung ruangan dengan mata lelah, namun penuh pengertian.
“Kamu juga nggak mau tidur? Matanya udah keliatan capek banget nih.”
“Aku ganggu ya, kak? Maaf, si adek lagi rewel belakangan ini.”
Jaehyun mengusak rambutnya yang mencuat kemana-mana, ikut duduk di samping Jiyeon. Lelaki itu meraih David dan menggendongnya dalam dekapan hangat.
“David juga anak kakak, kakak punya tanggung jawab buat ikut ngejagain si adek. Kamu sendiri pernah bilang, kamu nggak butuh materi, tapi waktu. Kalau David rewel, kamu bisa bangunin kakak. Bukannya maksain diri sendiri. Kamu juga bisa capek. Tanggung jawab ini bukan cuma punya kamu sendiri, sayang.”
Jiyeon merapat dan memeluk tubuh Jaehyun dari samping sementara lelaki itu masih sibuk menimang David yang tampak mulai tenang.
“Tapi kakak pasti udah capek kerja seharian.”
“Kamu juga kerja. Kamu ngurusin rumah, ngurusin kakak dan anak-anak sebelum kakak pulang. Lebih capek siapa?”
Gelengan lembut menyapa indra perasa Jaehyun. Pundaknya terasa berat, Jiyeon bersandar nyaman disana. David sudah terlelap dalam dekapan Jaehyun, lalu ia melingkarkan lengannya pada bahu Jiyeon, membawa sang istri semakin dekat.
“Inget komitmen kita sama Tuhan?” tanya Jaehyun lembut.
“Through ups and downs, joy and sorrow.”
“Through difficult, tired, hard and happy times. Jangan lupa, kamu selalu punya kakak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Way Back Home | Jung Jaehyun
RomanceIs it possible for home to be a person and not a place?