Lantunan lagu pernikahan mengiringi langkah pelan Jaehyun, menggandeng jemari sang putri untuk ia serahkan pada calon menantunya pagi itu. Lelaki berumur setengah abad yang masih tampak gagah itu terlihat amat tenang. Meski jauh di dalam hatinya, ia merasa begitu berkecamuk hebat.
Pagi itu adalah tanggung jawab terakhir Jaehyun terhadap Lami, putri kesayangannya.
Sesaat setelah pendeta mengesahkan janji pernikahan, Lami dan Jisung bersimpuh di kaki kedua orang tua mereka. Proses itu penuh air mata. Baik Jiyeon maupun Lami seolah sangat terbawa emosi. Sementara Jaehyun hanya sesekali mengusap air mata, tak ingin sang putri melihat kesedihan yang menderanya setelah melepaskan tanggung jawab yang sesungguhnya tidak pernah ingin ia lepaskan.
Segalanya tampak jelas saat pesta pernikahan Jisung dan Lami diadakan sore hingga malam harinya. David menggandeng seorang gadis yang kemudian Jaehyun tau bernama Allin Cho. Gadis itu tampak lugu dan lemah lembut. Seolah apa yang David cari dari seorang gadis adalah apa yang selalu ia lihat ada pada bundanya.
Mereka sudah menjalin kasih, David mengakuinya seperti itu. Maka dari sana segalanya terasa jauh lebih jelas. Bahwa ada masa depan yang menakutkan yang akan Jaehyun hadapi usai ia melepaskan Lami pagi itu, yaitu melepaskan tanggung jawab terakhirnya terhadap si bungsu yang pemberani.
Tiga tahun usai pernikahan Lami, David akhirnya meminta izin untuk menikah pula.
Jaehyun, tidak dapat menolak melihat betapa potensialnya Allin membahagiakan putranya di hari-hari mereka bersama. Jaehyun mendatangi rumah calon menantunya, meminta Allin untuk si bungsu kepada orang tua si gadis.
Lalu pernikahan direncanakan untuk enam bulan kedepan.
Jaehyun masih ingat di suatu siang saat Jiyeon sedang sibuk mengurusi masalah pernikahan David, sang istri jatuh luruh mengikuti arah gravitasi. Membuat seluruh mata panik bukan main. Tiga bulan menjelang pernikahan si bungsu, sang istri terkena vonis serviks stadium tiga.
Dokter bilang, luka rahim yang dulu pernah Jiyeon terima mengalami infeksi jangka panjang. Dan itu, menjadi pemicu penyakit lainnya untuk muncul. Yang membuat Jaehyun kemudian frustasi adalah, wanita tercintanya itu tidak menginginkan pengobatan apapun. Ia menolak melakukan kemotherapi.
Jiyeon bilang, tubuhnya tidak sekuat itu untuk menerima obat.
Jaehyun pikir itu ada benarnya. Tapi logika menolaknya untuk setuju. Karena lantas jika tidak melakukan kemotherapi, bagaimana sang istri akan sembuh?
“Mii.. enmiiii..”
Jiyeon terkekeh kala melihat Sora, putri pertama Jisung dan Lami sudah melambai-lambai padanya. Putri pertamanya datang beserta sang suami. Ekspresi Lami tampak muram menatap tubuh bundanya yang sedikit mengalami penurunan berat badan. Tapi ia tidak ingin menangis. Ayah bilang, mereka semua harus kuat untuk sang bunda.
Jisung hanya mampu memberikan support moril. Merangkul pundak Lami, mengusapnya lembut saat mereka berdua menyaksikan bagaimana bahagianya sang bunda bermain dengan cucu sematawayangnya.
“Bunda nggak kemotherapi aja?”
Pertanyaan itu terlontar saat mereka semua tengah berkumpul di ruang rawat Jiyeon. David yang semenjak kedatangannya selalu menunduk seketika mengangkat kepala melihat sang kakak.
“Bunda nggak kuat, sayang.” jawab Jiyeon lembut.
“Bunda belum coba, kenapa nyerah duluan?”
“Kak—“
“Bunda pasti kuat. Selama ini bunda wanita paling kuat yang kakak kenal.”
David sudah berdiri menatap tajam sang kakak saat tangannya ditahan bunda. Jiyeon tersenyum, menatap Lami penuh pengertian.
“Kakak juga anak bunda yang paling kuat. Tapi kuatnya setiap orang ada batasannya, sayang. Bunda nggak butuh apa-apa lagi. Bunda udah lihat kakak nikah, nemenin kakak melahirkan, lihat cucu bunda yang lucu. Ini sebentar lagi, udah nganterin si adek buat nikah juga. Bunda nggak butuh apa-apa lagi.”
“Tapi kita semua butuh bunda!”
Isak tangis Lami tak terbendung. Keempatnya berakhir berpelukan erat, menyisakan Jisung yang menggendong Sora menjauh, juga Allin yang memberikan spasi pada David untuk memiliki waktu bersama ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Way Back Home | Jung Jaehyun
RomanceIs it possible for home to be a person and not a place?