Di suatu pekan saat David menginjak umur tiga tahun, putra kedua Jiyeon itu lebih sering menangis atau memekik geram karena gerakannya yang mulai luwes. David aktif berlarian kesana kemari seolah tenaganya tak pernah habis. Lalu di suatu siang, suhu tubuh David meningkat.
Jiyeon berusaha menenangkannya. Memberi mainan, membawanya menuju kamar, bahkan memeluknya seharian agar David lebih tenang agar Jaehyun tak terganggu karena lelaki itu tampak sedikit uring-uringan memikirkan masalah yang terjadi di kantor semenjak beberapa hari belakangan.
“Ji, please..”
Jiyeon menatap Jaehyun yang menyembulkan separuh badan dari ruang kerjanya. Itu adalah teguran yang ke sekian dalam sehari. David terlihat semakin rewel hari itu, sementara Jaehyun sudah tidak keluar dari ruangannya sejak semalam.
“Iya kak, David susah tenang. Masih rewel.”
Jaehyun memijit pangkal hidungnya lalu menatap Jiyeon lelah. “Coba bawa ke kamar, atau kemana gitu. Pelase, kakak pusing banget nggak bisa mikir kalau David nangis terus.”
Meski sedikit kecewa, Jiyeon mengangguk dan memaksa David untuk bergabung dengannya di dalam kamar. Tapi bocah lelaki itu masih belum mau diam, David berhenti menangis setelah hampir tiga puluh menit dan berakhir tertidur.
Saat jam menunjukkan pukul lima, Jaehyun mendongak dari tidur singkatnya. Berkas dan kertas-kertas berserakan tidak beraturan di atas meja. Jaehyun mengusap tengkuknya kelelahan.
Ia baru saja pulang dari luar kota dua hari yang lalu dan segera mengurusi masalah kantor. Seorang investor kabur dan tentu saja itu berpengaruh besar terhadap bisnis yang ia kelola.
Melirik jendela, Jaehyun menemukan matahari yang sudah mulai bergerak menuju peraduannya. Kening lelaki itu berkerut, suasana rumah terasa begitu tenang. Padahal beberapa jam yang lalu anak-anak masih sibuk bermain dan ribut.
Jaehyun memutuskan untuk keluar dari ruangan dan tidak menemukan siapapun. Langkah kaki membawanya menuju ruang makan. Kepala Jaehyun sudah sedikit pusing, ia baru menyadari jika sendirinya belum memakan apapun semenjak pagi. Padahal Jiyeon sudah sangat khawatir memintanya berhenti sejenak dan mengisi tenaga, namun mereka berakhir saling bersitegang dan Jaehyun tetap pada pendiriannya untuk menyelesaikan pekerjaan.
Beberapa makanan tersaji di atas meja makan membuat Jaehyun semakin menyadari jika ia mungkin sudah terlalu egois meninggalkan kewajibannya untuk menjaga diri sendiri demi melindungi keluarga.
Kini pikiran itu membuat kepala Jaehyun semakin berdenyut nyeri. Ia menopang tangan di atas meja dan duduk perlahan. Kemudian menyadari ada sticky notes kecil yang tertempel pada gelas berisikan jus jeruk di depannya.
‘Aku ke rumah sakit sebentar, ya, kak.’
Rasa bersalah dan cemas langsung menggerogoti perasaan Jaehyun. Buru-buru ia berjalan menuju ruangan kerja, mencari ponsel guna menanyakan keberadaan Jiyeon. Namun urung karena pening hebat yang semakin melanda.
Pada akhirnya Jaehyun memilih duduk di sofa karena merasa bumi sudah berguncang terlalu kencang kini. Lalu terlelap di sana.
“Bunda, adek bangun?”
“Iya. Kakak ke meja makan sendiri dulu, ya? Bunda liatin adek sebentar di kamar.”
“Ayah?”
“Ayah juga lagi butuh tidur, sayang. Kecapean.”
Jaehyun terbangun saat suara memekakkan David terdengar. Kepalanya masih terasa pusing namun kain kompresan kecil pada kening membuat Jaehyun sadar jika ia sempat tak sadarkan diri namun Jiyeon sudah merawatnya dengan baik.
Sang istri juga sudah mengganti baju dan celana miliknya. Saat melirik jam, lelaki itu mendesah berat karena hari sudah larut.
“Kak? Gimana? Masih pusing?”
Jemari Jiyeon dengan lincah mendarat pada kening Jaehyun. Wanita itu seolah lupa jika Jaehyun sudah mengabaikannya berhari-hari juga mungkin mengeluarkan kata-kata yang berpotensi menyinggungnya.
Jiyeon tampak kewalahan karena David terlihat semakin rewel dan terisak dalam gendongannya.
“Jangan gerak dulu, kak. Istirahat.”
“Dave kenapa?” Jaehyun bergerak duduk, bersandar pada headboard dan berbicara dengan suara serak.
“Demam. Udah minum obat, tapi masih rewel.”
Isakan David terdengar semakin kencang. Dari tempatnya duduk, Jaehyun melihat putranya itu menggapai-gapai meminta digendong. Bola matanya berair dan tampak kelelahan.
“Sini, coba kakak gendong.”
“Jangan ih. Kakak juga lagi sakit. Dave lagi rewel banget, nanti kakak kerepotan.”
“Sebentar, sayang.”
Ragu, namun Jiyeon tetap menyerahkan David pada Jaehyun. Lelaki itu terlebih dahulu membuka tshirt miliknya dan melepaskan baju David. Jaehyun memeluknya skin to skin, membiarkan putranya mengalungkan tangan pada lehernya. Lalu menarik selimut hingga menutupi tubuh david.
Surprisingly, tangis David mereda dalam hitungan menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Way Back Home | Jung Jaehyun
RomanceIs it possible for home to be a person and not a place?