Volens

3K 572 12
                                    

“Ayah, Bunda..”

Jaehyun masuk usai menerima salam, langkah kaki membawanya berhenti di sebuah ruangan besar penuh dengan kaca dan tirai juga ornamen khas hitam putih yang sangat kentara.

“Orang tua kamu udah fitting?”

“Udah, yah. Tinggal Ayah, Bunda sama Bavid. Besok giliran aku dan Lami.”

Jaehyun mengangguk paham.

Pada akhirnya Lami buka suara dan menerima lamaran Jisung tak beberapa lama usai perdebatan besar mereka. Tiga bulan yang lalu, dan kini Jaehyun sudah dipusingkan dengan segala urusan pernikahan putri pertamanya. Terlebih, Jiyeon begitu ingin ikut campur membantu ini itu. Membuat Jaehyun takut tubuh rapuh sang istri akan semakin rapuh.

Jiyeon memang sedikit tidak enak badan belakangan ini. Tubuhnya sering kelelahan, tapi tetap saja menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Jiyeon tetaplah Jiyeon yang seringkali bertahan dengan kekeras-kepalaannya.

Hari besar itu akan datang dalam waktu kurang dari satu bulan lagi. Banyak yang berubah di rumah mereka semenjak Lami memutuskan untuk menikah. Jiyeon terlihat semakin sering melamun, sementara David juga sudah mulai sibuk dengan tugas akhirnya di perkuliahan.

Di suatu malam saat purnama hampir penuh, Jaehyun menemukan Jiyeon tengah menatap kamar kecil yang memiliki connecting door dengan kamar utama. Itu adalah kamar saat Lami dan David masih balita. Kini, ruangan itu sudah dirubah menjadi ruang kerja milik Jiyeon juga perpustakaan.

Sang istri duduk di dekat jendela, mengusap penuh kasih sebuah foto Lami saat gadis kecil mereka masih berumur tiga hari. Saat itu, Jiyeon masih koma. Lami berada dalam dekapan Jaehyun. Ekspresi Jiyeon tampak sendu, dan Jaehyun sangat mengerti apa yang istrinya rasakan.

Bukan hanya Jiyeon. Bahkan Jaehyun sendiri pun merasakan hampa yang membuatnya seringkali berdiam diri, memikirkan bagaimana hidupnya tanpa Lami setelah sang putri menikah. Karena tepat setelah ia mengikat janji pada Tuhan, tentu Jisung akan memboyong putrinya itu untuk memasuki kehidupan baru.

Melepas Lami, sama sulitnya seperti melepas Jiyeon. Rasanya, Jaehyun tidak akan pernah rela memberikan tanggung jawab untuk melindungi gadis terkasihnya itu pada siapapun dalam hidupnya.

Tapi ia juga berusaha untuk menjadi realistis dan menguatkan Jiyeon. Bahwa mereka berdua tak bisa selamanya bersama Lami. Gadis kecil mereka masih memiliki masa depan yang panjang. Yang suatu hari nanti, akan ia lewati tanpa Jaehyun dan Jiyeon lagi di dunia ini.

Dan Jisung, adalah pelindung terbaik yang mereka percaya untuk melanjutkan tanggung jawab membahagiakan Lami hingga nanti.

“Sayang..”

Jiyeon menoleh. Ada genangan air di pelupuk matanya, namun wanita itu tersenyum lirih. Jaehyun mendekat, mengusap pundak Jiyeon hingga sang istri menutup buku album masa kecil putra-putri mereka dan bergeser memberikan Jaehyun tempat untuk duduk.

Kamar itu masih temaram, cahaya dari rembulan yang bersinar terang masuk lewat celah kaca, menyapa permukaan wajah Jiyeon yang perlahan tenggelam dalam dada Jaehyun juga dalam pelukan hangatnya.

“Aku seneng, tapi juga merasa kehilangan, kak.”

Suaranya terdengar parau, Jaehyun memeluknya semakin erat.

“Kakak juga, sayang. Tapi justru disini letak tugas kita sebagai orang tua, mengantarkan si kakak ke kebahagiaannya yang lain. Kakak nggak mungkin sama kita terus, kan? Dia punya kehidupannya sendiri, dan kita harus tetap dukung apapun keputusannya.”

“Kita masih bakal sering ketemu si kakak kan?”

“Hm-m. Nanti kita sering berkunjung ke rumah baru mereka. Gak apa-apa, lama-lama nanti pasti terbiasa. Sekarang kamu boleh nangis sepuasnya, tapi besok udah nggak boleh lagi ada air mata sedih, ya? Kita harus bahagia untuk kakak.”

Jiyeon mengangguk, namun tak mampu menahan air matanya yang tumpah. Bagi keduanya, melepas Lami adalah hal paling sulit di sepanjang mengarungi kehidupan berumah tangga bersama.

[✔] Way Back Home | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang