Perpisahan Yang Sebenarnya!

274 24 0
                                    

Aku ingin mengutuk diriku sendiri. Sungguh ini sangat menyakitkan! Apa yang harus aku lakukan jika semuanya terjadi dan sungguh sudah sangat terlambat?

"Ini bukan salahmu. Tenangkan dulu hatimu dan beristirahatlah sejenak. Kalau mbak Alif sudah sadar, nanti kak Zaki kasih tahu" aku pun akhirnya meninggalkan ruang tunggu yang berada di depan UGD. Aku berjalan gontai, entah ke mana tempat yang hendak ku tuju. Aku kembali mengingat hari ini, kejutan yang sungguh membuatku terkesan, hingga kejadian yang tak tak akan pernah ku lupakan selamanya!

--FlashbackOn

Aku berjalan meninggalkan Madrasah, dan tiba-tiba kak Zaki memanggil namaku.

"Dek Salim! Dipanggil bu Amel!" teriaknya karena hujan semakin deras. Aku berbalik badan dan kak Zaki menghampiriku.

"Ayok, bu Amel mau ngomong sesuatu" ucapnya yang membuatku semakin takut. Aku memang tidak mengambil uang itu, tapi kenapa aku juga takut jika dimarahi bu Amel?

"Salim takut kak" aku kembali menangis dan kak Zaki giliran menarik tanganku. Hatiku berdesir pilu, apa ini yang namanya jatuh cinta, dalam seketika dijatuhkan dari langit tertinggi?

"Ayo, nggak papa kok. Kak Zaki yakin bu Amel nggak marah" dia mulai berjalan dan aku mau tak mau mengikutinya dari belakang, dan jadilah kami satu payung berdua walau dia tetap basah karena jarak kami tak sedekat yang seharusnya.

Saat kami memasuki lorong Madrasah, aku menjatuhkan payung pemberian kak Zaki. Mataku membulat tak percaya. Aku segera melepas genggaman kak Zaki dan berlari menghampiri seseorang yang tengah duduk menatap hujan.

"Mbak Aliiiifff!!!" aku berhasil memeluknya dari samping.

"Kenapa mbak Alif di sini? Mbak Alif masih sakit kan? Ayo Salim anter ke Rumah Sakit!" aku memeluknya lebih erat, mbak Alif mengelus bahuku pelan. Jujur, aku sangat takut kehilangan dia. Walau terkadang sangat menjengkelkan kalau mbak Alif menyuruhku seperti ini dan seperti itu, aku baru menyadari kalau ternyata aku sangat menyayanginya.

"Jangan sakit mbak!" lirihku di sela tangis.

"Eh, kok nangis sih? Ayo, katanya dipanggil bu Amel? Jangan nangis ah, jelek!" aku mengendurkan pelukan itu dan menatap mbak Alif yang berwajah pucat.

"Biarin. Wlee!" aku menjulurkan lidah namun tetap tak dapat menghentikan tangis. Mbak Alif berdiri dan mengajakku untuk menemui bu Amel.

"Mbak Alif percaya sama Salim kan? Salim nggak mungkin ambil mbak! Percaya kan?" ucapku mengisi kesunyian lorong Madrasah. Hujan sangat deras dan tak banyak orang yang masih di sini.

"Iya, mbak Alif percaya kok. Mana mungkin adek mbak Alif yang manis ini ngambil uang yang bukan miliknya? Eh iya Zak, kamu beneran nggak bisa menuhin permintaan aku?" aku sedikit kesal mbak Alif membahas hal yang akhir-akhir ini menyakitkan bagiku. Kenapa mereka membicarakannya di depanku?

"Maaf Lif, ..."

"Oke, tak apa. Tapi, aku minta satu hal lagi" mbak Alif menghentikan jalannya. Aku pun ikut berhenti.

"Jangan pernah menyesal di kemudian hari, jika sesuatu tak dapat kau raih di masa lalu!" mbak Alif menarik lenganku agar mendekat padanya, dan mulai berjalan lagi.

.

.

.

.

Kok kayaknya sepi?

.

.

Aku celingak-celinguk memandang sekitar.

.

.

.

.

.

.

Kemana semua orang?

.


.

.


.

.






.

"Kejutaaannn!"

Aku kaget saat memasuki kelas. Memandangi sekitar yang membawa balon warna-warni. Risti membawa roti brownies kesukaanku yang dibuat tingkat serta tertahta lilin dengan angka 17. Ouh, aku sampai lupa kalau hari ini aku berulang tahun? Aku kembali dibuat menangis kali ini. Apakah uang kas juga hanya permainan mereka? Ini sungguh membuatku ingin menangis lagi dan lagi saat mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku. Kemudian disusul lagu tiup lilin. Diam-diam aku berdo'a.

Semoga di suatu masa ada seseorang yang menggenggam tanganku dan tak akan melepasnya meski dunia memisahkan kami. Dan dia adalah seseorang yang akan menjadi pelabuhan terakhir cintaku, menuntunku pada Dia untuk mencari Ridho atas segala hal yang tak dapat kami raih. Amiin.

Aku meniup lilin itu, semua orang bertepuk tangan. Dan aku mengambil salah satu brownies itu hendak memberikan suapan pertama untuk mbak Alif, namun, ...

Deghhh!!!

Darah?

Jangan lagi Yaa Allah! Aku kembali menitikkan air mata kemudian mengusap darah itu dari hidung mbak Alif, dan tanpa terduga mbak Alif jatuh tak sadarkan diri.

"Mbak Aliiiiffffffffffff!!!!!" sungguh ini menyakitkan! Aku tak mau kehilangan orang untuk ke sekian kalinya! Jangan lagi Yaa Allah! Jangan seperti ini lagii!!!!! Mbak Aliiiff, jangan tinggalkan Saliiimmm!!

--FlashbackOff

***

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sebagian part dihapus ;)

Takdir Tersembunyi 1 & 2 [SUDAH TERBIT✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang