1.1 DOV

13.4K 865 10
                                    

Matahari pagi sudah mencuat ke atas, Yehana memasang sepatu ketsnya, bersiap untuk berangkat kerja. Make up tipis yang melekat di wajahnya seakan mengembalikan wajah remaja milik gadis tersebut.

"Yehanaaaa!"

Suara itu membuat Yehana mendongak, bibinya melambai-lambaikan tangan ke atas sambil tersenyum cerah, seolah mengalahkan kilau sinar matahari. "Bibi?!" Yehana sedikit terkaget, namun selebihnya gadis itu merasa senang, ia merindukan kakak dari mendiang ibunya itu. Sebuah motor tua berhenti di halaman rumah kos yang Yehana tinggali.

Grace segera turun, "Kau mau kemana?" Tanyanya.

"Aku ingin berangkat kerja Bi, bibi dan paman kenapa tidak bilang kalau mau kemari?"

Paman Yehana ikut turun, "Ini mendadak Yehana, seseorang mengirim surat hari ini, surat itu berisikan undangan makan malam untuk aku, Grace, dan kau." Jelas Reyhan, paman Yehana.

Yehana mengkerutkan dahi, "makan malam? Siapa?"

"Entahlah, tak ada nama pengirimnya. Mungkin peresmian restoran..." jawab Grace, mendengar jawaban polos dari bibinya membuat Yehana menghela nafas, "Bibi, jangan terlalu mudah percaya. Jaman sekarang orang orang banyak yang jahil, kita tidak tahu siapa pengirim surat undangan itu, 'kan? Bisa saja itu penjahat." Jelas Yehana.

Reyhan menggeleng, "kalau memang surat itu di kirim oleh penjahat, memangnya mau apa dia dari orang miskin, tua dan renta seperti aku dan bibimu Yehana?" Tukas Reyhan, "kita cek dulu, lagipula tempatnya di Restoran, pasti ramai orang di sana."

Yehana kembali menghela nafas sambil tersenyum tipis, "Baiklah, tapi aku tidak bisa ikut paman... kalau ada hal yang mencurigakan nanti, telfon saja aku atau polisi." Ucap Yehana,

"Yehana, kau harus ikut..." Grace menahan lengan Yehana yang ingin melangkah menjauh dari keberadaannya,

"Bibi... aku tidak bisa, aku baru di terima kerja kemarin dan itupun dengan cara yang susah payah, tidak mungkin kan kalau di hari kedua saja aku sudah membolos?" Ucap Yehana lalu tersenyum, "percayalah, aku sebenarnya ingin sekali ikut. Tapi, tidak bisa... maaf."

"Ayolah Yehana... kali ini saja, bibi mohon padamu ...."

Yehana menatap bibinya yang tampak memelas, kemudian menatap jam tangan yang membalut lengan kanannya, sudah jam 10:13 a.m hanya tersisa 17 menit sebelum jam kerja gadis itu mulai. Ponsel Yehana berdering, ia melepaskan tangan Grace dari lengannya. "Sebentar Bi," Yehana membuka tas, mengambil benda persegi kecil yang terus berdering dari dalam sana.

"Ya, halo pak..." ucap Yehana sopan.

"Libur? Kenapa?" Tanya Yehana heran, tiba-tiba pemilik butik tempatnya bekerja menyuruh dirinya untuk libur, "Baiklah, tapi aku tidak di pecat, 'kan?" Tanya Yehana was-was, beberapa saat kemudian dia tersenyum.

"Baiklah, terimakasih pak."

Yehana memutus sambungan telfonnya, "baiklah, aku bisa ikut paman dan bibi." Yehana tersenyum.

oOo

Suasana ramai meyambut kedatangan Yehana bersama paman dan bibinya, mereka tiba di halaman besar sebuah restoran berbintang.

"Bi, apa ini sungguhan?" Tanya Yehana.

"Entahlah, setelah melihat tempatnya bibi menjadi ragu..." jawab Grace, "apa kita pulang saja?" Tambah Reyhan.

"Sebaiknya begitu... rasanya tidak mungkin undangan itu sungguhan kalau di tempat mahal seperti ini,"

Sekumpulan pria berjas melintas di hadapan Yehana, "Kita belum bisa mulai, keluarga Ardita belum datang, bahkan tak satupun dari mereka yang datang." Ucapnya, mendengar percakapan itu membuat Yehana mengkerutkan dahi, ia menghampiri lima orang pria yang tak jauh dari tempatnya berada.

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang