2.8 DOV

5.2K 426 32
                                    

Damirn keluar dari ruang operasi, setelah bersalaman dengan beberapa perawat karena operasi yang di pimpinnya hari itu berhasil, ia hendak menuju ruangannya, namun baru saja melangkahkan kaki beberapa kali, dua orang perawat berlari dengan tergesa menuju dirinya.

"Dokter! Nona Amily, dia di atap Rumah sakit!" Mata Damirn membesar, "jangan main-main! Amily lumpuh, bagaimana bisa dia berada di atap?!" mata Damirn menyala, membuat kedua perawat itu menelan ludah,

"Itu..."

Tak mau menunggu jawaban dari perawat tersebut, Damirn segera bergegas menuju ruangan Amily,

Kosong.

Tak ada satupun orang di sana, hal itu membuat Damirn panik, segera ia berlari menuju lift, selang beberapa saat, ia sampai di lantai paling atas, Damirn berlari menuju pintu. Di sebalik pagar pembatas, Amily berdiri tanpa tongkat dan itu sangat-sangat membuat jantung Damirn berdetak cepat.

"AMILY!!!"

Gadis dengan umur sembilan belas tahun itu menoleh kearah Damirn, begitu pula dengan beberapa perawat dan seorang dokter spesialis tulang yang berada tak jauh dari Amily, "Jangan mendekat, kak!" seru Amily, airmata mengalir di pipinya, meski sudah mendapat larangan seperti itu, Damirn tetap mendekat sorot matanya tajam, Amily melepas satu tangannya,

"Kalau kakak masih mau mendekat, aku akan lompat sekarang juga!"

Ancaman Amily berhasil membuat Damirn menghentikan langkah, "Jangan main-main Amily, kau bisa benar-benar jatuh ...." ucap Damirn, Amily menatapnya. "Kenapa kakak berbohong?" airmata Amily kembali terjatuh, "kenapa kakak bilang kalau aku bisa sembuh?! kenapa kakak bilang kalau tak lama lagi kakiku akan bisa berjalan kembali, kenapa kak?! Kenapa?!"

Damirn terdiam, ia menoleh kearah tiga orang di sampingnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan, ia lalu kembali menatap Amily, "Kakak tidak berbohong, kau bisa sembuh dan akan segera sembuh Amily, kau hanya perlu bersabar sedikit lagi,"

"Bohong!" tukas Amily tak percaya, "Aku sudah dengar semuanya kak, penyakitku tidak bisa di sembuhkan. Dan dengan jahatnya kakak mengatakan kalau aku bisa sembuh, kenapa kakak tega memberiku harapan palsu? Apa kakak tahu, aku menderita selama ini, bahkan kadang aku berfikir kenapa aku tidak mati saja... tapi aku masih memikirkan kakak yang berjuang," Amily menatap Damirn.

"Kalau kau memikirkan kakak, ayo kembali..."

Amily menggeleng, "jika aku terus hidup, itu hanya akan menyusahkan kakak ...." ucap Amily dengan nada bergetar, Damirn mengepalkan tangannya. "Amily, kembali sekarang juga!" perintahnya, Amily terdiam ia sama sekali tak bergerak, "Terimakasih kak, karena selama ini sudah berjuang untukku ...." Amily tersenyum, senyuman itu bukan ukiran dari rasa senang, melainkan ekspresi kesedihan yang mendalam.

"Jangan katakan itu!"

Amily terdiam, beberapa saat kemudian ia melepaskan tangannya begitu saja, membuat tubuhnya mengambang di udara, "Selamat tinggal, kak ...."

Mata Damirn membesar, segera ia berlari menghampiri Amily, namun jelas terlambat. Ia tak bisa menangkap tubuh Amily walaupun jarinya sekalipun.

"AMILYYY!!!" erang Damirn.

oOo

Salju turun menghiasi langit malam California, Damirn berdiri di atap gedung Rumah sakit, matanya menatap langit malam yang di hiasi lampu dari bangunan menjulang lain. Ia memejamkan mata, mengigat kejadian di mana orang terkasihnya memilih mengakhiri nyawa tepat di tempatnya berdiri sekarang.

Damirn menghela nafas, hawa dingin malam di tambah suhu yang rendah karena sedang turun salju membuat Damirn memasukkan kedua tangannya di dalam kantong mantel yang tengah di pakainya. Cukup lama Damirn terdiam sampai akhirnya ia memilih untuk pulang ke tempat tinggalnya.


oOo

Jakson tiba di kamar kosnya, pria itu menghela nafas, bahunya terlihat turun karena memikul beban tugas serta beban fikiran, sudah lima hari Ronald tidak bisa ia hubungi sama sekali. Mencari di rumahnya juga sama saja, teman kuliahnya yang entah bisa akrab sejak kapan itu sama sekali tidak ia temukan. Jakson merebahkan tubuhnya di sofa single, menjangkau remot TV lalu memandang layarnya dengan jenuh. Cukup lama Jakson mencari-cari channel yang pas, namun sekarang seluruh stasiun tv sedang serempak menayangkan acara yang menurut Jakson amat membosankan. Jakson mengumpat dalam hati, karena rasanya sia-sia ia memasang TV kabel kalau tak ada satupun film bagus untuk ia tonton.

Pikiran Jakson di penuhi oleh Ronald, mau berasumsi sedemikian apapun rasanya tetap aneh karena Ronald sudah tidak masuk kuliah selama lima hari, teman-teman sefakultas Ronald juga mengatakan kalau mereka sama sekali tidak mengetahui di mana letak Ronald berada sekarang. Padahal, Jakson ingin sekali bercerita soal dirinya dan Yehana yang kini sudah berbaikan, keputusan Yehana yang memilih berhenti bekerja serta kembali kerumah paman dan bibinya juga membuat Jakson sedikit lega. Ia mengecek ponselnya, sekedar melihat apakah Ronald sudah membalas puluhan pesan yang di kirimkannya sejak beberapa hari lalu, namun nihil, tak ada satupun pesan masuk dari kontak Ronald.

Jakson memejamkan matanya, "kalau tidak mau muncul di hadapanku sebagai Ronald, aku mohon... temuilah aku sebagai Rebecca, aku merindukanmu ...."


oOo

Seorang gadis berjalan di sebuah gang kecil, mantel tebal yang ia pakai tampaknya tidak terlalu membantu dirinya dari suhu dingin malam itu, ia membuka tas kecil yang ia bawa, berharap menemukan kunci rumah yang sebelumnya memang ia taruh di dalam sana. Di tengah ia sedang sibuk mencari kunci rumah, seorang pria menghentikan langkah tak jauh dari tempatnya berada, pria itu menyilangkan kedua lengannya di dada, menunggu kesadaran sang gadis di dekatnya. Kunci sudah gadis itu dapatkan, namun sialnya ia menjatuhkan benda kecil dengan gantungan renda pink tersebut ke tanah, ia berjongkok untuk mengambil kembali kunci tersebut, dan saat itulah gadis itu menyadari ada orang lain di dekatnya. Ia membawa pandangannya keatas, menatap pria yang juga menatapnya.


"Hai," sapa pria tersebut.

Mata gadis itu membesar, "D, dokter Damirn!" ucapnya kaget, gadis itu adalah salah satu perawat yang ada di insiden bunuh diri Amily, rumor yang beredar di kawasan rumah sakit kalau siapapun yang melihat kematian Amily akan di bunuh memenuhi isi kepala gadis tersebut, ini sudah tahun kedua sejak Amily meninggal, dan dari total lima orang, empat perawat dan satu dokter spesialis tulang. Sudah dua orang yang hilang begitu saja, tak ada yang bisa mengonfirmasi keberadaan mereka. Hidup atau sudah mati, tidak ada siapapun yang tahu, dan itu di kaitkan dengan hilangnya Damirn serta kematian Amily.

Damirn berjalan mendekat, membuat gadis itu perlahan mundur kebelakang. "Sudah lama ya, Sarah..." Damirn menyeringai seram, punggung Sarah menempel di pintu, hal itu membuatnya tersadar dan segera memasukan kunci yang ia pegang ke dalam lubang kunci, namun belum sempat ia memutar kunci tersebut, sebuah suntikan bius mendarat di lehernya.

"Kenapa buru-buru sekali?" ucap Damirn setengah berbisik, tubuh Sarah melemah, dan tak butuh waktu lama, ia tak sadarkan diri.





STALKER OBJECT
Tbc...


Geng yang nungguin tamat, mananih :")

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang