2.9 DOV

4.8K 415 11
                                    

Seorang pria membanting pintu mobilnya dengan keras, dengan tak sabar ia masuk ke dalam sebuah rumah yang tampak begitu sepi.

"Damirn!" seru pria itu, ia menatap sekeliling, namun orang yang ia cari sama sekali tidak ia temukan. Ia berjalan menuju tangga yang menghubungkan antara rumah dengan basement, pria itu membuka sebuah peti yang di dalamnya terdapat mayat seorang gadis yang di awetkan.

Kembali, pria itu menatap sekeliling, "Damirn! Keluar kau!" serunya geram, tirai hijau yang mengelilingi ruangan bawah tanah itu tersingkap, sambil memegang secangkir teh, Damirn berjalan menghampiri keberadaan pria yang sedari tadi menyerukan namanya. "Ada apa pak Corbyn?" kedua sudut bibir Damirn tertarik keatas, "Bapak tiba pagi-pagi sekali, merindukanku?" tanya Damirn sambil terus berjalan mendekat, ia memejamkan matanya sekejap lalu kembali menatap pria paruh baya di hadapannya.

"oh ya, sebelum topik pembicaraannya kita mulai, bapak tahu darimana kalau aku sudah kembali?" Damirn menyeruput teh di tangannya, pandangannya tak beralih.

Corbyn menatapnya muak, "Sudahi omong kosongmu Damirn! Dimana Sarah?!"


Damirn terkekeh ketika mendengar omongan Corbyn, ia menarik nafas dalam. "Baru sehari dan kau sudah panik seperti ini...," tatapan Damirn berubah tajam, "bagaimana... kalau Sarah meninggalkanmu seperti Amily yang meninggalkanku ya... dokter Corbyn."

Corbyn mengacak rambutnya frustasi, "Apa yang kau inginkan dariku lagi Damirn! Aku sudah melepaskan pekerjaanku sebagai dokter spesialis tulang, mengubah wajahku lalu pindah tempat tinggal dan yang paling gila, aku juga sudah mengurus mayat Amily untukmu, apalagi yang kau inginkan sekarang? Apalagi?!!!"

Damirn menyeringai, "Apa ya...,"

Wajah Corbyn memelas, ia berjongkok di hadapan Damirn. "Ku mohon, lepaskan Sarah... dia tidak bersalah Damirn, akulah yang memberitahu Amily soal penyakitnya, kau tak seharusnya melakukan hal ini pada Sarah ...." ucap Corbyn lirih, Damirn menatapnya dengan lekat, tanpa ekspresi sama sekali. "Lalu bagaimana dengan Amily, bukannya dia juga tidak bersalah? Bagaimana kalau kau hidupkan kembali Amily lalu aku lepaskan Sarah?"

Corbyn mendongak, mata pria itu membesar. Wajahnya jelas marah, muak dan stress, "Damirn! Amily sudah mati! Dan aku bukan Tuhan, aku tidak bisa menghidupkan orang yang sudah mati!"

"Tapi kau bisa membuat yang hidup menjadi mati, Pak Corbyn. Lalu kenapa kau tidak bisa melakukan yang sebaliknya?" Mata Damirn berkilat tajam, ia berpaling dari hadapan Corbyn.

"Kau seharusnya masuk rumah sakit jiwa Damirn... kau sinting!" Damirn menghentikan langkahnya ketika mendengar perkataan Corbyn, ia menoleh kearah pria tersebut, "memangnya gara-gara siapa aku jadi gila seperti ini, pak Corbyn? Karenamu, 'kan?"

"Aku hanya kasian pada Amily Damirn! Melihatnya terus berbaring diatas ranjang membuat hatiku sakit, dia terus berjuang tanpa tahu kebenaran kalau penyakitnya tidak bisa di sembuhkan, hanya karena kau yang terus memberinya harapan kalau dia bisa sembuh benar-benar membuatku muak! Apa kau tahu, setiap pagi ketika Amily membuka mata, dia selalu mengalirkan airmata dan mengatakan kalau seharusnya dia mati saja! Kau pikir, aku tahan mendengar kata-kata itu setiap hari?" mata Corbyn berkaca, "terjun dari atap rumah sakit itu murni keinginan Amily, bukan sugestiku Damirn! Kau tahu sendiri itu!"

"TAPI KAU YANG JADI PEMICU AMILY BUNUH DIRI KEPARAT!"

Damirn tersulut emosi, ia menggenggam cangkir teh yang di pegangnya dengan kuat hingga cangkir malang itu pecah lalu berhamburan ke lantai, Damirn memutar tubuhnya menghadap Corbyn kembali, "Seharusnya, sebagai seorang dokter kau hanya perlu mengobati Amily! Bukan menyuruhnya bunuh diri!" Mata Damirn berkaca, raut wajahnya campur aduk, tatapan sedih, marah, strees, hingga depresi jelas terlihat di pupil mata kelamnya. Corbyn terdiam, ia tidak tahu harus menanggapi perkataan Damirn seperti apa.

Damirn memejamkan mata, mencova meredakan emosi yang mulai menyesakkan dadanya, "Selagi aku belum berniat untuk membunuhmu, pergilah pak Corbyn ...."


Corbyn terdiam, tatapannya begitu khawatir, namun tak lama kemudian, ia berjalan naik keatas. Meninggalkan Damirn tanpa mendapat apapun.



oOo

Yehana menatap langit-langit kamarnya, perkataan Safire beberapa waktu yang lalu menyita alam bawah sadarnya,

"Iya... aku adalah orang yang tuan Damirn kirim untuk memantau keadaanmu, memperhatikanmu dan menjagamu Yehana, coba kau fikirkan lagi... apa pernah tuan Damirn menyakitimu? Dia hanya menyukaimu terlalu banyak Yehana, dia tidak sinting!"

Perkataan yang terus berulang di otak Yehana itu membuatnya gusar, "tapi tetap saja hal yang dilakukan Damirn itu bertentangan dengan logika orang normal," Yehana memiringkan tubuhnya kesamping, ia memejamkan matanya meski rasa kantuk tak sedikitpun ia rasakan.

tuk!

Kaca kamar Yehana di lempar oleh seseorang, Yehana menatap kearah kaca yang sudah ia selimuti menggunakan tirai, ia tak bersuara sama sekali, telinganya ia fokuskan untuk terus mendengar suara yang mungkin akan terdengar kembali.


Cklek!

Spontan, mata Yehana berpaling kearah pintu kamarnya, karena lampu sudah ia matikan, maka matanya hanya mampu menangkap sebuah siluet di ambang pintunya.

"S, siapa itu?"

Yehana bangkit dari posisi tidurnya, "Shhhht!" Orang yang terus melangkah mendekat kearah Yehana itu menempelkan jari telunjuknya ke bibir, "Akan lebih mudah kalau kau tidak mencoba melawan Yehana." suara yang hampir terdengar seperti bisikan itu membuat darah Yehana berdesir, matanya membesar, segera ia keluar dari selimut lalu menghidupkan lampu, membuat wujud yang sebelumnya hanya siluet itu terpapar jelas.

"Sa---"

Yehana tak bisa melanjutkan perkataannya ketika sebuah suntikan bius menempel di lengan atasnya, untuk beberapa saat Yehana mencoba melawan, tapi obat bius itu terlalu efektif cara kerjanya sehingga membuat tubuh Yehana melemah, dan tak butuh waktu lama ia sudah kehilangan kesadaran.

"Maaf Yehana, tapi selain cara ini... aku tak bisa memikirkan yang lain. Kau harus membawa tuan Damirn kembali kesini," Safire menyambut tubuh Yehana.





oOo



"Maaf nona, kami harus mencukur habis rambut anda, kulit kepala anda mengalami luka parah, ja---"

"Hm, ya... tidak apa-apa, kau boleh pergi." Ronald mengangkat tangannya keatas, menyuruh seorang dokter untuk meninggalkan ruangannya, ia mengkacai tempurung kepalanya yang di perban sana sini, ia kemudian menghela nafas. "Kalau aku tidak bisa menyingkirkan orang di sekitarmu, maka pilihan terakhir adalah menyingkirkanmu... Damirn." perlahan Ronald menyeringai.




STALKER OBJECT
Tbc...




Np: Lee hi - Breathe ♥
Thanks 5knya ❤❤❤


STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang