2.3 DOV

6.4K 503 38
                                    

Safire memarkir motornya di depan toko kue kecil yang letaknya berjarak sepuluh bangunan dari tempat kerja Yehana. Begitu ia masuk ke dalam, matanya di kejutkan oleh sosok Damirn yang duduk sambil menyeruput secangkir frappucinno hangat. Pria dengan jas biru malam itu mendelik kearah Safire.

"Selamat pagi, Tuan." Safire membungkukkan tubuhnya. Damirn sama sekali tak mengubris, ia hanya mengedip sekali lalu kembali meminum minumannya.

"Tadi aku memeriksa keadaaan ibumu, dan tampaknya ia sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, temui dia hari ini, kau pasti rindu padanya, 'kan?" Damirn berucap dingin, mendengar perkataan Damirn membuat Safire berlutut di hadapannya, mata gadis itu berbinar.

"Benarkah Tuan?"

Damirn mengangguk, "kau tadi menghantar Yehana?" tanyanya, Safire mengangguk pelan, ia tersenyum manis. "Iya Tuan,"

"Bukannya aku tidak menyuruhmu untuk bertindak seperti itu?" Damirn menatap Safire, tatapannya begitu menusuk, membuat Safire menjadi cemas. "A,aku... a,ku hanya---"

"Lakukan itu setiap hari, jangan biarkan dia berangkat bersama oranglain." potong Damirn pada kalimat Safire, "Aku pergi dulu," Damirn berdiri, tanpa menunggu jawaban Safire. Pria itu segera melenggang keluar toko.

Safire hanya bisa terdiam, tidak menyangka kalau Damirn tidak marah akan tindakannya yang semena-mena. "Aku tahu, Tuan sebenarnya orang baik... percayalah padaku Tuan, aku tidak akan membiarkan Yehana bersama pria lain selain anda." ucap Safire pelan.

oOo

Damirn menghentikan mesin mobilnya, ia membuka kaca. Menatap pemandangan yang berhasil membuat emosinya tersulut. Di dalam butik, tampak Danial tengah berbicara bersama Yehana, cukup lama Damirn memperhatikan dua orang berbeda gender tersebut, sampai akhirnya ia memilih menutup kaca jendela kembali lalu membawa mobilnya menjauh. Wajahnya menekuk, mata blackjetnya lurus kedepan, ia kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dengan kedua alis yang masih menekuk, Damirn mengarahkan mobilnya ke toko bunga, ia tak mau marah berlama-lama karena itu tidak baik. Ia tidak mau kehilangan hati kalau terus bertingkah seperti ini, membunuh Berlin sudah bisa ia jadikan pelajaran paling berharga dalam hidupnya karena sudah menuruti nafsu dan membela sifat possesifnya.

Damirn harus melawan kegelapan yang sudah menguasai setengah hatinya. Ia takut kalau terus meladeni sifatnya yang terlalu mencintai sesuatu, bisa-bisa membuatnya kembali kehilangan orang yang di cintainya, dan orang itu adalah Yehana.

Gadis dengan nametag Rebecca Cordi di dada kanannya menoleh kearah pintu dengan senyuman khas begitu Damirn masuk kedalam toko, gadis itu melepas ponsel yang sebelumnya ia pegang. "Hai, Damirn... kenapa kelihatan kesal?" tutur Rebecca, Damirn terdiam, ia memilih mengeluarkan dompetnya lalu memberikan uang yang cukup untuk membayar bunga yang selalu ia beli setiap hari.

"Kau tahu, aku... mengenal gadis beruntung yang selalu mendapat bunga darimu ...."

Damirn menatap Rebecca yang masih dengan senyumannya. Ia ikut menatap Damirn dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Mata hazel yang ia dapat dari sepasang lensa kontak itu menyelami mata Damirn, mencoba membaca isi pikiran pria tersebut. "Dia gadis cantik yang bekerja di sebuah butik, 'kan?" Rebecca mengambil beberapa bunga mawar dari bejana air,

"Bagaimana kau bisa tahu?" Damirn akhirnya tak bisa menahan kalimat penasarannya lebih lama, seharusnya tak ada yang tau selain orang suruhannya mengingat Damirn yang begitu teliti dalam melakukan apapun. Rebecca melebarkan senyumannya, ia kemudian tertawa geli. "Jadi aku benar? hahaha... padahal tadi aku hanya menebak saja, karena aku pernah melihatmu bersamanya beberapa hari lalu, waaaah aku benar-benar iri."

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang