2.4 DOV

5.7K 469 23
                                    

Seorang anak kecil duduk diam di sebuah taman bermain, matanya terus saja tertuju pada sebuah burung kertas origami di tangannya. Anak kecil tersebut menggunakan baju tebal karena memang sedang turun salju ringan.

"Ini..."

Sebuah permen lolipop menyita pandangannya, pria kecil tersebut mendongak. Melihat siapa yang baru saja memberinya sebuah permen, "Hai... aku Rebecca, mari berteman." ucap gadis itu sambil tersenyum, memamerkan giginya yang bolong di tengah. Pria kecil yang kira-kira seumuran dengannya itu terdiam beberapa saat baru kemudian bangkit, melepaskan burung kertas origami yang sedari tadi di pegangnya.

"Aku tidak suka berteman, apalagi kalau dengan perempuan." jawabnya ketus lalu segera pergi, membuat senyuman dan semangat gadis kecil itu surut, ia berjongkok, mengambil lipatan kertas yang pria kecil jatuhkan tepat di bawah kakinya, gadis itu menoleh punggung pria yang meninggalkannya dengan tatapan yang tak bisa di artikan.


oOo


Rebecca membuka mata, ingatan tentang masa kecilnya membuat gadis itu menatap cermin besar di hadapannya lekat-lekat, di tangan kanannya terdapat sebuah kertas origami berbentuk burung yang sudah usang, pandangan gadis itu lalu mengarah samping, untuk melihat sosok Yehana yang ia ikat di atas kursi, ia belum sadarkan diri meski kini hari sudah menjelang pagi.

"Memangnya, selama ini... aku kurang apa Damirn?" gumam Rebecca pelan,

Perlahan Yehana membuka mata, gadis itu mencoba menetralkan pandangan yang masih buram. Begitu ia sudah sadar sepenuhnya, ruangan asing segera menyergap kedua bola matanya. sebisa mungkin Yehana mencoba memberontak untuk melepaskan diri dari belenggu tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi hal itu sama sekali tak berhasil.

Rebecca yang menyadari kalau Yehana sudah terbangun, langsung beranjak menghampiri. "Hai..." sapa Rebecca sambil tersenyum, Yehana mendongak kearahnya. "Hmmmph... hmmmppph!" Yehana coba berbicara, namun kalimat yang ingin ia ucapkan tak bisa tersampaikan karena kain tebal yang menyumpal mulutnya, mata Yehana membelalak, airmata sudah menganak di pelupuk matanya.

"Apa...? Aku tidak bisa dengar Yehana, bicara yang benar ...." tutur Rebecca, ia berjongkok menyamakan posisinya dengan Yehana. "Omong-omong, namaku Rebecca," menaruh kedua telapak tangannya di lutut Yehana, Rebecca tersenyum manis. Namun kemudian ekpresinya berubah, "Kau pasti tidak mengenalku kan? Dan, kau pasti bertanya-tanya kenapa kau bisa ada di sini, di kamarku." Rebecca kembali berdiri, ia melepas wig yang di pakainya lalu dengan kasar menghapus lipstik merah yang melekat di bibirnya.

"Sekarang, kau mengenaliku?"

Yehana terdiam, ia tidak tahu siapa yang kini tengah berhadapan dengannya. "Masih belum kenal ya?" Rebecca menghela nafas, "ya... wajar sih kita baru bertemu satu kali, dan itupun di malam hari." tutur Rebecca, ia kemudian tersenyum, "tunggu sebentar ya, Yehana... aku akan segera kembali." Rebecca berjalan menjauh, ia menuju toilet.

Belasan menit kemudian, Rebecca kembali keluar. Tanpa make up, dan dengan baju kemeja kotak-kotak. Senyuman terus menghiasi bibir gadis itu, "Bagaimana? Kau sudag mengenaliku?" tanya Rebecca lagi.

Mata Yehana terbuka semakin lebar, ia berontak semakin ganas. "Hmmmph! Hmmph!"

Rebecca menghentikan langkahnya tepat di hadapan Yehana, membuka kain yang semalam ia ikatkan di mulut Yehana.

"Kenapa kau menyekapku?" pertanyaan itulah yang keluar dari mulut Yehana ketika ia sudah bisa berbicara, Rebecca terdiam, alih-alih menjawab pertanyaan Yehana ia malah tersenyum ganjil lalu duduk di tepian kasur putihnya, "kenapa kau penasaran akan hal yang tidak penting?" Rebecca balik menanyakan pertanyaaan.

"Aku tidak mempunyai salah apapun, 'bukan? Bahkan, aku tidak mengenalmu sama sekali... kenapa kau lakukan ini padaku?"

Mendengar perkataan Yehana membuat Rebecca terkekeh, "Tak ada salah apapun?" Rebecca mendelik Yehana, "aku muak dengan orang seperti ini, baik kau ataupun Amily, kalian berdua sangat mirip. Mengaku kalau kalian tidak melakukan kesalahan, tapi nyatanya... ada  yang menderita oleh kalian yang katanya tidak melakukan kesalahan itu ...."

Dahi Yehana bekernyit, ia tidak mengerti arah pembicaraan Rebecca.

"Tapi, sudahlah kita bahas saja nanti. Sekarang aku harus ke kampus, hari ini aku ada kelas pagi... bersenang-senanglah, anggap rumah sendiri, ya Yehana." Rebecca kembali memasang kain di mulut Yehana, ia menjangkau tas ransel lalu beranjak keluar.


oOo

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Damirn duduk dengan gelisah di dalam kamar kos Safire, aura menyeramkan seolah menyelimuti sekitar, alis Damirn yang menekuk serta bibirnya yang terkatup rapat membuat Safire berasumsi kalau Damirn sedang dalam keadaan marah sekali.

Bagaimana tidak, kemarin ia sama sekali tidak bertemu Yehana. Lalu semalam, Yehana tidak pulang, membuat Damirn tidak bisa tidur sama sekali, ia menunggu hingga pagi di dalam kamar kos Yehana, tapi gadis itu sama sekali tidak muncul batang hidungnya. Damirn memijit pelipisnya setelah dari tadi duduk bak patung, pria itu bangkit, melihat Damirn yang berdiri membuat Safire melakukan hal yang sama.

"Segera hubungi aku kalau Yehana sudah pulang."

Safire mengangguk, "Baik Tuan, sesuai perintah."

Damirn kemudian melenggang keluar, Safire menatap punggung Damirn yang menjauh, gadis itu lalu menghela nafas. "Kau di mana Yehana?"


oOo


Mobil Damirn melaju kencang, tak menghiraukan jalanan yang ramai lancar serta sesekali orang di tepian jalan yang meneriakinya, Damirn terus saja memacu laju kendarannya. Hingga ia tiba di sebuah rumah,

Danial yang tengah melakukan senam pagi di halaman depan rumahnya mengkerutkan dahi saat melihat sebuah mobil mahal berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Ia melepas earphone yang menyumbat kedua telinganya.

Damirn keluar dari mobil, segera ia masuk ke dalam halaman rumah Danial, "Dimana Yehana?" tanyanya.

Kerutan di dahi Danial semakin bertambah, wajahnya mengekspresikan kebingungan, bingung karena tiba-tiba Damirn datang kerumahnya, lalu bingung kenapa Damirn mencari Yehana padanya.
"Tunggu, ada apa? Kenapa Dokter mencari Yehana?"

Damirn menatap Danial tengan tatapan tajam, "itu bukan jawaban," ucapnya pelan namun tegas. "Jangan buat aku menghabisimu, cepat katakan dimana Yehana?!" mata Damirn berkilat marah, dengan tatapan intimidasi, ia terus menatap Danial.

"Yehana tidak di sin---"

"Jangan berbohong!" Potong Damirn begitu saja, kedua tangannya mengepalkan tinju, "aku tanya sekali lagi, Dimana Yehana?! kalau kau tidak menjawab sesuai dengan apa yang aku tanyakan, jangan salahkan aku kalau kejadian yang kau lihat di Rumah sakit, akan terjadi padamu."




STALKER OBJECT
Tbc...









STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang