1.5 DOV

8.5K 747 30
                                    

"Daahh... sampai ketemu besok, Yehana." Berlin menutup kaca jendela mobilnya, Yehana tersenyum simpul. Jalan sepi, dan itu menyadarkan Yehana. ia menelan ludah sekali, setelah menatap sekeliling, segera dia masuk ke dalam kamar kosnya.

Begitu menutup pintu, Yehana tampak kelupaan sesuatu. Alhasil ia pun kembali membuka pintu, menatap teras.

Kosong, tak ada apapun.

Yehana mendengus, "kenapa aku mencari kiriman cokelat itu sih? Kan harusnya aku senang karena mungkin orang itu sudah tak lagi tertarik padaku ...."

oOo

Mobil Berlin memasuki komplek perumahan tempat di mana keluarganya tinggal. Sejauh mata memandang, tak ada yang tampak ganjil, sampai akhirnya Berlin di kejutkan dengan sebuah mobil biru malam yang terparkir tepat di depan rumahnya.

"Siapa yang bertamu di jam segini?"

Berlin turun dari mobilnya, menatap dengan seksama mobil mahal yang terparkir tersebut. "Mungkin teman ayah," terka Berlin sembarang, ia pun tak mau memikirkan lebih jauh dan memilih masuk ke dalam rumahnya. Namun, ketika melihat pintu rumahnya yang terkunci membuat asumsi Berlin menjadi lemah, ia juga menatap garasi yang juga terkunci.

"Ayah... belum pulang ya?"

Dengan ragu, Berlin membuka pintu rumahnya. Keadaan sepi, benar kalau kedua orang tuanya belum pulang. Ia menatap sekeliling rumahnya, tak ada siapapun di dalam sana. Berlin menghela nafas, "Karena Yehana aku jadi takut tidak jelas seperti ini..." ucap Berlin pelan.

"Kenapa menyalahkan Yehana?"

Berlin tersentak ketika mendengar suara yang terdengar dalam dari arah sampingnya. "Si, si, siapa kau?!" Berlin tergagap, pria tinggi dengan ekspresi dingin yang berada tak jauh darinya itu menatapnya secara lekat.

Pria dengan stelan jas biru malam itu menyeringai samar, "Hai Berlin..." ucapnya dengan nada lembut tapi berhasil membuat udara menjadi dingin.

"Ka, kau si,siapa?" Berlin melangkah pelan ke samping, menjauhi pria tinggi di sampingnya.

"Kenapa ketakutan? Padahal kau selalu berhasil membuat Yehana tenang saat gadis itu takut, tapi... kenapa sekarang kau seperti ini?"

Langkah Berlin terhenti, menatap wajah pria tanpa ekspresi tersebut, "Apa kau orang yang mengirimi Yehana cokelat?" Tanya Berlin begitu saja, pria itu kembali menyeringai, kini agak lebar.
"Bukan cuma itu, bahkan aku tidur bersamanya setiap malam."

Mata Berlin membesar, "Gi,gila... tidak waras!" Berlin membuka tasnya dengan tergesa, mengambil ponselnya dari dalam sana, hendak menelpon seseorang. Namun, belum sempat ia mewujudkan keinginannya. Ponsel itu sudah berpindah tangan, Damirn merampasnya begitu saja.

"Jangan begitu, kan aku sudah lama menunggumu... masa iya kau mau mengundang orang lain,"

Tubuh Berlin gemetar, tatapan intimidasi dari Damirn membuat sekujur tubuhnya beku. "Tenanglah, aku hanya perlu bantuanmu ...."

"Bantuan apa?"

oOo

Yehana tak bisa tidur malam itu, ia terus membolak-balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang