2.7 DOV

5.5K 456 16
                                    

Gelap, takut dan dingin.

Itulah yang Yehana rasakan sekarang, ia tak kenal daerah tempat tinggal Damirn, dan itu semakin membuat jantungnya berpacu cepat, mengetahui kalau Damirn adalah orang yang selama ini menjadi penguntitnya saja sudah cukup membuat Yehana takut setengah mati. Ia terus memicu langkahnya kedepan, tak ada lampu jalan sama sekali, di kiri kanan jalan juga hanya terdapat pohon-pohon menjulang tinggi yang menghalangi sinar bulan.

Di tengah Yehana sedang berlari, sebuah tangan menarik lengannya, membuat dirinya masuk ke dalam pelukan seseorang.

"Kalau ingin pergi, biarkan aku mengantarmu."

Mata Yehana membesar ketika ia menatap wajah pria yang tengah mendekapnya, orang itu adalah Damirn yang kini sedang menatap Yehana dengan sorot mata yang dalam dan tanpa ekspresi wajah sedikitpun. Yehana mencoba memberontak dengan cara menggeliatkan tubuh kecilnya, namun semakin kuat ia berusaha, semakin erat pelukan yang Damirn berikan.

"Jangan membantah Yehana... tempat ini jauh dari kota, dan kalau kau bersikeras untuk tetap pergi dengan cara berlari, hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi, pertama kau akan di makan hewan buas, lalu kedua kau akan bertemu penjahat yang akan memperkosa lalu membunuhmu." jelas Damirn dengan nada serius,

"Lalu apa bedanya denganmu?!"

Damirn terdiam, ia terus menatap manik mata Yehana. Damirn memejamkan matanya sejenak, lalu mengeratkan pelukannya pada Yehana.

"Aku tidak pernah berniat jahat padamu Yehana," ucap Damirn setengah berbisik, mencoba menenangkan Yehana yang detak jantungnya berpacu sangat cepat, "aku mohon, dengarkan aku... biarkan aku obati lukamu lalu mengantarmu pergi dari sini, setelah itu... aku berjanji kalau aku tidak akan muncul lagi di hadapanmu,"

Yehana terkesiap ketika mendengar ucapan Damirn, ia perlahan menjadi tenang. "Dari pergerakan tubuhmu, kau sepertinya setuju? Benar begitu?" Yehana mengangguk, Damirn merenggangkan dekapannya, ia masih menatap Yehana dengan lekat, namun kini dengan sorot mata yang berbeda, kedua retina matanya mengisyaratkan kesedihan.

"Mari,"

Yehana diam saja ketika Damirn menuntun lengannya untuk kembali ke mansion Damirn,

Senyap.

Tak ada dialog diantara mereka, Yehana menatap punggung Damirn yang tegap, sulit rasanya percaya kalau orang di hadapannya itu adalah orang yang selama ini ia takuti, pasalnya Damirn di mata Yehana begitu sempurna, hampir tak bercelah. Dari sifatnya, penampilannya, juga gaya hidupnya.

"Setelah aku membiarkanmu mengantarkanku, kau benar-benar akan pergi meninggalkanku, 'kan?" tanya Yehana,

"Hm, bukan hanya kau... aku juga akan meninggalkan Indonesia," jawab Damirn, Yehana menghentikan langkahnya, membuat Damirn melakukan hal yang sama. "Kemana kau akan pergi?" tanya Yehana pelan, Damirn menoleh kearahnya sejenak, menyerang Yehana dengan tatapan dinginnya.

"Kau tak perlu tahu ...."

Damirn kembali melangkah, menuntun lengan Yehana untuk mengikuti pergerakannya, mereka berdua kembali saling terdiam, yang terdengar malam itu hanya bunyi jangkrik serta hembusan angin malam yang menabrak dedaunan pohon pinus.

Damirn serta Yehana masuk keruangan yang sebelumnya Yehana lari dari sana, "Duduklah, ini takkan lama." ucap Damirn lalu beranjak, ia menjangkau kotak p3k yang tergeletak di atas lantai marmer berwarna hitam di kamarnya, Yehana menatap sekitar, pemandangan kamar Damirn membuat dirinya bergidik ngeri. Bagaimana tidak, semua dinding itu di penuhi oleh namanya, juga foto dirinya yang di balut oleh bingkai besar dan mahal. Mata Yehana berhenti di sebuah foto Damirn tengah mengenakan jas dokter bersama seorang gadis yang tangannya memegang tongkat jalan. Yang membuat Yehana tertarik adalah wajah gadis itu, sangat mirip dengan dirinya,

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang