1.2 DOV

11.2K 895 28
                                    

Bus berhenti di sebuah halte, mengingat ini sudah cukup malam maka Yehana yakin itu adalah Bus terakhir untuk malam ini.

Yehana berjalan lemas, ia berulang kali mengatur nafas karena hawa dingin yang menerobos tulangnya yang memakai dress selutut malam itu. Yehana menghentikan langkah begitu ia berada tak jauh dari letak pintu kosnya. Gadis itu menatap sekitar, keadaan sepi, tak terlihat siapapun oleh mata Yehana.

Sebuah bingkisan cokelat bersama sebuket bunga mawar tergeletak tepat di depan pintunya. Yehana kembali melanjutkan langkahnya, menatap heran sekotak cokelat tersebut, Yehana berjongkok, mengambil kertas dengan bentuk kelopak mawar di sana.

"Kau cantik sekali, tapi aku tidak suka pakaianmu malam ini. Terlalu sexy, dan itu membuatku kesal Yehana..."

Mata Yehana membesar ketika membaca surat tersebut. Ia mengacak buket bunga yang tergeletak bersamaan dengan cokelat. Nihil, tak ada yang lain kecuali kedua benda tersebut. Yehana menghela nafas, ini malam kedua ia mendapat kiriman cokelat. Dengan perasaan yang campur aduk, Yehana membawa dua benda tersebut ke dalam kamar kos, menaruhnya di pojokan bersama sekotak cokelat semalam yang tak ia sentuh sama sekali.

Yehana mengeluarkan ponselnya lalu menelfon Berlin.

"Ya, Yehana? Ada apa kenapa menelfon malam-malam?"

"Berlin, kau di mana sekarang?" Tanya Yehana.

"Di rumah, bersiap tidur. Ada apa?"

"Aku..." Yehana menatap isi ruang kamar kosnya dengan seksama, "Aku mendapat sekotak cokelat lagi, dan kali ini bersamaan dengan buket bunga Berlin, aku takut... rasanya ada seseorang yang sedang mengawasiku, tapi aku aku tidak bisa menemukannya, aku takut Berlin, bisa kau ke sini dan temani aku?"

Sempat senyap, "Tenanglah... kunci seluruh pintu dan segera matikan kampu. Dengan begitu orang akan mengira kau sudah tertidur, aku tidak bisa pergi kesana, ayah dan ibuku sedang tidak ada di rumah, dan mereka memintaku untuk tetap di sini. Maafkan aku ...."

Wajah Yehana murung, "baiklah, tidak apa-apa... terimakasih atas saranmu Berlin." Setelah mendapat ucapan selamat malam dari Berlin, Yehana menutup sambungan telfon tersebut. Ia mengikuti saran Berlin, mengunci semua pintu juga jendela dan mematikan lampu. Yehana menarik nafas dalam,

"Tenanglah Yehana, tak ada siapa-siapa di sini. Kau aman di dalam sini..." ucapnya pada dirinya sendiri, Yehana mengganti baju lalu segera masuk ke dalam selimut tebalnya.

Tak butuh waktu lama, sekitar setengah jam kemudian Yehana sudah terlelap. Derap langkah yang begitu senyap mendekati keberadaan Yehana, pria tinggi dengan jas marun itu berjongkok untuk menyamakan posisi kepalanya dengan wajah Yehana yang sedang terlelap.

Ia tersenyum, sambil memegang bibir Yehana dengan pelan.

"Kenapa kau begitu membuatku tertarik sehingga aku ingin selalu bersamamu seperti ini, Yehana ....?"

oOo


"Yehana ....!"

Berlin melambaikan tangannya ke luar jendela minicooper, Yehana tersenyum. Segera ia menyebrang untuk menghampiri Berlin yang datang untuk menjemputnya.

"Waah, siapa ini? Aku tidak kenal." Berlin menggoda Yehana yang duduk di sampingnya, "Apa tidak kelihatan berlebihan?" Tanya Yehana.

Berlin menggeleng, "Tidak sama sekali, kau cocok memakai pensil alis dan maskara, tapi... kenapa tiba-tiba memakainya hari ini? Kau mau kencan?"

Mendengar perkataan Berlin yang suka seenaknya membuat Yehana menatap malas, "Ini tuntutan kerja, katanya alisku tipis jadi terlihat jelek. Benar, tidak terlihat buruk?"

STALKER OBJECT ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang