08 | hikmah di balik petaka

2.2K 392 80
                                    

"Neng, darah!" kata si tukang ojek sambil menunjuk dahi Chaeyoung, lelaki berjaket hijau itu jadi panik sendiri.

"Pak, tolong urus temen saya dulu," ucap Sunwoo sambil memberikan semua uang yang ada di saku celananya dengan asal.

Sunwoo, yang terbawa emosi, segera mengambil langkah sebelum ditahan oleh Chaeyoung.

"Brengsek!"

Awalnya ia tak ingin memperbesar masalah, namun tidak lagi ketika ia melihat seseorang di seberang jalan.

"BAJINGAN! JANGAN KABUR, FELIX!"

Tak akan ia biarkan orang tersebut lolos begitu saja.

"Ah, sial!"

Amarah, dendam, dan kekesalannya belum tuntas. Buktinya, perkelahian itu terbawa sampai mimpi.

Sunwoo mendudukkan dirinya di atas kasur sembari memegang ujung bibirnya yang sobek berkat perkelahian kemarin.

Oh, ternyata dunia belum berhenti berputar dan matahari masih bersinar untuknya.

"Jam tiga sore, gila!"

Sudah jelas, ia tak sekolah hari ini.

Bagaimanapun, ia tetap bersyukur karena masih bisa menjalani aktivitas seperti biasa, tanpa dirawat di rumah sakit atau terbaring kaku di bawah gundukan tanah.

Sunwoo hebat dalam perkelahian sehingga lebam, darah, patah tulang, dan operasi menjadi hal-hal yang sudah biasa.

Ia tak bisa menebak rupa musuhnya saat ini, Felix, tapi dapat dipastikan kalau lelaki blasteran itu lebih babak belur darinya.

Ah, masa bodoh! Toh, bukan Sunwoo duluan yang memulai permainan kemarin. Pokoknya, ia hanya membela Chaeyoung.

Jika SMA Pancasila terkenal dengan Felix Adya dan Anhari Jisung, SMA Garuda punya Sunwoo Al-Hakim dan satu siswa lagi sebagai jagoan sekolah.

Kalau kata Heejin, gerakan fucc boi alias fuck boy.

Ia pandangi pantulan dirinya di cermin, dilihatnya lebam di rahang dan bercak darah di seragam yang masih ia kenakan.

"Keren," pujinya kepada diri sendiri.

Memang seperti itu orangnya, narsis.

Kegiatannya terhenti tatkala suara ketukan pintu terdengar, ia berjalan dengan malas ke arah ruang tamu.

Tamu tersebut mendekapnya dengan sangat erat, padahal pintu baru saja dibuka.

"Selamat pagi, Istriku!" sapa Sunwoo sambil mengecup pucuk kepala si tamu.

"Sore," ralat si gadis.

Sunwoo tersenyum kecil, ia merasa senang atas kunjungan Chaeyoung.

"Orangtua lo kerja atau pergi?" Gadis itu melirik ke dalam rumah. "Sepi banget."

"Mereka pergi, gue juga."

Tak ingin ambil pusing, Chaeyoung menyerobot untuk masuk ke dalam.

Ini pertama kalinya ia berkunjung ke rumah teman sekolahnya selain Heejin, tapi sudah berlaku tak sopan.

"Baru bangun, ya? Udah makan?"

Sunwoo menggeleng.

"Makan dulu, yuk!" Chaeyoung memamerkan kotak makan yang ia bawa.

Sunwoo menggeleng, lagi.

"Kalau disuapin, mau?"

"Bibir. Sakit."

Chaeyoung mengerti. Maka dari itu, ia mulai menyuapi Sunwoo dengan pelan dan sabar.

Tanggung jawab dan rasa tak enak hati membawanya ke rumah Sunwoo hari ini. Kalau Chaeyoung tak tahu terima kasih, ia tak akan ada di sini.

"Tadi pagi, gue minta mamih nulis surat izin buat lo."

"Mamih mertua baik banget ke menantunya!" Sunwoo heboh sendiri. "Lampu hijau, dong?"

Chaeyoung terkekeh, gemas. Sekarang, ia tak mempermasalahkan Sunwoo yang mengaku-ngaku sebagai suaminya. Hanya lelucon, tak apa.

Bagi Sunwoo, ini hikmah di balik petaka.

Makanan baru habis setelah sepuluh menit, selama itu juga Sunwoo menyimak setiap cerita Chaeyoung dengan detail.

"Yanggggggg!" panggil Sunwoo dengan nada manja.

"Apa?"

"Kita udah cocok jadi pasangan suami-istri, nih! Kalau aku lamar sekarang, siap?"

Lingkaran setan SMA Pancasila.

Lingkaran setan SMA Pancasila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Be A Man: Kontinuitas—

[4] Dear Darling - Sunwoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang