PART 15 | DESTINY

73 3 0
                                    

Jika pertemuan kita adalah sebuah takdir, apa mungkin perpisahan kita hanyalah sekadar mimpi?

_________________________________

Rewrite Our Memoriesー

우리의 추억을 다시 쓰다

_________________________________

Setiap orang mempunyai kesakitan dan masalahnya tersendiri, hanya saja ada yang mampu melupakannya begitu cepat dan ada pula yang tidak.

Ada orang yang menganggap masalah itu sebagai angin lalu sejenak dan ada pula yang tampak diam namun menumpuk masalah itu dilubuk hatinya dalam-dalam dan menyakiti diri secara dian-diam pula.

"Kau, anak yang pernah bersama Henji bukan? Yang datang ke penerbit?" tanya laki-laki itu meletakkan topi dan jaket yang membaluti tubuhnya ke kursi ruang tamu.

"A-ah!" Kedua sudut bibir Bitna perlahan terangkat. Wajah yang sedari tadi tampak kaku kini perlahan mencair begitu pria paruh baya itu menganggapnya angin semata.

Ya, meskipun tidak dapat dipungkiri pula bahwa dirinya sebenarnya juga takut tertangkap basah akibat membaca naskah Hyeong Jin tanpa izin.

Ingat editor Kim? Ingat pria yang selalu di dalam percakapan Hyeong Jin ketika berhubungan debgan naskah? Jika ingat, maka pria berwajah bulat dengan tubuh ideal itulah yang datang berkunjung ke rumah ini.

"Aku mencemaskan Hyeong Jin," ucap pria paruh baya itu lagi, seraya mendaratkan tubuh di kursi ruang tamu. Tentu saja ruangan yang berbeda dan sofa dimana Hyeong Jin berbaring tertutup oleh sekatan dinding.

"Dia sedang tidak sehat," ucap Bitna memerhatikan arah Hyeong Jin yang masih saja tampak meringkuk di sofa.

"Tidak sehat?!" Sudah Bitna duga, pria itu akan panik sama sepertinya. Tubuh yang sedari tadi rileks di sandaran kursi kini bangkit, menuju ruang tengah dengan cepat.

Sungguh aneh tapi menyenangkan juga. Editor ini meskipun selalu menjadi korban kejailan Hyeong Jin berulang kali namun tetap saja selalu berada di samping Hyeong Jin. Seperti ayah dan anak meskipun Bitna tidak begitu yakin bahwa kedua orang ini memiliki hubungan seperti itu.

Hyeong Jin mengerang, semakin membenamkan wajah di bantal begitu editor Kim berusaha membalikkan tubuhnya agar tertidur dengan benar. "Yak! Henji! Seharusnya kau menelponku bukan malah mematikannya!"

"Hmm..." gumam Hyeong Jin berat. Mata bundar itu terpejam dengan erat seolah setengah sadar dari tidurnya, menepuk wajah editor Kim dengan pelan. "Hyung jangan pergi dariku lagi."

Bitna terdiam, gadis dengan jepit rambut yang menghiasi poninya itu hanya bias berdiri, memerhatikan pemandangan di hadapannya. Bagaimanapun juga dirinya belum terlalu mengenal Hyeong Jin seperti kedekatan cowok itu dengan editor Kim. Masih ada banyak hal yang tidak dapat ia lihat dari Hyeong Jin. 

Cowok itu, entah mengapa seakan menutup dirinya begitu rapat dan seolah-olah tampak tenang seperti tanpa beban. Sungguh berbeda di saat seperti ini, melihat wajah Hyeong Jin yang menahan sakit begitu juga memerhatikan ekspresi cemas sekaligus miris dari editor Kim sungguh membuat Bitna kebingungan di dalam hati. 

"Bitna..." 

Bitna tersentak, reflex kedua alisnya terangkat ke atas, masih saja berdiri di depan meja kerja Hyeong Jin. Editor Kim menoleh belakang, seraya meletakkan sebelah tangan lebar Hyeong ke atas perut laki-laki itu. "Bisa tolong ambilkan thermometer dan kompresan? Jika tidak keberatan, sekalian ambilkan segelas air untukku."

Rewrite Our Memories [K-Lit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang