PART 5 | TIME FOR THE MOON

104 10 0
                                    

Tidak semua pertemuan pertama membawa kita pada pertemuan selanjutnya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pertemuan pertama itu dapat membawa kita pada satu ikatan yang bernama takdir

_________________________________

Rewrite Our Memoriesー

우리의 추억을 다시 쓰다

_________________________________

"Ahjuma, awas pelan-pelan."

Kedua mata bulat Bitna terpejam, suara ringisan tidak dapat lagi dihindar dari gadis berumur dua puluh tahunan itu sesekali menegakkan tubuhnya begitu ahjuma menekan tulang punggungnya dengan kuat.

"Haih!" Bitna meringis, menjauhkan tangan perempuan paruh baya itu begitu Bibi menepuk bahunya dengan kuat. Jika dugaannya benar, mungkin Bibi tengah berdecak, berkacak pinggang di belakang punggungnya sekarang.

"Aku tidak pernah mengerti bagaimana kehidupan anak-anak muda saat ini. Di zaman Bibi hal seperti ini paling menyenangkan, dimana punggungmu akan terasa membaik, dan tubuhmu akan terasa ringan, mengerti?"

Membaik? Ringan? Ingin rasanya Bitna menepis ucapan itu jika tidak mengingat kalau perempuan paruh baya itu bisa saja menepuk bahunya jauh lebih kuat. Membaik darimana jika rasa semakin sakit seperti ini? dan akan terasa ringan bagaimana jika dirinya belum saja tidur hingga larut malam seperti ini?

"Hmm..." gumam gadis berbaju tidur merah muda itu akhirnya,  dilipatnya kedua kaki seraya duduk di atas tempat tidur kembali. Ketika dirinya belum sempat untuk bangkit  dan ahjuma menarik lengannya untuk yang kesekian kali.

Perempuan paruh baya itu mengusaikan memijit punggung ponakannya, dilepaskannya ikatan pada rambut Bitna berhasil membuat rambut itu kembali terjuntai dengan indah.

Bitna membalikkan badan, memerhatikan Bibi kembali seraya meletakkan bantal berbentuk bintang kepangkuannya.

"Sudah Bibi bilang, kalau kau lelah lebih baik keluar kerja. Umurmu juga masih muda, kau masih bisa mencoba kegiatan lain di luar sana. Oh ya, satu lagi, selesaikan kuliahmu. Eomma dan appa-mu terus menelpon Bibi mengerti?"

Bitna mengangguk malas, memjamukan beberapa senti bibirnya. Menyelesaikan kuliah? Ya, dirinya terpaksa menyelesaikan tugas akhir dari perkuliahannya meskipun terasa begitu lambat.

"Hei," Bitna mefgakkan tubuh begitu Bibi lagi-lagi menepuk bahunya tanpa ampun. "Tadi pagi Bibi melihatmu ke rumah tetangga sebelah. Ada apa?"

"Oh, orang gila itu," refleks Bitna mengucapkan julukan itu. Bagainana tidak, laki-laki dengan pesanan dengan 15 susu botol, lalu dirinya terpaksa ke kantor penerbitan, dan yah... meskipun cowok itu mengajaknya jalan-jalan menyusuri kota sejenak, membuatnya sedikit tenang.

Ujung alis Bibi turun. Melihat reaksi itu, secepat mungkin Bitna menggeleng, seolah menyela ucapannya yang begitu bodoh melontarkan kutukan itu secara tiba-tiba di hadapan Bibi.

"A-ah!" Bitna berdecak, memujul bantal dipangkunya dengan pelan seolah kembali mengingat. "Kalau tidak salah orang itu memesan 15 susu botol pagi tadi. Benar-benar aneh, bagaimana bisa menghabiskan susu sebanyak itu dalams sehari?"

"Bukan aneh," gerutu Bibi, menatap jam dinding putih kamar sejenak, lalu menggeleng. Sudah hampir jam 1 dan ponakannya itu belum juga mengantuk. "Kau saja yang tidak terbiasa dengan kegiatan seperti itu."

Bitna nengembungkan pipi seraya menyisir rambut dengan sela-sela jari. "Aku tidak suka minuman itu."

Suara tepukan terdengar kembali. Perempuan paruh baya dengan beberapa helai rambut yang telah memutih itu menggeleng, lalu menolehkan kepala seoleh menunjuk arah rumah sebelah.

Rewrite Our Memories [K-Lit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang