Ketika langit malam semakin mencuat, lampu-lampu mulai memandikan kota Bandung dengan indahnya.
Beberapa jam yang lalu, aku mulai menapaki kehidupan yang baru. Secara resmi aku dipromosikan menjadi Komisaris setelah lebih dari sepuluh tahun menapaki karier sebagai seorang polisi. Tak banyaknya anggota dalam divisi pembunuhan membuat rekan-rekan kerjaku dengan antusias menyelamati keberhasilanku, tentu penuh dengan candaan yang sedikit menyakitkan.
"Awas nanti turun pangkat gara-gara kerjanya nggak bener!" kata mereka. Namun, aku tak ambil pusing. Candaan hanya candaan.
Merayakan kesuksesan sebenarnya bukan hobiku. Pernah kulakukan beberapa kali, tetapi tidak setiap momen kujadikan alasan untuk melakukan perayaan. Namun, ajakan AKP Januar, sekaligus perayaan atas penutupan kasus anomali jeli, tak dapat kutolak. Ia sengaja berkendara melalui kemacetan, sampai ke Bandung dengan waktu perjalanan sekitar empat jam lebih, menemuiku dan Wijaya yang sudah menunggunya sesuai dengan tempat perjanjian yang telah kami setujui.
Tentu saja food court Bandung Indah Plaza. Di mana lagi?
Selain itu, ditangkapnya beberapa orang atas dugaan penyalahgunaan wewenang turut membuatku senang. Gilanya, hampir semua orang yang berasal dari divisi perampokan kepolisian Bandung ditangkap. Orang-orang lain yang berasal dari divisi lain pun tak terlepas dari jeratan hukum. Satu anggota dari divisiku pun tak dapat menghindar dari proses penangkapan, menyisakan segelintir orang yang tetap bertahan dalam divisiku—lima orang. Namun, kudengar dari berita yang beredar tampaknya kepolisian Bandung akan menerima dua orang baru yang akan tergabung ke dalam divisi pembunuhan, membuatku lega.
Sebelum hari ini datang, Luthfi kembali menghubungiku, meminta bertemu denganku dan membahas perjanjian yang telah kami sepakati sebelumnya. Selain itu, aku memberitahu berita mengenai penangkapan besar-besaran para polisi korup yang tak lepas dari bantuan Komisaris Yudha, dan aku dapat melihatnya senang karena pada akhirnya aku melakukan hal itu. Hanya saja, raut wajahnya langsung berubah ketika aku menolak tawarannya dalam rencananya yang melibatkanku secara sembarangan. Untungnya aku dapat berkilah dengan baik.
"Aku memintamu mencari Pertiwi, kan? Bukan Shelly. Kau tidak memenuhi perjanjianmu, jadi kenapa aku harus mengikuti keinginanmu?"
Secara logika, aku tidak salah, kan? Sama halnya seperti iblis yang membuat perjanjian dengan manusia, di mana ia akan mengambil jiwa sang manusia ketika manusia itu berkunjung ke Roma. Manusia itu tak berkunjung ke Roma, sehingga sang iblis terpaksa mencuranginya dengan membuat sang manusia mengunjungi bar dengan nama Roma.
Aku tidak salah, hanya saja sedikit curang, dan aku sudah mengenal karakter Luthfi. Dia tak akan menyalahkanku karena ... tentu saja aku tak salah. Namun, pada akhirnya dia geram, menghilang sebelum sempat kutanyakan mengenai motivasinya mematahkan empat jari Shelly.
Ketika AKP Januar datang, ia segera menyelamatiku, menepuk pundakku dua kali seperti seorang sahabat lama yang sudah lama tak bertemu—padahal kami baru bekerja sama dalam satu kasus, itu pun sebenarnya tak begitu intens. Kemudian, ia menarik kursinya, menyimpan tas yang sedari tadi dipangku, kemudian mencari makanan yang dapat ia pesan ketika aku dan Wijaya sudah menghabiskan hampir setengah piring makanan kami.
Aku merasa beberapa minggu terakhir ini terasa begitu sempurna.
Ketika AKP Januar kembali dengan takoyaki, lengkap dengan garpu tusuk yang melengkapi makanannya, ia langsung menyambar kursi sambil berkata, "Katanya kau mengungkap kasus polisi-polisi korup itu ya, Roy?"
"Dari mana kau tahu berita itu?"
"Komisaris Yudha menceritakannya, aku mendengarnya melalui atasanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Roy : Anomali Jeli [Selesai]
Mystery / ThrillerSebuah pembunuhan kembali terjadi di kota Bandung. Bagian gilanya, sang pembunuh menggunakan jeli sebagai alat yang ia gunakan! Dengan jejak seadanya, Roy dan Wijaya dipaksa untuk melacak keberadaan sang pembunuh. Buku 4 Serial Detektif Roy Seluruh...