Chapter 8 He Has Changed

1.4K 61 0
                                    

Aku berjalan disebuah ruangan serba putih. Dindingnya putih, lantainya putih dan atapnya putih. Sepertinya benturan di kepalaku benar-benar parah. Buktinya saat ini sepertinya aku sudah berada di alam lain.

Surga kah?

Aku tidak yakin. Tapi kuyakin ini bukan surga, karena disini tidak indah, hanya putih.

Neraka kah?

Tapi disini sangat dingin, hingga tubuhku menggigil sampai ke tulang.

Di kejauhan, aku melihat punggung seorang lelaki. Ia duduk di lantai dan menunduk diatas gundukan. Aku  merasa lega. Setidaknya, aku tidak sendiri disini. Aku berjalan mendekat, dan saat tinggal selangkah lagi menepuk pundaknya, aku berhenti.

Gundukan itu sebuah mayat manusia. Tepatnya lelaki. Rambutnya berwarna coklat, menutupi wajahnya. Ada bercak darah di bajunya. Bukan bercak, melainkan sungai darah.

Aku menjerit. Jeritan itu cukup untuk membuat lelaki di hadapanku berbalik. Lelaki itu menyeringai melihatku. Mulutnya penuh darah dan tepat di deretan giginya, ada 2 taring yang sangat tajam. Lelaki itu berdiri dan menyingkir, memperlihatkan apa yang telah ia lakukan pada mayat manusia tadi.

Leher mayat itu terkoyak dan ada bekas gigitan dengan darah yang masih mengalir.

Belum cukup, lelaki bertaring itu menyibakkan rambut si mayat, memperlihatkan wajahnya.

Aku menjerit histeris. Tubuhku terasa lemas, tulang di kakiku berasa hilang melihat Stevan dalam kondisi mati dengan darah yang masih mengalir dari lehernya.

Aku berusaha kuat untuk berdiri kokoh. Lelaki yang telah membunuh stevan itu, berjalan mendekatiku. Selanjutnya, yang kutahu, aku berlari sejauh mungkin dari pembunuh itu. Pembunuh itu mengejarku dengan cepat.

 Kylie! Berhenti!” teriak pembunuh itu.

Sial, ia tau namaku.

Aku berhenti saat, tubuhku menabrak sesuatu. Sebelum tubuhku jatuh membentur lantai, ada sepasang tangan kokoh menahan pinggangku. Aku menengadah dan menatap sepasang mata hitam legam. Lelaki pemilik mata itu hanya memakai jeans yang sudah kumal. Di punggungnya ada sepasang sayap putih yang naik turun.

“Tolong aku!” pintaku padanya saat ia menegakkan tubuhku dan melepaskan tangannya dari pinggangku.

Lelaki itu tersenyum tulus. Saat aku yakin lelaki itu akan menolongku, aku memekik kaget  dan terhuyung mundur beberapa langkah. Sebuah pisau menancap tepat di dadaku. Darah mulai membasahi bajuku. Aku jatuh terduduk dan mulai kehabisan oksigen. Lelaki bersayap itu menyeringai keji.

Ia yang menusukku.

Aku membuka mata dan mengerjapkannya beberapa kali sebelum menyadari bahwa William memandangiku. Mata hitamnya menatapku ramah begitu kami bertatapan.

“Akhirnya, putri tidur kita sudah bangun.”

Aku mengerjapkan mata linglung. Dimana ini?

Seolah-olah dapat membaca pikiranku, William menjawab. “Rumah sakit. Zacharry melukaimu hingga berdarah-darah. Sesungguhnya, aku berharap kasus ini akan berlanjut ke polisi agar dia—“

“Dimana Harry?” Potongku cepat.

“-- Di penjara.”  William meneruskan kalimatnya yang telah kupotong. Ia menatapku tajam. “Kau sungguh-sungguh ingin tau ia dimana? Kau akan kecewa mendengarnya.”

UnbelievableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang