William hanya mampu mengedipkan matanya begitu kami masuk ke ruangan tempat ia berada. Ia bahkan tak mengucapkan sepatah katapun dan itu membuatku sangat khawatir.
“Kau baik-baik saja, Will?” tanyaku dengan suara parau. Entah mengapa, aku merasa berada sangat jauh dari William. Padahal ia berbaring beberapa meter didepanku.
Ia tersenyum lemah. “Tak pernah merasa sebaik ini. Kurasa aku sudah sembuh hanya dengan melihatmu.”
Tubuh Zacharry disampingku mendadak terasa tegang. “Aku melihatmu sekarat dan kau sekarang bilang bahwa kau sembuh melihat Kylie dengan mudahnya.” Cibirnya.
William menatap Zacharry datar. “Kau seharusnya berterimakasih karena aku ada disana.”
“Terimakasihhhh” ucap Zachrry sarkastik. “Apa kau sudah puas?”
“Puas.” Jawabanya sambil tersenyum geli. Kemudian, ia menatap orang-orang di ruangan ini bergantian. “Bisakah semua orang keluar? Aku ingin bicara dengan Kylie.”
Aku?
Semua orang keluar secara perlahan dan Zacharry menjadi orang yang paling terakhir keluar. Aku tak ingin menyakiti hati Zacharry tapi aku tak mau menyakiti hati William juga.
“Kemarilah.” Pintanya. Kemudian aku mendekat, dan berlutut agar wajahku dan wajahnya bertatapan. Ia menatapku.“Kukira aku tak akan bisa melihatmu lagi.”
“Tapi kau bisa melihatku.”
Ia tersenyum sedih. “Ya, untuk sekarang aku bisa.” Ucapnya. Tanganya bergerah ke arah rambutku, mengaitkan ikalnya ke telingaku. “Tapi apakah besok bisa? Lusa? 1 bulan lagi? 1 –“
“Sss jangan katakan lagi.” Potongku. “Aku tak mau dengar.”
“Saat kupikir aku akan mati, kau berada di pikiranku. Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya.”
Aku menatapnya, menunggunya untuk tertawa dan mengatakan ‘Aku Bercanda’. Tapi itu tidak terjadi. Ia menggenggam tanganku. Kemudian menarikku mendekat hingga kurasakan bibirnya menempel di telingaku.
Aku bahkan bisa mendengar desah nafasnya dari jarak sedekat ini.
“Kylie,” bisiknya pelan, membuatku merinding. “Aku bukan manusia biasa.” Lanjutnya.
Aku terdiam. Ia baru saja mengatakan bahwa ia bukan manusia biasa tapi mengapa aku tak takut? Dan bagaimana bisa ia berbisik seseksi itu?
“Aku shadowhunter. Pemburu bayangan. Pemburu iblis. Seperti orang-orang berbaju hitam tadi.” bisiknya lagi. “Kami mempunyai darah malaikat Raziel dan ditugaskan untuk melindungi manusia fana sepertimu dari ancaman iblis.”
Malaikat Raziel. Manusia Fana. Ancaman iblis.
3 kata itu berputar-putar dikepalaku saat ini.
“Intinya, aku bukan manusia fana biasa. Aku manusia dengan darah malaikat. Aku kuat. Aku tak mudah mati. Tapi bukan berarti aku tak bisa mati.”
Sebelum aku bisa mencerna semuanya, William memegang daguku dan memutar wajahku agar berhadapan dengannya dan itu membuat hidung kami bersentuhan.
Matanya menggelap bahkan secara terang-terangan menatap bibirku.
“Kylie,” panggilnya dalam bisikan. “Aku jatuh cinta padamu.”
William mencintaiku!
Aku hanya dapat berkedip sementara otakku berdebat. Aku tidak ingin terjebak dalam situasi ini, aku ingin Zacharry. Tetapi di sisi lain, aku ingin merasakan bibir William lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbelievable
VampireVampire dan Pemburu Iblis alias Shadowhunters, tiba-tiba saja masuk ke dalam kehidupanku. Merusaknya sekaligus mewarnainya. Tapi yang kutahu pasti hanya satu hal : Aku jatuh cinta dengan mahluk bertaring sialan itu.