Chapter 5. Memahami

1.1K 224 424
                                    

"Yang mau mendengar belum tentu mampu mengerti. Dan terkadang memilih diam bukan karena tak punya kata, tapi karena itu lebih mudah daripada harus menjelaskan semuanya."

February, 21, 2019

*****

Sean duduk sambil menyesap sebatang rokok di teras samping rumah tanpa menyadari ibunya sejak tadi memperhatikan. Tadi pagi ketika baru pulang, pria itu tampak ceria, tapi sekarang-entah apa yang terjadi- malah berubah jadi pendiam. Ekspresinya memang tenang, tapi tautan alisnya itu seperti sedang berpikir keras.

Ibunya beriniasiatif mendekat, menaruh secangkir teh hangat kemudian duduk menyebelahi.

"Apa disana kau makan dengan baik? Chan bilang kau kemarin mendapat hukuman, bagaimana rasanya?"

"Menyenangkan," sahut Sean singkat. Dia melirik ibunya sebentar sambil melempar senyuman hangat.

"Kalau tidak ada waktu mencuci baju, masukan saja ke loundry, atau titipkan baju kotormu pada Chan biar ibu yang akan mencucinya di rumah. Jangan terlalu lelah," ibunya mengusap wajah Sean yang menurutnya semakin dewasa dan tampan. Ada bekas luka goresan sepanjang 2 centi di pipinya dan ibu masih ingat darimana luka itu didapat. "Kau sedang memikirkan sesuatu?"

"Bagaimana ibu tahu?" Sean tidak mau membuat ibunya terbatuk-batuk di sampingnya, jadi dia mematikan sisa rokoknya segera ke dalam asbak sambil menunjukkan ekspresi heran sekaligus terkejut.

"Kau putraku, tentu saja ibu tahu. Tidak mau bercerita pada ibu?"

Karena hari ini adalah quality time-nya bersama ibu, Sean pikir mereka memang butuh banyak waktu untuk mengobrol sekaligus melepas rindu.

Sean mulai bertanya secara hati-hati mengenai perasaan ibunya ketika ayah meninggal. Kehilangan kan memang sangat menyakitkan, tapi apakah rasa sakit itu mampu merubah total sikap dan kehidupan seseorang? Sean tahu dulu ibunya sempat menjadi orang yang tiba-tiba tertutup, lebih suka mengurung diri di rumah dari pada bersosialisasi. Namun seiring berjalannya waktu, rupanya ibu bisa kembali menjadi seperti dirinya yang dulu, yang apa adanya meski tanpa suami lagi di sisinya.

"Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menyikapi masalah, pun dengan lamanya waktu yang dibutuhkan. Mungkin ibu orang yang lemah yang sempat berpikir dunia seakan runtuh ketika mengetahui ayahmu sudah tidak ada. Ibu yakin kau dan kakakmu dulu juga begitu. Kemudian ibu berpikir jika ibu terus menerus dalam keadaan terpuruk, apakah itu akan membuat ayahmu bisa kembali hidup? Tentu saja jawabannya adalah tidak," pandangan ibunya menerawang jauh, tersenyum penuh keikhlasan lantas menghela nafas panjang. "Ibu masih memilikimu, memilki kakakmu dan ibu seharusnya beruntung karena masih ada kalian di sisi ibu. Itu yang membuat ibu jadi bersemangat kembali."

"Hanya alasan karena ada aku dan Chan saja apa itu cukup?"

Ibunya menoleh, "salah satunya iya, tapi masih ada banyak hal yang bisa ibu lakukan yang membuat ibu merasa bahagia. Seperti ibu yang ingin melihat suatu saat nanti kalian menikah, ibu yang ingin menimang cucu dan menghabiskan waktu bersama mereka. Hal-hal indah yang belum pernah ibu rasakan, ingin ibu rasakan sebelum ibu benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Maksudnya, ibu ingin mengisi hari-hari ibu dengan harapan dan impian yang belum sempat tercapai dari pada ibu harus menangis dan bersedih sepanjang waktu. Bukankah itu sangat tidak berguna?"

Cafe UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang