08.

354 54 6
                                    

Dentuman lagu seolah melarutkan sosok Risa yang sedang asik menari dengan asal di tengah gerumunan orang. Sebagai seorang model serta seorang publik figur, dia tentu memiliki tekanan yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Apalagi ia tidak punya teman dekat, semua temannya selalu bersikap sama, hanya datang agar bisa mendapatkan benefit dari sosok Risa.

"Kau sudah cukup lama disini," kata seorang wanita dengan menarik lengan Risa menjauh dari keramaian.

"Ck, lepaskan."

"Ris.."

"Kau.. diam saja, oke? Aku tak apa-apa." Risa tersenyum tipis, sepertinya dia menenguk cukup banyak sampai mabuk.

"Kalau kamu keluar dengan kondisi begini, siapapun bisa memberitakanmu!"

Risa tertawa cukup keras namun tetap terbenam oleh suara detuman lagu yang semakin keras iramanya. "Bagus, kan? Dengan begitu aku gak berada di neraka itu lagi!"

Dia melanjutkan tariannya. Risa benar-benar kehilangan kendali, wanita tadi adalah manajer sekaligus orang terdekatnya, Oda Nana. Oda sendiri mulai mendesah dan membiarkan gadisnya berkeliaran menari dengan bebas.

Risa sendiri masih melompat dengan riang, meluapakan semua masalah yang ia rasakan, rasa letih, kecewa, dan banyak rasa yang mengendam. Tubuhnya sangat enteng sampai ia merasa melayang.

"Kobayashi.." bisik Risa kala ia berhenti melompat. Dia tersenyum, ".. anak itu sangat manis."

Esok pagi telah tiba dengan cepat, begitupula dengan Risa yang sudah merasakan sakit kepala yang amat sangat karena pengaruh alkohol yang ia tengguk.

"Oh, sudah bangun?"

Risa buru-buru mengambil segelas air beserta aspirin dari tangan Oda, manajernya. Setelah meninum itu, ia kembali berbaring. "Ah, kepalaku.."

"Sudah ku minta kau berhenti," ucap Oda kesal. "Jadwalmu sudah aku atur ulang, hari ini kau istirahat saja sampai pukul enam sore lalu kita akan hadiri pemotret-- kau mau kemana?"

"Sekolah. Apa lagi?"

"Hah?"

"Pulang sekolah pukul lima, kau jemput aku segera. Aku mau bersiap-siap," Risa tersenyum dan masuk ke kamar mandi.

***

Berita tentang meninggalnya ayah Yuuka telah beredar dengan cepat hingga ke telinga Fuyuka dan entahkenapa dia malah merasa sangat bersalah pada anak itu. Dia mendesah saat mendengar kabar tersebut dari seorang rekannya.

"Ku dengar juga mereka telah menjual sebagian harta mereka untuk melunaskan hutang loh!"

"Apa itu tandanya dia akan jatuh miskin?!"

"Iya. Duh, kalau dia jatuh miskin kemungkinan uang pendapatan kita menurut! Fuyuka, bagaimana menurutmu?"

Fuyuka tetap diam dengan tatapan terus lurus ke depan dan itu membuat teman-temannya keheranan. Seorang dari mereka bahkan sampai harus menepuk pundak anak itu sampai Fuyuka sendiri terkejut.

"Kau melamun, Fuyuka?" Fuyuka memandang kedua rekannya itu lalu menggeleng.

"Aku mau cari udara segar dulu,"

Dia berjalan menuju sembarangan arah padahal kelas sudah akan di mulai dalam beberapa menit lagi. Sampailah dia di belakang sekolah yang kebetulan terdengar suara familiar, siapapun akan sangat mengenal suara yang sangat lembut dan tenang seperti barusan, dan satu-satunya pemilik suara tersebut adalah Watanabe Risa.

"Kau belum boleh pergi."

"Tapi.." Fuyuka mengintip untuk melihat siapa sosok yang sedang berbicara dengan Risa. Agak langka melihat gadis berambut pendek itu berbicara hanya berdua di tempat tertutup seperti ini. Dan, betapa terkejutnya ia bahwa sosok yang sedang bersama Risa adalah Kobayashi Yui.

Kuroi HitsujiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang