Acara televisi dari kemarin berisi tentang kebakaran besar yang terjadi karena ulah sebuah geng jalanan yang berujung pada proses penangkapan seluruh komplotan yang masuk dalam jaringan geng tersebut.
Salah satu dari orang yang paling dicari akhirnya diringkus di salah satu motel yang digunakannya untuk bersembunyi. Sato Shiori, gadis itu meronta-ronta agar dilepaskan oleh para polisi itu. Namun, polisi itu tidaklah bodoh untuk mengikuti kata-kata Shiori.
Di lain sisi, sekolah melayangkan surat pengeluaran siswi bernama Saito Fuyuka secara tidak terhormat akibat keikutsertaannya dalam komplotan jalanan tersebut. Adik tiri Fuyuka, Suzumoto Miyu kemudian dialihkan ke salah satu rumah sakit jiwa untuk mendapatkan penahanan tepat setelah trauma akibat kebakaran tersebut.
"Saya akan menjalani masa hukuman selama dua setengah tahun," ucap Fuyuka pada seseorang yang merupakan guru di sekolahnya. Ishimori Nijika. "... Tapi, saya.. entahlah.. saya merasa bersalah pada adik tiri saya..."
"Fuyuka, sudah. Jangan menangis. Miyu akan baik-baik saja, Sensei akan memastikan itu!"
Entah bagaimana bisa, Ishimori Nijika dengan sukarela menjadi penanggung jawab untuk Suzumoto Miyu selama di rumah sakit. Ia juga bersedia menjadi wali untuk Fuyuka. Dia bahkan juga bersedia menampung Miyu kala pengobatannya selesai nanti.
Sementara itu, jagoan yang namanya sudah disebutkan dibeberapa stasiun televisi karna telah menyelamatkan seseorang dalam kebakaran itu masih terlelap dalam koma.
Yurina mendapatkan luka bakar dibagian kaki kanannya, tergolong ringan namun tetap membutuhkan penahanan yang tepat. Dia juga butuh alat bantu pernafasan karena kehabisan oksigen dalam waktu cukup lama, bisa bertahan dalam perjalanan pun sudah menjadi mukjizat.
Ini hari ke- empat, dimana Yui masih betah membawakan bunga lily putih dan menggantinya selama dua hari sekali sesudah kelas dibubarkan. Dia memandang Yurina yang rupanya tertidur.
Dia ingat bagaimana Yurina bermimpi soal Yuuka serta dirinya dan kejadian dalam mimpi yang menjadi nyata. Dia sempat tak ingin mempercayai hal tersebut. Tapi, entahlah, Yui benar-benar ingin mempercayainya.
"Aku sudah duga kamu disini."
Yui menoleh ke belakang. Sosok Risa dengan wanita tua yang Yui kenal sebagai ibunya Yurina datang menghampiri. Ibunya Yurina baru-baru ini terlihat. Padahal di hari pertama, Yui terpaksa menemani Yurina sendirian karna ibunya tak bisa datang karna ada acara entah dimana.
Dan hanya di depan Risa saja dia bersikap akrab. Setelah tahu bahwa Yui adalah orang yang menggantikan Yurina olimpiade, pandangan remeh itu terpancar. Risa yang mengetahui itu setelah Yui cerita jadi terus menemani Yui.
"Besok hari terakhir sebelum olimpiademu loh, lebih baik besok tidak usah datang." Kata Risa. Mereka baru saja keluar dari area utama Rumah Sakit.
"Iya. Besok aku juga akan terus ada di perpus. Sensei langsung turun tangan mengajarkan."
Risa tersenyum. Tangannya terjulur untuk mengusap pipi Yui. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Yui berdebar tak karuan. Sementara Risa kemudian menurunkan tangannya untuk menggapai tangan Yui.
"Ris.. ini tempat umum.."
"Peduli apa? Ayo."
Tanpa sadar berita kebakaran yang besar dan Yurina telah ramai di sekolah. Semua orang membicarakan hal tersebut, tak terkecuali guru-guru yang melirik ke Nijika.
Semua guru dan murid tahu siapa yang bersedia menjadi wali untuk Fuyuka dan adik tirinya itu, tapi sayang sekali. Bagi mereka itu adalah hal yang pantas untuk dianggap hal negatif.
"Daripada kebakaran itu.. bukankah menjadi orang yang baik pada penjahat lebih mengerikan?"
"Agar nama dikenal ya? Masuk TV pun kan semua juga gak mempedulikannya.."
Tangan Nijika yang awalnya menyoret-nyoret kertas dengan angka itu mulai terdiam. Semua memang selalu memandangnya negatif, entah apa masalahnya. Padahal, pada awal kepindahan, semua orang berlaku amat baik.
"Ishimori-sensei."
"Eh? Risa? Sejak kapan..."
Risa yang baru saja meletakan tumpukan buku tugas murid di meja itu melihat Nijika yang sedang musam. Dia tahu bahwa guru-guru brengsek itu bertingkah lagi.
Risa sebenarnya dekat dengan Nijika, karena Nijika dulu merupakan salah satu staff di agensinya yang kemudian lulus universitas pendidikan dan memilih menjadi guru. Tapi sayang sekali, dua tahun semenjak kepindahan Nijika, ia bilang kalau lingkungannya benar-benar jelek.
Mereka -- guru lain -- iri karena latar belakang Nijika yang disukai murid-murid, ia juga menjadi figur guru yang ramah dan cocok sebagai teman, bahkan dibeberapa kesempatan, Nijika bisa pergi jalan dengan murid-muridnya.
"Sensei, tidak apa-apa, kan?"
"Tidak. Haha, kembalilah ke kelasmu, Ris."
Risa tidak pernah suka melihat kebohongan. Dari kecil, ibunya selalu menuntut sebuah kejujuran walaupun itu yang terkecil saja. Kenapa? Karena Risa serta ibunya telah melihat dampak kebohongan.
"Ku mohon jangan berbohong."
"Aku serius, Ris. Kembalilah. Aku meminta ini sebagai guru."
Tapi Risa jelas tidak bisa membuktikan siapapun itu berbohong akan perasaannya. Ketika Risa keluar, ia melihat sosok gadis tubuh mungil yang agak mencurigakan masuk ke dalam toilet.
Tanpa sadar langkah kakinya berhenti di depan toilet setelah mendengar isak tangis dari gadis tersebut. "H--" Risa mengurungkan niatnya, dia berpikir bahwa gadis itu mungkin memerlukan waktu sendirian.
Tetesan darah jatuh ke ubin putih di bilik Minami, Habu baru saja melapor bahwa lagi-lagi projeknya gagal hanya karna hubungan mereka berdua yang sempat terekspos keluar. Minami berpikir ini sebuah salahnya. Ia benar-benar ketakutan.
Tangan kiri yang tak bersalah kini penuh goresan, Minami seolah kembali tersadar akan dunia ketika berhasil membuat luka baru di pergelangannya. Matanya sembab, untungnya dia pandai merias diri.
Dan ketika ia keluar dari kamar mandi, ia melihat Risa berlari ke arahnya dengan panik. "Ko-koike!!!"
"W-watanabe..?"
Buru-buru Risa meraih tangan kiri Minami dan melihat luka goresan disana. Minami menarik lagi tangannya dan mendorong Risa, "Apa-apaan kau!"
"A-aku.."
Minami segera melewati Risa sebelum gadis itu mencerna semuanya.
/Black Sheep/