Tiga hari setelahnya, Yurina diizinkan pulang. Tentu dia mau tidak mau dijemput oleh ayah serta ibunya sendiri. Tapi atmosfir di dalam mobil benar-benar berat sekali.
"Ya ampun, berapa ratus yen yang aku habiskan cuma demi membayar uang rumah sakit itu!" Seru ayah Yurina dari kursi pengemudi. "... Malah sekarang aku harus telat masuk kantor, berapa coba kerugianku nanti!"
"S-sayang..."
"Apa?!"
Yurina cuma bisa menunduk. Tangannya terkepal kuat. Dia benar-benar tak bisa menerima ini lagi namun ia berusaha untuk tetap bersabar. Dia masih mempunyai tugas. Tugas menyelamatkan seseorang yang kembali muncul dalam mimpinya.
Kali ini, semua terlihat lebih jelas dan lebih nyata. Apalagi dia bisa melihat blazer khusus sekolah mereka di dekat kamar mandi, itu tandanya selanjutnya masih berdekatan dengannya.
"... Cih, benar-benar merepotkan. Berlagak heroik seperti itu untuk apa? Dia, kan, gak tahu susahnya kita berhadapan dengan polisi!"
Yurina berusaha sekuat mungkin untuk menahan amarahnya. Apalagi dengan situasi di rumah yang amat tidak kondusif. Ia tidak bisa menyalahkan siapapun sekarang termasuk dirinya sendiri.
Masih ada hal yang lebih penting yaitu mencari tahu siapa selanjutnya. Iseng, Yurina mencoba mencari tahu lewat Yui.
"Anak yang sering menangis?"
"Aku benar-benar kepikiran sampai sekarang. Di mimpiku, aku menemukan bahwa dia anak sekolah kita.." tiba-tiba Yurina ingat sesuatu, ".. Yui! Aku ingat sesuatu!"
"Eh. Apa itu?"
Yurina langsung membuka laci dan mengambil sebuah cutter sesuai dengan ingatannya. Karena pada saat itu, ia jelas-jelas melihatnya sebelum Yurina benar-benar menutup pintu secara rapat.
Yurina melihat gadis itu merogoh cutter dari sakunya. Saat Yurina kembali pada saat pulang sekolah hari itu, ada sedikit bekas darah di lantai.
"Koike Minami. 2-B. Dia adalah orang di mimpiku."
"Kau yakin?"
"Mungkin." Yurina memijat pelipisnya dan mendesah pelan.
"Kau masih perlu istirahat Yurina, jangan pikirkan yang berat-berat."
Yurina mengangguk natural. Tiba-tiba terbesit sesuatu dibenaknya selepas melihat kalender. "Yui!"
"Um?"
"... Aku tahu ini telat tapi bagaimana olimpiadenya?" Tanya Yurina yang membuat dadanya berdetak lebih kencang dari sebelumnya apalagi setelah dia mendengar kekehan dari Yui.
"Pengumumannya dua hari lagi, saat itu kamu masuk kan? Kita tunggu sama-sama yah!" Jawab Yui terdengar bersemangat hingga membuat Yurina kehabisan kata-kata. Dia membayangkan Yui terkekeh di depannya.
"... u-uh."
"Baiklah. Selamat malam, Yurina.."
Yurina tersenyum kecil, "Malam, Yui."
***
Esok harinya, Yurina dengan Yui siap untuk menemui Minami di sekolah.
"Tidak masuk?" Yurina mengeritkan dahi.
"Um. Ku dengar dia demam. Kenapa?" Tanya seorang murid di kelas Minami.
"Kami cuma ingin berbicara dengannya." Jawab Yui.
"Ah, kebetulan. Aku punya alamat rumahnya, kalau bisa mau tidak kalian menjadi perwakilan kami?"
"Hah? Perwakilan?"