Gadis itu menaiki tangga sebuah gedung tua, langkahnya lemas tak bertenaga, matanya sembab, rambutnya acak-acak, penampilannya seperti gembel.
Dia mendesah berat ketika sampai di tempat tujuannya, atap gedung tua yang sering ia lewati sepulang sekolah. Dengan tenaga tersisa, dia berdiri di antara pembatas gedung.
"Gak apa kalau cuma aku..." gumannya dengan tangisan. Tangannya mulai direntangkan seolah mengizinkan angin malam menerpa dirinya.
"Gak apa kalau cuma aku..." lagi-lagi ia berguman dan tangisnya semakin pecah.
Apa ini benar?
Apa yang kini ia lakukan benar?
Gadis itu menunduk penuh kesedihan. Ia telah berusaha untuk menyelamatkan semua orang tapi disaat seperti ini, siapa yang akan menyelamatkannya?
"Kau benar-benar melakukannya yah.." Yurina menoleh pada gadis mungil di belakangnya. Itulah dirinya persis seperti saat ia kecil dulu. Dengan tatapan dingin dan wajah yang datar.
"... Orang sepertiku memang lebih baik mati, kan?"
"Kau serius ingin mati ya?"
Tidak ada jawaban, hanya angin malam yang berhembus diantara mereka. Yurina mengepal kuat tangannya sendiri, "Maafkan aku."
"Kau tidak perlu minta maaf, aku ini cuma masalalumu. Sekarang adalah giliranmu yang menentukan." Ujar Yurina kecil sambil mendekati Yurina. "... Tapi aku punya pertanyaan."
"Apa itu?"
"Apakah kita--kau dan aku--masih akan diingat oleh mereka? Kalau iya, yang baik atau yang jahatnya?"
Yurina terdiam, ia dan Yurina kecil sama-sama memandang langit malam hari yang polos tak berawan. "Entahlah.."
Ia mendengar dengusan kecil. Begitu ia menoleh, ia berhadapan dengan sosoknya saat masih berumur 8 tahun. Mereka sama-sama tersenyum, "Terima kasih." Ucap mereka berbarengan.
Lalu Yurina kembali membuka matanya, sekarang ia tidak tahu mana realita mana imajinya. Tapi yang pasti, ia sudah siap dengan kematiannya.
Sementara, kaki kanannya sudah terangkat ke permukaan udara diikuti dengan matanya yang tertutup.
Sedetik kemudian, tubuhnya terjun bebas ke bawah..
"HIRATE YURINA !!!"
Sementara, Yui berlari sekuat tenaga setelah turun dari mobil milik keluarga Yurina ke arah gedung tua yang biasa Yurina datangi. Ia berteriak sampai suaranya menggema hanya untuk memanggil Yurina.
Namun tidak ada jawaban.
Dengan panik ia berlari ke lantai dua, mencari kesana-kemari sampai keringat bercucuran. Bagaimana ini? Kobayashi mulai kelelahan. Tapi saat matanya menangkap tangga menuju lantai tiga, firasatnya mulai buruk.
Sedetik kemudian, ia menyadari sesuatu. "Yurina!"
Ia terus berlari bahkan sampai terjatuh dan lututnya terluka. Tapi, di hadapannya kini seberkas cahaya membuatnya takut. Bagaimana benar jika Yurina ada di atas sana? Dengan susah payah, walau harus merasakan sakit, Yui hanya ingin bertemu Yurina.
Brakk--- Yui mendobrak pintu dan melihat sosok Yurina berdiri membelakanginya. Ia mengembangkan kedua lengannya. "Tidak.."
Ia terus berlari dengan lutut yang mengeluarkan darah, ia menjulurkan tangannya untuk meraih jaket Yurina, namun ia terlambat.
Tubuh gadis itu telah terjun bebas ke bawah sana sebelum Yui meraih jaket gadis itu.
Yui tersungkur dan menggeleng tak percaya, "HIRATE YURINA!!!"