09.

348 51 5
                                    

Fuyuka tidak diam saja begitu melihat Yurina di dalam kelasnya. Dia dengan cepat menarik tangan anak itu, membawanya ke tempat yang biasa dia gunakan untuk memalak anak-anak secara paksa, gudang belakang sekolah.

Bruk-- Suara punggung Yurina yang terbentur dinding gudang. Fuyuka terlihat sangat marah, tentu karena kejadian kemarin, ia sangat malu ketahuan oleh Yurina mencuri apalagi sampai dibela begitu.

"Apa maksudmu membayar semua curianku!" Serunya dengan nada tinggi, kesal serta malu dapat ia rasakan. Harga dirinya mendadak turun drastis.

Yurina tidak menjawab. Sejujurnya, ia pun tidak tahu mengapa. Yurina dan Fuyuka tak pernah dekat, mungkin ini pertama kalinya mereka saling berbicara satu sama lain.

"Jawab! Kau tak punya mulut ya!" Bentak Fuyuka.

"Aku cuma ingin membantumu.."

Fuyuka terkekeh tak percaya, "membantuku?" Dia kemudian menendang tong kosong yang ada disampingnya hingga menimbulkan suara nyaring. "Kau pikir kau siapa, hah?"

Yurina menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang datar untuk beberapa detik sebelum ia kembali membuang pandangannya. Ia merasakan kerah bajunya di tarik, memaksanya untuk melihat ke arah Fuyuka di depannya.

"Ku peringatkan kau, jangan sekali-kali kau bocorkan ini pada siapapun. Kalau ada anak-anak lain yang tahu, kau akan ku habisi!"

Yurina tetap diam namun ia merasakan seragamnya yang tak lagi menyesakkan lehernya. Fuyuka berdecih sebelum benar-benar pergi dari gudang meninggalkan Yurina.

Fuyuka mengepal kuat tangannya. Apa yang harus dia perbuat? Ia bahkan tidak berani membicarakan apapun pada Yurina. Dia tidak salah, dia bermaksud berniat baik. Tapi, pantaskah Fuyuka mendapatkannya?

Disisi lain, Yui lagi-lagi harus rela dirinya diperintah oleh kakak kelasnya yang ikut dalam olimpiade. Kali ini dia diperintahkan untuk membersihkan ruang kelas sebelum digunakan nanti, dengan berat hati dia melakukannya.

Begitu dia memegang pintu gudang, pintu sudah terlebih dahulu terbuka oleh sosok yang tidak ia sangka-sangka, sosok itu memasang wajah musam tak seperti biasanya. Tatapan mereka bertemu sepersekian detik sebelum akhirnya Yurina memutuskan pergi tanpa menyapa seperti biasanya. Yui merasakan sesuatu yang menganjal ketika Yurina menyelonong pergi begitu saja. Namun ia buru-buru mengabaikannya dan segera mencari apa yang ia perlukan.

Sesampainya di ruang kelas, dia berpapasan dengan Risa. Gadis itu lagi-lagi tersenyum padanya. Semenjak pengakuan itu, Yui menciptakan jarak. Dia tidak ingin siapapun tahu soal pengakuan Risa padanya, dia tidak juga menjawab pengakuan Risa, dia mendiamkannya.

Tapi Risa bersikap biasa saja ---mungkin lebih pada tidak peduli pada jarak yang Yui ciptakan. Dia tetap mendekati Yui dan mengajaknya berbicara walau hanya dibalas sesingkat oleh Yui. Risa tidak pernah menyerah diperlakukan seperti itu.

"Pulang nanti bagaimana kalau kita makan malam bersama?" Ajak Risa. Kali ini dia duduk di salah satu meja sementara Yui sibuk menyapu. "Kamu mau kan? Aku yang traktir. Anggap saja karena kemarin aku mendapatkan job cukup besar..."

Yui masih bersikeras tak peduli, ia terus menyapu sampai ia tidak sadar bahwa Risa sudah menahan pergelangan tangannya dari belakang. Tangan Risa lancang melingkar di pinggang Yui, membuat gadis dengan rambut panjang itu terkejut.

"Risa!"

"Kau tak menjawabku," Risa tersenyum dengan menempatkan kepalanya di pundak Yui, "Kau harus menjawabnya baru ku lepaskan.."

"Aku tidak mau!"

"Mengapa?"

Yui geram dan memberontak, "lepaskan!". Risa kemudian melepaskannya hingga kini mereka berhadap-hadapan. Risa dengan senyum tak berdosa dan Yui yang terus menatapnya tajam.

"Kau benar-benar menolak ajakanku?"

Yui mendesah dan berusaha melanjutkan pekerjaannya. Dia heran mengapa Risa menjadi menempel padanya seperti ini, ini membuatnya resah, bagaimana kalau ada orang lain yang melihat mereka?

"Baiklah, mungkin lain waktu." Ucap Risa. Akhirnya Risa menyerah juga. Yui bernafas lega dan bisa melanjutkan pekerjaannya walau Risa masih betah berada di kelas.

Yui merasakan lehernya pegal karena harus menunduk terus ke bawah. Akhirnya pekerjannya selesai juga. Ia tersenyum tipis. Setidaknya semua telah terlihat lebih rapih dan berharap saja kakak kelasnya tidak lagi menganggunya lebih dari ini.

Risa yang masih betah duduk diatas meja hanya mengamati Yui yang tersenyum tipis seperti itu, dia benar-benar teralihkan oleh Yui. Tapi kini ia teralihkan oleh suara pintu yang di geser, dua kakak kelasnya masuk dengan menatap Yui seolah mengintimidasi.

"Kau bekerja cukup rapi juga, Koba."

Kedua kakak kelasnya mungkin tidak menyadari kehadiran Risa yang duduk di meja pojok sana. Begitu masuk, mereka segera menghampiri Yui yang tak jauh di hadapan mereka.

Dengan memakan permen, salah satu kakak kelas itu membuang bungkusannya di lanta dan pura-pura terkejut, "Ups..."

"Apa yang kau lihat hah? Itu kan ada sampah, kau pungut dong!" Perintah yang lain dengan menekan pundak Yui agar membungkuk dan meraih sampah tersebut.

Yui diam dan menurut saja. Ia tidak seharusnya percaya mereka akan berhenti begitu saja. Beberapa detik kemudian, ia dapat mendengar suara meja yang tergeser.

Langkah kaki yang menggema di ruang kelas mendadak membuat dua orang di depannya mundur ketakutan. Risa berdiri disebelahnya, ya, anak itu berdiri di sebelahnya.

"Apa kalian terlalu senang bermain dengan Yui sampai tak menyadari kehadiranku?" Tanya Risa dengan suara yang amat sangat halus namun disertai tatapan dingin yang membuat kedua kakak kelasnya segera kalang kabut.

"Risa," panggil Yui, berusaha menghentikan tindakan Risa yang semakin jauh itu.

"Kalau sekali lagi ku lihat kalian berani menyentuh Yui lagi atau bahkan menyuruhnya, aku tak akan segan-segan membuat kalian memanen getahnya." Ancam Risa hingga membuat kedua kakak kelasnya itu kabur ke luar kelas.

Yui menggertak, "Apa yang kau lakukan?!"

"Menolongmu, apa lagi?"

"Menolongku katamu?" Yui mendorong tubuh Risa cukup kuat hingga Risa terhuyung ke belakang. "Kau membuat mereka semakin benci denganku! Kau sadar tidak?!"

"Mereka tidak akan melukai---" ucapan Risa terpotong karena melihat air mata Yui yang mengalir. "Yui.."

Yui menyeka kasar airmatanya dan kemudian berlari keluar kelas diikuti oleh Risa tentunya. Risa berusaha memanggil Yui untuk berhenti namun gadis itu terus berlari tanpa mempedulikannya.

"Risa!" Ia mau tidak mau harus berhenti ketika segerombolan anak menghampirinya seperti biasa. Risa berusaha untuk menghindar namun mereka tetap menempel dan memaksa Risa melepas Yui begitu saja.

/Black Sheep/

Kuroi HitsujiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang