Misi ke-21 : Mangsa sang bandit

51 5 25
                                    

"Jadi, siapa 'teman yang ingin kau selamatkan' ini ?"

Bosan menunggu, Rei kembali membuka topik pembicaraan. Matanya melirik kearah Keiko yang masih sibuk mencari kunci yang tepat untuk membuka jeruji mereka.

"Mereka hanya teman biasa, aku bertemu mereka tanpa sengaja di tempat lain." Sahut Keiko masih fokus.

"Sudah kenal lama ? "

Sebuah gelengan pelan menjadi jawaban. Rei berdehem..

"Kau punya semacam kontrak dengan mereka ?" Tanyanya lagi.

"Tidak."

"Apa mereka ini orang kaya ?"

Keiko menggeleng lagi.

Rei melirik Saika yang bersender di sebelahnya. Tampak lelaki itu tak terlalu memperdulikan percakapan mereka. Dia hanya menopang dagu bosan, menunggu Keiko menemukan kunci yang tepat.

"Jadi kau baru mengenal mereka, kau tidak terikat kontrak apapun, mereka juga sepertinya bukan orang yang bisa dimanfaatkan kekayaannya. Tapi kau begitu ingin menyelamatkannya, kenapa ?"

Tangan Keiko berhenti seketika. Ia menatap wajah Rei seolah baru sadar akan sesuatu. Lelaki itu balas menatap dengan raut bingung, sabar menunggu tanggapan gadis itu hingga Keiko kembali mengalihkan pandangan.

"...Kau tidak perlu tahu." Sahutnya pelan, Rei menghela nafas.

"Tertutup sekali, setidaknya berceritalah sedikit agar kami juga mengenalimu."

Keiko sedikiti terusik. Mendebat Rei hanya akan membuat kepalanya semakin pusing. Mungkin, menceritakan hal-hal sepele tak akan merugikan Keiko. Ia mulai membuka mulut.. 

"Aku bersama dengan 3 orang. 2 laki-laki dan satu perempuan. Kalian sudah melihat dua temanku yang laki-laki, satu perempuan lain sekarang masih pingsan menunggu di dalam sel milikku."

Rei mengerutkan dahi. Ia seperti mengingat-ingat sosok lelaki yang dipenjara disebelahnya. 

"Kutebak, temanmu bukanlah pria besar bertato yang ada disana." 

"Tidak, mereka berdua bertubuh cukup kurus. Lelaki pirang dan satu lagi hitam." 

Rei mengangguk pelan. "Oooh... Aku ingat mereka. Salah satunya benar-benar mirip dengan pangeran." 

Keiko tersenyum miring. Tak ia sahuti perkiraan Rei tentang Seiki, mungkin lebih baik jika mereka tidak tahu.

"Lalu, bagaimana caramu keluar dari sel ?" Kini giliran Saika yang bertanya. Sepertinya dia mulai bosan hanya diam menunggu.

"Teman satu sel tahananku. Scarlet. Dia membantu untuk melumpuhkan penjaga sehingga kami bisa menyabotase kuncinya."

Rei dan Saika membelalak, kentaran sekali mereka kaget. Keiko tidak merasa dia mengatakan seuatu yang aneh, tapi dua lelaki itu malah semakin kikuk ketika Keiko bertanya kenapa.

"Kau bilang tadi, kau bekerja sama dengan Scarlet ?"

"Iya, memangnya kenapa ?" 

Saika terdiam sesaat, ia tengah berfikir kata-kata apa yang cocok untuk menjelaskan kepada Keiko. 

"Aku dan Rei pernah beberapa kali berbincang dengannya dan dia itu... Yaahhh..." Saika menoleh kepada Rei yang tampak sedikit cemberut.

"Aku tak pernah lupa ketika waktu itu aku sedikit menggodanya, Scarlet membalas dengan menendang wajahku sampai membentur tanah. Hidungku patah dan butuh berminggu-minggu hingga sembuh." Ucap Rei menggosok hidungnya.

GURO : The Girl, Prince and Sleeping StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang