Misi Terakhir : Sampai di Akhir Pelarian

67 4 14
                                    

Keiko menggigit bibirnya yang gemetar. Tak bisa ia hentikan otaknya untuk terus membayangkan sesuatu yang mengerikan akan menimpa mereka.

Setelah ter-ekspose satu mahluk di hadapannya, geraman lain mulai bermunculan dari segala arah. Terdengar seperti geraman kelompok serigala yang lapar dan ganas. Keiko semakin erat menggenggam lengan Shine dan merapat kearahnya.

"Kita kedatangan banyak tamu ternyata."

Rei mendapati beberapa dari mahluk itu juga berdiri di belakang mereka. Ia perhatikan pada bagian tulang belakangnya terlihat kurus tak dapat tegak. Struktur tulang mereka memaksa mahluk itu membungkuk. Namun justru tampilan itulah yang membuat mereka semua semakin mengerikan.

"Jangan membuat gerakan yang tiba-tiba." Ucap Saika semakin waspada dengan parangnya.

"Sialan ! Sebenarnya apa yang sudah terjadi di tempat ini ?" Seiki mengumpat kesal. Sekarang dia sudah tau alasan pasti mengapa tambang tua ini ditutup.

"Apapun itu, kurasa sebaiknya kita mulai menjauh." Arthur mengusul.

"Baiklah, kalau begitu kalian mulai berjalan duluan. Aku dan Saika yang menjaga belakang."

Rei mengaba Shine dan Keiko untuk berjalan lebih dulu, kemudian disusul oleh Arthur dan Seiki. Pada bagian akhir, Rei dan Saika yang bersenjata bertugas mengamankan mereka.

Rei memegang revolvernya dengan tak yakin, ia hanya memiliki 12 peluru di saku dan entah berapa yang masih tersisa di selongsong. Jika semua mahluk ini menyerang maka tak ada harapan lain selain mereka harus segera menemukan jalan keluar dari tempat ini.

Bersamaan, kelompok itu mengambil langkah mundur. Mahluk-mahluk yang semula berada di belakang memblokade jalan perlahan menyingkir. Memang masih menggeram, tapi tanpa sadar mereka justru membiarkan orang-orang itu berjalan melewatinya.

"Shine.." Keiko memanggilnya lirih, ia tak dapat berhenti gemetar walau sudah menggandeng lengan Shine.

"Ya ?"

"Aku ketakutan..."

Shine tersenyum sedikit walaupun Keiko tak dapat melihatnya.

"Aku juga."

Keiko mengerutkan dahi. "Kau tidak terlihat takut. Bahkan tanganmu sekarang tak terasa gemetar sedikitpun."

"Keiko.. Takut tidak dapat diukur dari seberapa tampak perasaan itu. Rasa takut berasal dari dalam diri seseorang. Aku tampak berani karena aku tak ingin membuat yang lain khawatir dengan ketakutanku."

Shine menoleh sepenuhnya membuat mata Keiko tertegun.

"Merasa takut itu manusiawi Keiko, hanya saja jangan biarkan rasa takutmu itu membuatmu lemah."

Keiko terdiam meresapi kalimatnya. Gadis itu membuka mata Keiko tentang perasaannya. Selama ini dia selalu merasa sendirian dan paling lemah diantara semua kawan-kawannya.

Namun baru ia sadari.. Ketika Keiko melihat raut wajah teman-temannya yang lain, mereka semua berjalan dengan penuh kewaspadaan, wajah lusuh dengan keringat bercucuran.

Tak ada satupun dari mereka yang tampak tenang atau baik-baik saja. Mereka semua terlihat tegang, terintimidasi... Atau bahasa yang lebih mudah, Takut.

Ternyata bukan hanya dia yang merasakannya, semua orang takut namun mereka tetap berjuang untuk keselamatan diri mereka. Mereka takut tapi tetap bertarung, takut tapi tidak menyerah.

Keiko merasa bersalah bersikap terlalu lembek. Ia perlu menghentikan setiap gejolak dadanya yang berdetak ketika melihat penampakan mengerikan terpajang di hadapannya. Keiko sampai disini bukan untuk menjadi beban, dia harus bertarung !

GURO : The Girl, Prince and Sleeping StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang