Bab.14
Ikhlasnya Hasna❣
Pagi ini di rumah Hasna ….
Satria mengembuskan napas gusar. Berkali-kali mengusap wajahnya secara kasar. Bimbang tak mampu mengungkapkan. Hampir sepuluh menit lebih tanpa pembicaraan.
“Mas Satria bicaralah, jangan diam aja,” ucap Hasna kemudian.
“Mas Satria gak tau harus ngomong apa, Hasna.” Suara Satria parau. Mendesah berat dan menyandarkan tubuhnya pada kursi panjang ruang tamu.
“Bicaralah, Mas. Apa pun keputusannya, Hasna akan terima.” Meski terdengar tenang, tapi Hasna tak mampu menyembunyikan raut wajah gelisah. Tangannya sibuk memainkan ujung kerudung.
“Mas Satria bingung. Segala cara sudah dilakukan untuk membujuk Eyang agar membatalkan perjodohan. Namun, pilihan hanya ada dua, menerima perjodohan atau pergi dari rumah.”
Satria menghela napas berat, duduk tegak dan menatap dalam-dalam gadis yang duduk di sampingnya.
“Terus?” Suara Hasna serak karena dipaksakan.
“Mas Satria gak punya pilihan lain selain menerima. Mas gak mungkin pergi dari rumah. Ada Mama yang gak bisa ditinggalin. Mas gak tega, karena Mama sudah sangat menderita selama ini. Maafin Mas Satria, Hasna … maaf.”
Satria meraih kedua tangan Hasna dan menggenggamnya erat. Menatapnya sendu.
Hasna menggeleng lemah. “Bukan salah Mas Satria. Apa yang Mas Satria lakukan sudah bener kok.”
“Tapi Mas Satria sayang sama Hasna. Pengen banget jagain Hasna selamanya.”
“Hasna juga sayang sama Mas Satria. Mungkin, Hasna ditakdirkan hanya jadi adeknya Mas Satria.” Hasna tersenyum getir.
“Tapi doa Mas gak akan pernah berhenti untuk Hasna. Meski Mas udah gak bisa jagain Hasna secara langsung. Insya Allah, doa akan menjadi penjaga terbaik.”
“Aamiin ya Allah.”
“Mas akan tetap nepatin janji Mas, tentang operasi mata Hasna. Nanti kalau Mas udah kerja, ya? Hasna jangan berhenti berdoa.”
“Gak perlu, Mas. Hasna sudah terbiasa hidup dalam kegelapan. Lagian, untuk apa Hasna bisa melihat, kalau tujuan utama sudah gak bisa lagi disentuh. Hanya bisa dilihat, hanya akan menambah luka. Menyakitkan.”
“Maksud kamu apa, Hasna?” sahut Satria, “Lakukan semuanya demi Bunda. Bunda ingin sekali kamu bisa melihat kembali. Kamu harus tetap semangat, jangan menyerah. Masih ada Bunda yang harus kamu bahagiain. Mas akan bantu semaksimal mungkin. Tugas Hasna hanya berdoa. Minta sama Allah yang terbaik.”
Setetes bulir bening jatuh. Hasna menggeleng lemah, menahan isakan.Tak ada kata-kata lagi. Ia hanya tertunduk lemas.
Satria menelan ludah susah payah. Mengusap lembut pipi Hasna. “Maafin Mas Satria, Hasna. Maaf kalau sudah menyakitimu.”
“Kalau nanti Mas Satria udah nikah, Hasna masih boleh ‘kan jadi adeknya Mas Satria?” Suara Hasna tercekat, tersenyum getir.
“Selamanya Hasna akan tetap jadi kesayangannya Mas Satria.” Satria kembali menggenggam erat jemari Hasna. “Mau jadi apa pun nantinya, Hasna sudah punya tempat tersendiri di hatinya Mas, dan itu gak akan tergantikan oleh siapa pun.”
Hasna tersenyum lebar dengan air mata berjatuhan. Melepaskan tangan lalu meraba wajah Satria. Netra cokelat pucatnya terlihat tenang, berkedip pelan seolah sedang membayangkan rupa lelaki yang dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai Cahaya di Langit Doa (Selesai)
EspiritualKisah seorang anak lelaki yang tumbuh dewasa dengan lika-liku kehidupan yang sangat tajam. Satu-satunya wanita yang dicintainya harus pergi meninggalkan untuk selamanya. Wanita yang dia panggil Emak. Namun kehidupannya berubah saat diangkat anak ol...