Part 16

4K 527 11
                                    

💖

“Selamat, ya.”

Satria tersenyum simpul. “Thanks.”

Gadis itu menghela napas pelan, mendongakkan kepala lalu tersenyum lebar. Entah senyum bahagia atau … sebaliknya.

“Aku bener-bener gak nyangka, akhirnya hati eyang luluh juga.” Satria menghela napas lega, dengan senyuman masih menghiasi bibirnya. Tatapannya lurus ke depan. Menatap para pasien rumah sakit yang sedang berjalan santai, juga para suster berlalu-lalang dengan map di tangan.

Gadis itu menatap dalam-dalam wajah Satria. Memandangi senyuman sumringah yang sedari pertama bertemu tak pernah dilihatnya. Apakah gadis buta itu begitu berarti? Hingga mengacuhkan dirinya yang jauh lebih sempurna. Reinata menghela napas gusar.

Satria melirik jam di tangan. “Sebentar lagi aku harus masuk. Sorry, ya.” Ia menoleh, dan tatapan pun bertemu.

Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu segera memalingkan wajah. “Sorry udah ganggu waktunya,” ucapnya gugup.

“Santai sajalah, Rei.”

Satria melihat sedikit perbedaan pada gadis yang duduk di sampingnya. Tidak seperti biasa, yang terlihat acuh tak acuh. Kini, wajahnya lebih cenderung murung. Entah apa sebabnya.

“Kalau kamu mau masuk silakan saja. Aku masih mau duduk di sini,” ujar Reinata akhirnya, setelah mampu menguasai diri.

“Masih ada sepuluh menit lagi.” Satria melirik jam tangannya lagi.

“Sepertinya, kamu terlihat begitu bahagia. Apa … gadis itu benar-benar berarti bagimu?” Pelan Reinata bertanya. Entah apa yang membuatnya begitu ingin memastikan perasaan Satria, padahal sudah jelas terlihat.

“Lebih dari apa pun.” Satria tersenyum menjawab.

Reinata tersenyum getir. “Gadis itu begitu beruntung ya? Dicintai oleh seorang dokter.”

“Aku yang jauh lebih beruntung,” sahut Satria. “Darinya, aku belajar banyak hal. Tentang sabar juga ikhlas.”

“Maksudmu?”

“Dia gadis yang periang meski dalam kekurangan. Gadis yang gak pernah mengeluh. Selalu bersyukur meski hidup dalam kegelapan.”

Reinata hanya diam mendengarkan. Tidak ada sahutan. Pikirannya melayang. Pun sibuk menata hati yang semakin berantakan.

Satria menghela napas pelan, juga tersenyum lebar. “Dia gadis yang mengajarkan bahwa bersyukurlah yang menjadikan bahagia, bukan bahagia yang membuat bersyukur.”

“Beri tahu aku, apa yang harus aku syukuri di hidup ini, agar aku bisa merasakan bagaimana rasanya bahagia.”

Satria terkesiap mendengar ucapan Reinata. Gadis itu tersenyum getir dengan mata yang mulai menampakkan kacanya, siap tumpah.

“Bersyukurlah dengan apa yang kamu miliki sekarang. Jangan mengeluhkan apa yang tidak kamu miliki.” Satria berdiri. “Sorry, aku harus masuk sekarang. Next time, ya.”

Reinata hanya diam menatap punggung Satria yang perlahan menghilang di balik pintu masuk rumah sakit.

Gadis bermata biru itu menutup wajah, dengan isakan hingga punggungnya bergetar.

💖

Sore itu juga, Satria bersama kedua orang tuanya datang melamar Hasna secara resmi. Tangis haru pecah di ruang tamu rumah Hasna.

“Mas Satria beneran yakin mau menikahi Hasna?” tanya Hasna dengan suara bergetar sebab isakan.

“Apa kedatangan kedua orang tuanya Mas ini sama sekali gak membuktikan?”

Menggapai Cahaya di Langit Doa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang