Ending

7.8K 685 98
                                    

Menggapai Cahaya di Langit Doa

💖

Pagi ini rumah mewah yang biasanya penuh ketenangan, kembali digegerkan dengan kedatangan beberapa polisi untuk membawa Ryan. Suasana seketika menjadi tegang, saling menyalahkan.

Ryan justru sama sekali tak melawan. Diam dan tersenyum sinis. Nurmala yang lebih heboh dan menangis meraung tak terima.

“Tega kamu laporin anak kamu sendiri ke polisi! Tega kamu, Mas!” Nurmala dengan mata menyala memukuli dada Rendi. “Aku gak terima!” teriaknya geram.

Sedangkan Rendi justru memasang wajah syok. “Bukan aku!” ucapnya kemudian.

“Lalu siapa? Cuma kamu yang berniat membawa kasus ini sampai ke jalur hukum ‘kan? Semua demi Satria supaya gak pergi dari rumah ini. Iya kan, Mas?!”

“Aku yang melaporkan!” ucap tegas Ambar tanpa basa-basi sama sekali.

Semua menoleh padanya. Terkejut dan tidak percaya. Berkali-kali Nurmala menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin ibu mertuanya setega itu pada cucu kandungnya sendiri? Cucu yang selalu dinanti, dimanja, bahkan dibela saat Rendi memarahinya. Sekarang, seolah berlawanan. Sama sekali tak memihak.

“Ibu?” Rendi terlihat terkejut. Dahinya berkerut dengan sorot mata menuntut penjelasan lebih lanjut.

“Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Keadilan tetap harus diutamakan. Jika Ryan terbukti tidak bersalah, maka dia akan dibebaskan juga nantinya. Jadi apa yang dikhawatirkan?” Mata tua itu menatap satu-satu anak serta menantunya, kemudian Ryan. Tajam, tapi menyiratkan rasa yang tak dapat diungkapkan.

Suasana semakin menegangkan ketika kedua tangan Ryan diborgol dan dibawa oleh polisi. Nurmala meronta-ronta tak terima. Memohon pada ibu mertuanya untuk membebaskan Ryan. Namun, tentu saja ia tahu bahwa yang dilakukannya hanya berujung percuma. Ambar, sekali berucap maka tidak akan pernah mencabut atau menariknya kembali.

Ada kabut yang mulai menggumpal di mata Rendi. Jiwanya sebagai ayah seakan tak terima dan tak tega melihat anak kandungnya dibawa oleh polisi, dan kemungkinan besar akan masuk jeruji besi. Namun, keadilan memang harus diutamakan. Kesalahan harus tetap dipertanggung jawabkan. Mungkin begini cara Tuhan mendewasakan.

Satria hanya bergeming, melihat dari lantai atas. Wajahnya yang pucat serta mata sembab, menatap tanpa ekspresi.

“Bahkan, penjara pun gak akan setara dengan apa yang sudah dia lakukan!” gumamnya dengan tangan mengepal.

💖

Urusan persidangan berjalan dengan lancar, karena Ryan sama sekali tak melawan. Ditanya apa pun menjawab dengan tenang dan apa adanya. Berbeda dengan Nurmala yang sedikit bersikeras tidak bersalah atas terlukanya kepala Satria yang akhirnya masuk rumah sakit.

“Maafkan Papa,” lirih Rendi berucap. Memeluk anak lelakinya erat setelah acara sidang selesai, dan sebelum Ryan dibawa oleh polisi menuju jeruji besi.

Ryan hanya bergeming menerima pelukan. Membiarkan papanya mengungkapkan perasaan yang tak pernah diucapkan.

“Tolong jangan pernah membenci Papa karena gak bisa menolongmu saat ini. Itu karena Papa ingin kamu bisa mengambil pelajaran atas kejadian ini. Bukan karena Papa membencimu. Kamu tetaplah anak Papa, darah daging Papa. Dan Papa … sayang sama kamu.”

Luruh sudah air mata yang sejak tadi ditahan. Rendi berusaha keras untuk terlihat kuat. Sedangkan Ryan, hanya bergeming dengan air mata yang mengalir. Hati bagai tercabik saat mendengar kata sayang meluncur dari mulut papanya sendiri. Sebuah kata yang selama ini tak pernah ia dengar. Akhirnya membuat luluh hatinya juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menggapai Cahaya di Langit Doa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang