Part 11

6.2K 642 97
                                    

“Hasna pengen lihat wajahnya Mas Satria, boleh?” tanya Hasna kecil saat bermain dengan Satria di rumah. Sedangkan bunda menjemur baju di belakang.

“Gimana caranya?” Satria mengernyit.

“Begini.” Hasna mengulurkan tangan mungilnya menyentuh wajah Satria dan meraba pelan. Bola mata itu bergerak-gerak liar. Bibir tersenyum lebar.

Satria diam saja dengan apa yang dilakukan Hasna.

“Ih hidungnya Mas Satria panjang,” celetuk Hasna saat menyentuh hidung Satria.

“Memangnya Mas Satria ini Pinokio?!” Satria menahan tawa saat Hasna cekikikan menampilkan wajah yang menggemaskan.

“Alisnya tebel, pantesan galak!” Tangannya turun menyentuh mata Satria. “Jangan kedip-kedip,” protes Hasna.

“Kalau gak kedip ya kecolok!” Satria menurunkan tangan kecil Hasna.

“Mas Satria jelek!”

“Nakal!” Satria jahil mencubit kedua pipi Hasna yang gembil.

“Bunda … Mas Satria nakal!” teriak Hasna sambil berusaha menjauhkan kedua tangan Satria.

“Hasna yang nakal!”

“Mas Satria nakal!”

Mobil silver itu telah sampai pada gang kecil menuju rumah Hasna. Hatinya semakin bahagia saat tak sabar ingin menuntaskan rindu pada gadis kecilnya. Menggodanya hingga memerah wajah putih itu.

Lelaki bersweater merah maroon itu turun dari mobil dengan menenteng bungkusan makanan juga gamis yang dibelinya tadi.

“Assalamualaikum,” ucapnya sambil mengetuk pintu.

Tak butuh waktu lama pintu dibuka oleh wanita paruh baya yang masih terpancar kecantikannya. Mata wanita itu membulat sempurna dengan mulut sedikit terbuka saat melihat siapa yang datang.

“Bunda.” Satria tersenyum lebar lalu meraih tangan Nadia dan menciumnya seperti biasa.

“Ya Allah Satria.” Tangan kiri Nadia mengelus lembut rambut lelaki itu, air matanya tumpah tak tertahan. Ada sesak yang menyeruak tak terungkap.

“Iya, Bunda. Ini Satria.” Ia berdiri dan tersenyum. “Bunda kenapa nangis?” tanya Satria dengan wajah mengernyit. Bingung melihat wanita paruh baya di hadapan sampai sesenggukan.

Nadia menarik napas panjang seraya beristighfar dan mengusap air matanya. “Masuk saja, Nak. Hasna sudah menunggumu,” suaranya tercekat dengan air mata yang mengalir lagi.

Semakin bingung Satria dibuatnya. Namun, hati tak sabar ingin segera melihat gadis kecilnya. Nadia mempersilakan masuk lalu menutup pintu.

Satria tersenyum lebar saat melihat gadis kecilnya duduk di kursi, membalikkan badan seolah tak ingin melihat siapa yang datang.

“Bunda tinggal ke kamar dulu, ya?” Nadia menepuk pelan lengan Satria dan segera pergi ke kamar.

Pelan Satria melangkah mendekati. Semua bungkusan itu diletakkan di meja.

“Assalamualaikum.” Satria menghampiri gadis yang bertopang dagu itu, lalu duduk di sampingnya.

“Waalaikumussalam,” jawab Hasna tanpa menoleh.

“Ada yang ngambek nih kayaknya. Hm? Mas Satria dateng malah dicuekin?”

Tak ada jawaban. Gadis itu diam tanpa membalikkan badan.

Menggapai Cahaya di Langit Doa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang