25. Epilog

135 10 3
                                    

Ia sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin raksasa. Ia sangat terkagum dengan penampilannya sekarang. Bahkan ia tak percaya bahwa bayangan cermin itu adalah dirinya, Madya Arien Varendra.

"Sayang buruan gih , udah cantik kok putri mama." Ucap Nancy , Mama Rien.

Rienpun menyengir. Ia dan Mamanya segera menuju tempat yang kini sudah dipenuhi ratusan orang.

"Aduh Mah kok deg deg an gini." Ucap Rien.
"Tarik napas. Keluarkan." Tuntun Mamanya.

Akhirnya Benedict dan Arien telah mengucapkan janji suci untuk selalu bersama dalam suka maupun duka.

.
.

"Bundaa Awan ambil robotku." Tangis Putra pertama Rien.

"Sayang , kasih ke kakak ya . Nanti kita beli sama Ayah." Ucap Rien mencubit hidung putra keduanya.

"Enggak mau. Maunya yang ini huaaaaa." Tangis putra kedua Rien.

"Beennnnn anak anakmu bandell." Teriak Rien.

Ben kemudian menghampiri mereka.
"Aduh anak kembar Ayah ganteng semua. Sekarang kita beli aja yuk." Ajak Ben.

"Bennn ini mahal boros tauk." Omel Rien.

"Gak usah dengerin bunda sayang . Uang Ayah kan banyak." Ucap Ben.

Kedua putra mereka mengangguk.

"Dasar bapak anak sama bandel." Ucap Rien gusar. Ia segera menuju dapur namun tangannya dicekal oleh Ben.

"I love bundanya Alan Awan." Ucap Ben.

"Apaan sih Ben." Ucap Rien menepis tangan Ben.

"Bales dulu coba."

"Gak."

"Aku maksa."

"Yaudah . Love u too." Ucap Rien kesal.

"Cie cieee." Ucap kedua putra mereka serempak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Right Here✔ [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang