22. Ventidue

11.4K 1.8K 90
                                    

"Hari ini kita pulang," ujar Jeno. Kini mereka sedang bersantai di pinggir pantai sembari menikmati pemandangan yang indah.

"Cepat sekali, aku belum puas," celetuk Haechan.

"Mau kupuaskan?" tanya Mark yang langsung di hadiahi jitakan dari Haechan.

"Besok kita sekolah, tidak bisa lama-lama berada disini," ujar Nana yang langsung disetujui Jeno.

"Jaemin benar, jadi siang ini kita pulang."

"Baiklah kalau begitu," setuju yang lain.




Teman-teman, terimakasih untuk dua hari yang indah ini. Aku tak tahu apakah ini semua bisa terus berlanjut atau berakhir begini saja.

Dan Jeno, terimakasih karena telah menjadikan aku kekasihmu. Dan maaf karena aku telah melakukan kebohongan besar, kuharap kau tidak menjauhiku saat mengetahui semuanya nanti.

🐁🐁🐁

Nana memasukkan password pintu apartemennya. Setelah pintu terbuka ia masuk dengan menenteng tasnya yang berisi pakaian kotor dan beberapa buku pelajaran. Dia melangkah masuk, dilihatnya Jaemin yang sedang duduk di sofa dengan buku yang tampak familiar bagi Nana.

"Sudah pulang?" tanya Jaemin dingin. Nana hanya mengangguk, bingung dengan Jaemin yang tidak hangat seperti biasanya.

"Buku siapa ini?" Jaemin mengangkat buku familiar itu ke udara agar Nana mampu melihatnya dengan jelas. Mata Nana melihat buku yang bersampul ilustrasi cacing itu, ia baru ingat bahwa itu adalah buku Jeno.

"I-itu—" Nana mencoba menjawab, namun ia kesusahan bicara barang sekatapun.

"Lee Jeno, kan?" tanya Jaemin.

Nana mengangguk dan dalam hati berharap semoga Jaemin tidak melihat isi dari halaman terakhir buku tersebut.

Keringat dingin mengalir di pelipis Nana, ia menggigit bibir bawahnya dan meremas pegangan tasnya tanda ia khawatir.

Jemari Jaemin bergerak membuka halaman terakhir, dan menunjukannya pada Nana. Ia bertanya dengan dingin, "jelaskan padaku apa maksudnya ini. Jangan bilang kalau ini tulisanmu?"

Nana rasanya ingin mati saja. Ia benar-benar takut sekarang, jantungnya berdegup kencang, ia takut pada Jaemin yang tampak marah. Nana hanya bisa menunduk dalam, merasa bersalah.

"M-maafkan aku, hyung..," lirih Nana.

"Jadi benar.. kau menyukai Jeno?" tanya Jaemin sangat pelan, namun dapat di dengar dengan jelas oleh Nana.

Jaemin marah, dapat Nana rasakan dari tatapan matanya yang tajam dan intonasi suaranya yang rendah namun terdengar menyeramkan.

Nana menggeleng pelan. Ia tetap menunduk, tak berani melihat Jaemin yang menatapnya tajam. Seumur hidup, baru kali ini Nana mendapati Jaemin menatapnya dengan sangat tajam dan berbicara padanya dengan sangat dingin.

"Sejak kapan?" tanya Jaemin menggantung.

Nana tak menjawab, ia tetap bungkam tak berani berkata. Matanya telah berkaca-kaca, sekuat tenaga ia menahan tangis.

"Sejak kapan kau dekat dengan Jeno?" suara Jaemin meninggi, ia membentak Nana.

Runtuh sudah pertahanan Nana. Ia menitikan air matanya, isakan kecil keluar dari bibirnya, bahunya bergetar. Nana tak pernah dan tak suka di bentak. Jaemin adalah orang pertama yang membentak dan memarahinya, itu memang tidak seberapa, namun baginya yang memang tidak pernah di perlakukan seperti itu akan merasa sangat takut. Nana takut dan merasa bersalah pada kakaknya sekarang.

"M-maafkan aku," Nana hanya mampu mengucapkan kata maaf, ia tak sanggup berkata apa-apa lagi.

"Aku tidak suka melihat kau menyukai dia. Kau tahu kan kalau aku membencinya? Jeno itu—"

"Hyung hentikan..." lirih Nana memotong bentakan Jaemin, "Jeno tidak seperti yang kau pikirkan. Cobalah untuk tidak membencinya lagi," lirih Nana di sela isakannya.

"Kau sudah berpacaran dengannya, kan?" tanya Jaemin tepat sasaran. Nana diam tak mampu menjawab.

"Jeno sudah tahu kalau kau bukan Jaemin?" tanya Jaemin lagi saat merasa pertanyaan pertamanya benar adanya.

Nana menggeleng, sangat pelan dan bergumam, "dia tidak tahu.."

Jaemin ingin meledak rasanya. Tidak mungkin Jeno menyukai dirinya dan berani memacarinya! "Kau mendekatinya?" tanya Jaemin sembari menahan kesal.

Nana menggeleng pelan, "aku tidak—"

"Secara tidak langsung kau mempermalukan aku. Selesaikan urusanmu! Putuskan dia atau katakan padanya kalau kau bukan Jaemin!" seru Jaemin mutlak. Ia melempar buku Jeno ke atas meja dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.

Nana berjengit mendengar suara bantingan pintu dari Jaemin barusan. Ia memungut buku Jeno dan membawanya ke kamarnya. Sebelum masuk ke kamar, ia mengetuk pintu kamar Jaemin yang tepat berada di sebelahnya.

"Jaemin hyung," panggil Nana. Tak ada jawaban dari dalam kamar.

"Maafkan aku.. aku akan cepat menyelesaikannya, dan aku tak akan mempermalukanmu lagi," ujar Nana di sela isak tangisnya. Nana berdiri cukup lama di depan pintu kamar Jaemin, namun segera masuk ke kamarnya saat saudara kembarnya itu tak kunjung keluar.

🐁🐁🐁

Keesokan paginya, Jaemin sama sekali tidak menyapa Nana. Ia hanya diam. Tiap kali Nana mengajaknya bicara, ia hanya membalas dengan gumaman atau anggukan singkat. Tidak ada candaan antara mereka berdua seperti biasanya. Jaemin bertingkah seolah tak menyadari keberadaan Nana disana.

Suasana hati Jaemin sebenarnya sudah membaik, ia diam pada Nana bukan karena marah, tapi ia menyesal. Ia merasa bersalah karena telah menjadi orang pertama yang membentak adiknya hingga menangis. Jaemin menyayangi adiknya, makanya ia tak ingin adiknya dekat dengan Jeno, orang yang ia benci.

'Jeno tidak seperti yang kau pikirkan.'

Ucapan Nana terlintas di benak Jaemin. Jaemin akui, ia memang tidak tahu bagaimana aslinya Jeno. Ia tidak pernah berniat untuk dekat dengan pemuda sipit itu. Ia membencinya karena sifatnya yang sombong dan menyebalkan. Dan Jaemin sangat tidak setuju jika adiknya berteman bahkan berpacaran dengan pemuda itu.

"Jika saja Nana tidak bertemu Jeno, maka semua ini tidak akan—" Jaemin menghentikan gerakan tangannya yang sedang mencatat penjelasan guru di depan. Ia menyadari sesuatu saat bergumam barusan.

"Ini salahku," gumam Jaemin. Tentu itu salahnya. Jaemin lah yang pertama kali memiliki ide untuk bertukar sekolah dengan Nana. Secara tak langsung, Jaemin yang membuat Nana bertemu dengan Jeno.

Rasa bersalah makin menggerogoti hati Jaemin. Ia merasa benar-benar bersalah, ia yang salah tapi ia yang memarahi Nana, sampai adik yang sangat ia sayangi itu menangis. Jaemin rasanya ingin menemui adiknya saat itu juga dan meminta maaf padanya, bila perlu menyuruh adiknya untuk memukulnya karena telah membuatnya menangis.

"Bodoh.." maki Jaemin pada dirinya sendiri sambil memukuli kepalanya dengan pena, hingga suara cempreng Chenle menginterupsi.

"Nana-ya, ada apa denganmu?"



Tbc~



[ piceboo & little cheonsa, 2019 ]

[✔️] King of High School | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang