31. Trentuno

12.5K 1.7K 134
                                    

Bel pulang berbunyi. Semua siswa berhambur keluar kelas. Begitu pula Nana dan Chenle, mereka berjalan beriringan menuju gerbang.

"Oh? Itu Renjun!" seru Chenle, "tapi bukankah yang di sebelahnya itu Jeno?"

Nana mengikuti arah pandang Chenle, di depan gerbang sana, dua pemuda tampan tengah melambai pada mereka dan tersenyum lebar. Nana balas lambaian Jeno, lalu berlari menghampirinya.

"Jeno-ya! Aku rindu padamu!" seru Nana senang. Ia segera memeluk Jeno erat, menyembunyikan wajahnya dibahu pemuda tampan itu.

"Aku lebih rindu padamu, Na," jawab Jeno sembari membalas pelukan Nana. "Ayo pulang."

"Ayo~" Nana menarik Jeno ke halte, sebelumnya ia pamit pada Chenle dan Renjun sambil melambaikan tangan.

"Bye! Sampai ketemu besok!"

"Bye!"

Nana dan Jeno segera memasuki bus yang sudah datang. Keduanya mendengus sebal saat tak ada satupun bangku yang kosong. Terpaksa keduanya berdiri dengan berpegangan.

Bus mulai berjalan. Sesekali Jeno dan Nana bercanda dan tertawa bersama. Benar-benar pasangan yang membuat iri siapa saja yang melihatnya.

Candaan dan tawa mereka terhenti saat bus tiba-tiba mengerem dan tubuh Nana limbung pada tubuh Jeno. Dengan sigap Jeno menahan Nana dengan memeluk pinggangnya erat.

Kejadian ini terulang lagi, di bus yang sama, pada waktu sore hari yang sama, sepulang sekolah, yang berbeda hanya status mereka sekarang, dan suasana yang sama sekali tidak ada kecanggungan seperti dulu.

Dengan wajah yang merona, Nana mengeratkan pelukannya pada Jeno, bukan melepaskannya seperti dulu. Begitu pula Jeno, ia mengeratkan pelukannya pada Nana, sama sekali tidak berniat melepasnya. Wajah keduanya merona merah.

Benar-benar cinta anak SMA.




"I love you, Nana," bisik Jeno.



"Love you too.."


🐁🐁🐁

"Ada yang bisa mengerjakan soal di papan tulis?"

Pemuda berambut cokelat gelap dengan penampilan khas berandal sekolah itu mengangkat tangannya di udara dengan tinggi, seolah menunjukan bahwa ia adalah satu-satunya orang yang bisa mengerjakan soal itu.

"Jaemin? Kau bisa?" tanya guru di depan kelas sana dengan ragu.

"Tentu saja!" sahut pemuda itu dengan percaya diri. Ia bangkit dari bangkunya lalu berjalan ke depan kelas dan mulai mengerjakan soal yang tertulis di papan tulis.

Teman-temannya bersorak kagum. Jaemin tampaknya telah berubah menjadi siswa yang pintar dan aktif. Meskipun sebelumnya memang sudah aktif, aktif dalam hal negatif di sekolah. Kesan siswa nakal masih melekat pada tubuhnya, namun kini ia sudah berubah banyak, menjadi siswa yang lebih baik.

Jaemin tersenyum puas melihat hasil pekerjaannya di papan tulis. Ia bisa mengerjakan soal yang bahkan juara kelas—Mark Lee—pun tak bisa mengerjakannya. Hebat.

Ini semua karena Nana. Nana yang telah merubahnya menjadi lebih baik. Jaemin sekarang yakin bahwa dirinya bisa masuk Universitas Seoul.














Ujian akhir sudah di depan mata. Seluruh anak kelas tiga akan di hadapkan pada ujian akhir minggu depan. Kegiatan belajar mengajar di sekolah pun diketatkan. Jam pelajaran bertambah menjadi lebih lama. Biasanya, inilah yang paling membuat siswa kelas tiga merasa tertekan. Tapi bukankah itu semua untuk masa depan mereka? Mereka hanya perlu bertahan seminggu lagi, dan pada akhirnya akan memetik hasil yang telah mereka tanam sendiri. Apakah bagus, atau bahkan tidak.

[✔️] King of High School | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang